Cerita Inspektur Upacara Ditolak Kerja karena Fisik Tak Sempurna
A
A
A
BANDUNG - Aden Achmad (47) terlihat percaya diri saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-71 Republik Indonesia di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/8/2016).
Namun di balik rasa percaya dirinya, Aden ternyata menyimpan kisah pahit sekaligus inspirasi. Dengan posisi duduk di kursi roda karena tidak memiliki dua kaki, dia dengan ramah membagi kisah hidupnya.
Aden terlahir tanpa kaki. Kendati demikian, dia memiliki tekad kuat untuk hidup dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
Selama perjalanan hidupnya, Aden mengaku sudah kenyang dengan tatapan aneh, hinaan, serta perlakuan tidak menyenangkan lainnya. Semua itu menerpa sikap Aden menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu.
Dari seluruh perlakuan tak menyenangkan itu, dia menceritakan salah satu kisah yang dirasa sangat pahit. Saat lulus SMA pada 20 tahun silam, dia datang ke salah satu kantor dinas di Kota Bandung untuk melamar kerja. Kebetulan, saat itu sedang dibuka lowongan kerja untuk berbagai posisi.
Dengan penuh percaya diri, Aden datang ke kantor dinas itu diantar salah seorang saudaranya. Saat tiba di lokasi, saudaranya langsung menghadap pada sekuriti dengan mengutarakan maksud Aden yang ingin melamar kerja meski kondisi fisiknya tidak sempurna.
Saat itu, Aden tetap duduk di sepeda motor. Sedangkan saudaranya berbincang dengan sekuriti. Tapi jawaban tidak mengenakkan didapatkan Aden. "Saya langsung ditolak melamar kerja oleh sekuriti. Katanya tidak menerima penyandang cacat," kata Aden.
Dia pun tidak mengerti dengan penolakan tersebut. Padahal secara kualifikasi, dia memiliki bekal karena punya latar belakang pendidikan berbasis komputer. "Saat itu padahal ada lowongan pekerjaan untuk staf," ucapnya.
Aden meninggalkan lokasi dengan rasa sakit hati. Dari situ, dia akhirnya mengambil sikap tegas untuk dirinya sendiri. "Sejak saat itu, saya bertekad tidak mau melamar pekerjaan lagi," katanya.
Rezeki ternyata tidak pernah meninggalkan manusia. Hal itu benar-benar dirasakan Aden. Ia tetap mendapatkan rezeki dengan cara halal. Setelah ditolak melamar kerja, ia membuka jasa pengetikan skripsi di rumahnya di kawasan Soekarno-Hatta.
Dari situ, roda ekonomi Aden terus berputar dan bisa hidup mandiri dari keringatnya sendiri. Dia mengaku sempat beberapa kali berganti pekerjaan. Anehnya, pekerjaan itu datang sendiri.
"Saya bertekad harus bangkit setelah ditolak kerja itu. Dari situ, saya tidak mau melamar kerja. Tapi ke sininya justru saya mendapatkan pekerjaan," ucapnya.
Pekerjaan yang didapat pun cukup bergengsi bagi Aden. Dia pernah bekerja di perusahaan besar. "Saya pernah kerja di Radio MQ FM diajak sama Aa Gym (Abdullah Gymnastiar) langsung, pernah jadi teknisi komputer di perusahaan ritel, terakhir saya jadi kepala cabang dealer sepeda motor selama tiga tahun," ungkapnya.
Setelah tiga tahun bekerja jadi kepala cabang, dia kemudian memutuskan berhenti karena merasa bosan. Aden lalu menjajaki peluang menjadi wirausaha dengan menjual berbagai peralatan bagi kaum disabilitas. "Sekarang saya fokus di situ," katanya.
Di luar bisnisnya, Aden juga menjalani berbagai kegiatan. Dia aktif memperjuangkan hak-hak disabilitas dan publik. Salah satu yang sedang dikerjakan saat ini adalah menjadi bagian dari relawan Bandung Disiplin.
Dia dan relawan lainnya pun sedang gencar menyosialisasikan kepada pengguna kendaraan bermotor untuk berperilaku tertib dan saat aturan di jalan.
Melalui cara tersebut, dia ingin memiliki manfaat bagi sesama. Kendati mengalami keterbatasan fisik, Aden ingin membuktikan hal itu bukan hambatan untuk menjadi manusia tangguh dan bisa bermanfaat.
Namun di balik rasa percaya dirinya, Aden ternyata menyimpan kisah pahit sekaligus inspirasi. Dengan posisi duduk di kursi roda karena tidak memiliki dua kaki, dia dengan ramah membagi kisah hidupnya.
Aden terlahir tanpa kaki. Kendati demikian, dia memiliki tekad kuat untuk hidup dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
Selama perjalanan hidupnya, Aden mengaku sudah kenyang dengan tatapan aneh, hinaan, serta perlakuan tidak menyenangkan lainnya. Semua itu menerpa sikap Aden menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu.
Dari seluruh perlakuan tak menyenangkan itu, dia menceritakan salah satu kisah yang dirasa sangat pahit. Saat lulus SMA pada 20 tahun silam, dia datang ke salah satu kantor dinas di Kota Bandung untuk melamar kerja. Kebetulan, saat itu sedang dibuka lowongan kerja untuk berbagai posisi.
Dengan penuh percaya diri, Aden datang ke kantor dinas itu diantar salah seorang saudaranya. Saat tiba di lokasi, saudaranya langsung menghadap pada sekuriti dengan mengutarakan maksud Aden yang ingin melamar kerja meski kondisi fisiknya tidak sempurna.
Saat itu, Aden tetap duduk di sepeda motor. Sedangkan saudaranya berbincang dengan sekuriti. Tapi jawaban tidak mengenakkan didapatkan Aden. "Saya langsung ditolak melamar kerja oleh sekuriti. Katanya tidak menerima penyandang cacat," kata Aden.
Dia pun tidak mengerti dengan penolakan tersebut. Padahal secara kualifikasi, dia memiliki bekal karena punya latar belakang pendidikan berbasis komputer. "Saat itu padahal ada lowongan pekerjaan untuk staf," ucapnya.
Aden meninggalkan lokasi dengan rasa sakit hati. Dari situ, dia akhirnya mengambil sikap tegas untuk dirinya sendiri. "Sejak saat itu, saya bertekad tidak mau melamar pekerjaan lagi," katanya.
Rezeki ternyata tidak pernah meninggalkan manusia. Hal itu benar-benar dirasakan Aden. Ia tetap mendapatkan rezeki dengan cara halal. Setelah ditolak melamar kerja, ia membuka jasa pengetikan skripsi di rumahnya di kawasan Soekarno-Hatta.
Dari situ, roda ekonomi Aden terus berputar dan bisa hidup mandiri dari keringatnya sendiri. Dia mengaku sempat beberapa kali berganti pekerjaan. Anehnya, pekerjaan itu datang sendiri.
"Saya bertekad harus bangkit setelah ditolak kerja itu. Dari situ, saya tidak mau melamar kerja. Tapi ke sininya justru saya mendapatkan pekerjaan," ucapnya.
Pekerjaan yang didapat pun cukup bergengsi bagi Aden. Dia pernah bekerja di perusahaan besar. "Saya pernah kerja di Radio MQ FM diajak sama Aa Gym (Abdullah Gymnastiar) langsung, pernah jadi teknisi komputer di perusahaan ritel, terakhir saya jadi kepala cabang dealer sepeda motor selama tiga tahun," ungkapnya.
Setelah tiga tahun bekerja jadi kepala cabang, dia kemudian memutuskan berhenti karena merasa bosan. Aden lalu menjajaki peluang menjadi wirausaha dengan menjual berbagai peralatan bagi kaum disabilitas. "Sekarang saya fokus di situ," katanya.
Di luar bisnisnya, Aden juga menjalani berbagai kegiatan. Dia aktif memperjuangkan hak-hak disabilitas dan publik. Salah satu yang sedang dikerjakan saat ini adalah menjadi bagian dari relawan Bandung Disiplin.
Dia dan relawan lainnya pun sedang gencar menyosialisasikan kepada pengguna kendaraan bermotor untuk berperilaku tertib dan saat aturan di jalan.
Melalui cara tersebut, dia ingin memiliki manfaat bagi sesama. Kendati mengalami keterbatasan fisik, Aden ingin membuktikan hal itu bukan hambatan untuk menjadi manusia tangguh dan bisa bermanfaat.
(dam)