Di Palopo Ambil Surat Perintah Kerja Harus Bayar Jutaan Rupiah
A
A
A
PALOPO - Pengambilan Surat Perintah Kerja (SPK) proyek di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo ternyata harus membayar jutaan rupiah. Informasi ini diungkapkan Suherman Pammineri, salah seorang rekanan di Kota Palopo saat mendatangi ruangan Komisi II DPRD Kota Palopo, Senin (20/6/2016) siang .
Menurutnya, ada dua SKPD yang disebutkan marak memberlakukan praktik yang disebutnya sebagai pungutan liar atau pungli yakni Dinas Tarkim dan Pekerjaan Umum (PU).
"Seakan menjadi sebuah syarat dan kewajiban bagi rekanan untuk membayar hingga jutaan rupiah jika ingin menerima Surat Perintah Kerja (SPK)," ujarnya.
Besaran biaya penerbitan SPK disebutkan Suherman Pammineri yang juga adalah pemilik Super Fondation ini disesuaikan dengan besaran nilai kontrak.
"Mereka patok rata-rata 1% dari nilai kontrak, jadi ada yang bayar Rp1 juta, hingga Rp3 juta," ujarnya. Disinggung apakah pembayaran itu adalah bentuk fee proyek, Suherman membantahnya.
"Bukan fee proyek, tapi katanya biasa administrasi, biaya verifikasi berkas, biaya papan proyek, serta biaya pembuatan penawaran, karena alasannya beberapa rekanan dibuatkan penawarannya oleh pihak dinas," ujar mantan Ketua Hanura Luwu ini.
Terkait aduan ini, Ketua Komisi II DPRD Kota Palopo, Steven Hamdani, mengaku sejauh ini bulum pernah mendengar informasi demikian.
"Kami baru dengar, kami akan panggil SKPD ini khususnya Tarkim dan Binamarga, kita mau tanya apakah betul atau apakah memang ada diatur seperti itu," kata Steven.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hamsir Hamid, pada Dinas Pekerjaan Umum, kepada Koran SINDO menjelaskan, pada sejumlah kegiatan fisik yang dia tangani tidak ada yang namanya biaya pembayaran SPK hingga jutaan rupiah.
"Bodoh kalau ada seperti itu, saya yakin itu ulah oknum, karena seluruh kegiatan administrasi di sebuah SKPD telah dianggarkan dalam pos belanja barang dan jasa atau ATK," katanya.
Diakui Hamsir Hamid, persoalan ini memang telah sampai ke telinga mereka termasuk Kepala Dinas PU, Nasrul.
"Persoalan ini telah kami rapatkan di dinas, Pak Kadis sudah wanti-wanti ke kami untuk tidak meminta bayaran seperti yang dituduhkan ke kami," tegasnya.
Menurutnya, uang yang dikeluarkan oleh rekanan pada saat pengambilan SPK kemungkinan yang dimaksud adalah ucapan terima kasih.
"Bisa jadi ucapan terima kasih yang diberikan oleh pihak rekanan secara sukarela, jelasnya di PU tidak ada seperti itu," kilahnya.
Menurutnya, ada dua SKPD yang disebutkan marak memberlakukan praktik yang disebutnya sebagai pungutan liar atau pungli yakni Dinas Tarkim dan Pekerjaan Umum (PU).
"Seakan menjadi sebuah syarat dan kewajiban bagi rekanan untuk membayar hingga jutaan rupiah jika ingin menerima Surat Perintah Kerja (SPK)," ujarnya.
Besaran biaya penerbitan SPK disebutkan Suherman Pammineri yang juga adalah pemilik Super Fondation ini disesuaikan dengan besaran nilai kontrak.
"Mereka patok rata-rata 1% dari nilai kontrak, jadi ada yang bayar Rp1 juta, hingga Rp3 juta," ujarnya. Disinggung apakah pembayaran itu adalah bentuk fee proyek, Suherman membantahnya.
"Bukan fee proyek, tapi katanya biasa administrasi, biaya verifikasi berkas, biaya papan proyek, serta biaya pembuatan penawaran, karena alasannya beberapa rekanan dibuatkan penawarannya oleh pihak dinas," ujar mantan Ketua Hanura Luwu ini.
Terkait aduan ini, Ketua Komisi II DPRD Kota Palopo, Steven Hamdani, mengaku sejauh ini bulum pernah mendengar informasi demikian.
"Kami baru dengar, kami akan panggil SKPD ini khususnya Tarkim dan Binamarga, kita mau tanya apakah betul atau apakah memang ada diatur seperti itu," kata Steven.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hamsir Hamid, pada Dinas Pekerjaan Umum, kepada Koran SINDO menjelaskan, pada sejumlah kegiatan fisik yang dia tangani tidak ada yang namanya biaya pembayaran SPK hingga jutaan rupiah.
"Bodoh kalau ada seperti itu, saya yakin itu ulah oknum, karena seluruh kegiatan administrasi di sebuah SKPD telah dianggarkan dalam pos belanja barang dan jasa atau ATK," katanya.
Diakui Hamsir Hamid, persoalan ini memang telah sampai ke telinga mereka termasuk Kepala Dinas PU, Nasrul.
"Persoalan ini telah kami rapatkan di dinas, Pak Kadis sudah wanti-wanti ke kami untuk tidak meminta bayaran seperti yang dituduhkan ke kami," tegasnya.
Menurutnya, uang yang dikeluarkan oleh rekanan pada saat pengambilan SPK kemungkinan yang dimaksud adalah ucapan terima kasih.
"Bisa jadi ucapan terima kasih yang diberikan oleh pihak rekanan secara sukarela, jelasnya di PU tidak ada seperti itu," kilahnya.
(sms)