Inovasi Mahasiswa ITS Kelainan Jantung Bisa Diketahui Lewat Android
A
A
A
SURABAYA - Sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berinovasi sehingga menemukan alat Smart Heart Monitor (SHM) yang bisa mendeteksi serangan jantung secara real-time, serta dilaporkan pada penggunanya melalui aplikasi android.
Karya inovatif ini juga telah berhasil meraih medali emas dan perak di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 29 di IPB, Bandung pada 8 – 11 Agustus lalu.
Sebenarnya ide menciptakan alat tersebut diilhami oleh mahasiswa jurusan teknik elektro bidang studi biomedika ITS Theo Wiranadi Hendrata. Theo mengembangkannya bersama Johan Chandra dan Monica Regina Emilia. Keduanya satu jurusan dengan Theo. Kemudian satu lagi adalah Ardhi Rizal Fathorrahman jurusan teknik multimedia jaringan.
Penelitian yang kemudian diberi judul Electrocardiogram Portabel Berbasis Raspberry Pi yang Terintegrasi Android sebagai Pendeteksi Kelelahan dan Pencegah Serangan Jantung dikerjakan selama setahun.
Theo mengakui bahwa selama ini, sudah ada alat portabel yang berfungsi untuk memonitor sinyal jantung, namun hanya sebatas pada merekamnya saja. “Kemudian rekaman itu diberikan kepada dokter untuk dianalisa lebih lanjut,” ungkapnya.
Namun, kata dia, alat rekam jantung itu dianggap kurang efektif karena indikasi serangan jantung tidak dapat dideteksi secara langsung.
Sementara SHM dirancang portable memungkinkan alat ini dapat memantau aktivitas jantung penggunanya setiap saat.
Alat ini akan langsung mendekteksi kondisi jantung jika ada yang tidak beres dengan irama sinyal jantung. Kemudian alat itu akan langsung memberikan laporan peringatan kepada penggunanya melalui aplikasi android.
“Sederhananya alat ini bekerja dengan cara menangkap sinyal jantung melalui tiga buah elektroda yang ditempelkan pada bagian dada. Kemudian sinyal tersebut akan diproses dan ditampilkan pada layar dalam bentuk gelombang,” katanya.
Selain itu, Theo juga menjelaskan bahwa jantung setiap orang memiliki batas maksimal yang berbeda dalam bekerja, yang secara umum dipengaruhi oleh umur mereka. Oleh karena itu dibutuhkan semacam peringatan untuk membatasi aktivitas seseorang agar tidak sampai berlebihan, guna menghindari risiko serangan jantung.
Peringatan akan diberikan apabila aktivitas jantung lebih dari 80% dari batas maksimalnya si pengguna alat. “Kalau sudah melebihi 80% batas maksimalnya, pengguna harus segera beristirahat,” tambah Ardhi.
Theo, Ardi dan anggota tim lainnya masih berupaya mengembangkan alat ini. Kedepan mereka berencana untuk membuat alat tersebut lebih kecil, lebih simple sehingga lebih nyaman ketika digunakan penggunanya. Sebab, alat tersebut dirasa masih cukup besar dan kurang nyaman ketika digunakan.
Selain itu, lanjut Ardhi, kemungkinan pihaknya akan bekerjasama dengan perusahaan memproduksi alat tersebut secara masal sehingga bisa dijual ke publik.
Namun sebelum itu, mereka berencana untuk mematenkan alat tersebut terlebih dulu. Sayangnya, baik Theo dan Ardhi masih belum tahu berapa harga alat tersebut jika nantinya dijual ke pasar umum.
“Untuk biaya selama riset dan pengerjaan alat ini, kami menghabiskan dana sekitar Rp7 juta. Dana kami dapat dari Dikti,” sambung Theo.
Karya inovatif ini juga telah berhasil meraih medali emas dan perak di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 29 di IPB, Bandung pada 8 – 11 Agustus lalu.
Sebenarnya ide menciptakan alat tersebut diilhami oleh mahasiswa jurusan teknik elektro bidang studi biomedika ITS Theo Wiranadi Hendrata. Theo mengembangkannya bersama Johan Chandra dan Monica Regina Emilia. Keduanya satu jurusan dengan Theo. Kemudian satu lagi adalah Ardhi Rizal Fathorrahman jurusan teknik multimedia jaringan.
Penelitian yang kemudian diberi judul Electrocardiogram Portabel Berbasis Raspberry Pi yang Terintegrasi Android sebagai Pendeteksi Kelelahan dan Pencegah Serangan Jantung dikerjakan selama setahun.
Theo mengakui bahwa selama ini, sudah ada alat portabel yang berfungsi untuk memonitor sinyal jantung, namun hanya sebatas pada merekamnya saja. “Kemudian rekaman itu diberikan kepada dokter untuk dianalisa lebih lanjut,” ungkapnya.
Namun, kata dia, alat rekam jantung itu dianggap kurang efektif karena indikasi serangan jantung tidak dapat dideteksi secara langsung.
Sementara SHM dirancang portable memungkinkan alat ini dapat memantau aktivitas jantung penggunanya setiap saat.
Alat ini akan langsung mendekteksi kondisi jantung jika ada yang tidak beres dengan irama sinyal jantung. Kemudian alat itu akan langsung memberikan laporan peringatan kepada penggunanya melalui aplikasi android.
“Sederhananya alat ini bekerja dengan cara menangkap sinyal jantung melalui tiga buah elektroda yang ditempelkan pada bagian dada. Kemudian sinyal tersebut akan diproses dan ditampilkan pada layar dalam bentuk gelombang,” katanya.
Selain itu, Theo juga menjelaskan bahwa jantung setiap orang memiliki batas maksimal yang berbeda dalam bekerja, yang secara umum dipengaruhi oleh umur mereka. Oleh karena itu dibutuhkan semacam peringatan untuk membatasi aktivitas seseorang agar tidak sampai berlebihan, guna menghindari risiko serangan jantung.
Peringatan akan diberikan apabila aktivitas jantung lebih dari 80% dari batas maksimalnya si pengguna alat. “Kalau sudah melebihi 80% batas maksimalnya, pengguna harus segera beristirahat,” tambah Ardhi.
Theo, Ardi dan anggota tim lainnya masih berupaya mengembangkan alat ini. Kedepan mereka berencana untuk membuat alat tersebut lebih kecil, lebih simple sehingga lebih nyaman ketika digunakan penggunanya. Sebab, alat tersebut dirasa masih cukup besar dan kurang nyaman ketika digunakan.
Selain itu, lanjut Ardhi, kemungkinan pihaknya akan bekerjasama dengan perusahaan memproduksi alat tersebut secara masal sehingga bisa dijual ke publik.
Namun sebelum itu, mereka berencana untuk mematenkan alat tersebut terlebih dulu. Sayangnya, baik Theo dan Ardhi masih belum tahu berapa harga alat tersebut jika nantinya dijual ke pasar umum.
“Untuk biaya selama riset dan pengerjaan alat ini, kami menghabiskan dana sekitar Rp7 juta. Dana kami dapat dari Dikti,” sambung Theo.
(sms)