Masjid Babul Firdaus, Tempat Bertemunya Para Raja
A
A
A
CERITA Pagi kali ini akan mengajak pembaca untuk mengenal salah satu masjid tua di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yakni Masjid Babul Firdaus.
Masjid Babul Firdaus yang terletak di Jalan Kumala, Jongaya, Tamalate ini pernah dijadikan sebagai tempat bertemunya para raja di Sulawesi Selatan, seperti raja Gowa, raja Bone, dan raja Luwu.
Keaslian bangunan masjid ini masih terawat sejak dibangun pada 1314 H atau 123 tahun lalu. Bangunannya memang nampak seperti bangunan pada umumnya. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, terlihat beberapa sisi bangunan masih asli.
Melihat ke dalam masjid, jamaah akan melihat huruf arab di setiap dindingnya. Sebanyak 12 tiang penyangga yang tingginya mencapai 12 meter menandakan pembangunan masjid pada tanggal 12 Rabiulawal 1314 H.
Meski telah berumur ratusan tahun, Masjid Babul Firdaus masih digunakan oleh masyarakat sekitar untuk melaksanakan ibadah.
Masjid Babul Firdaus pernah direnovasi pada pada tahun 1952. Yang direnovasi antara lain dinding yang sudah rusak, penggantian pintu tertentu, dan penambahan terali besi pada jendela.
Renovasi yang dilakukan tetap mempertahankan nilai sejarah, di antaranya bangunan masjid yang berbentuk persegi enam yang bermakna rukun iman dan anak tangga pada mimbar yang berjumlah lima sebagai bentuk rukun Islam.
Masjid yang didirikan pada masa pemerintahan raja Gowa yakni Sultan Maulana Husain pada tahun 1314 Hijriah ini masih mempertahankan bangunan aslinya. Arsitektur bangunan yang bercat putih, masih terlihat kokoh berdiri di tengah Kota Makassar.
Ketua Yayasan Masjid Babul Firdaus Makassar Andi Ali Bausawa Mappanyukki mengatakan, salah satu ciri khas dari bangunan masjid tua ini yakni adanya makam Sultan Maulana Husain, pendiri sekaligus imam pertama masjid ini.
Bangunan masjid yang luas seluruhnya mencapai 2.000 meter persegi ini pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan para raja di Sulawesi Selatan, seperti raja Gowa, raja Bone, hingga raja Luwu untuk menyatukan kekuatan melawan para penjajah Belanda.
Kini, Masjid Babul Firdaus masih dijadikan sebagai tempat wisata sejarah religi bagi sejumlah warga dari dalam maupun luar Kota Makassar.
Masjid Babul Firdaus yang terletak di Jalan Kumala, Jongaya, Tamalate ini pernah dijadikan sebagai tempat bertemunya para raja di Sulawesi Selatan, seperti raja Gowa, raja Bone, dan raja Luwu.
Keaslian bangunan masjid ini masih terawat sejak dibangun pada 1314 H atau 123 tahun lalu. Bangunannya memang nampak seperti bangunan pada umumnya. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, terlihat beberapa sisi bangunan masih asli.
Melihat ke dalam masjid, jamaah akan melihat huruf arab di setiap dindingnya. Sebanyak 12 tiang penyangga yang tingginya mencapai 12 meter menandakan pembangunan masjid pada tanggal 12 Rabiulawal 1314 H.
Meski telah berumur ratusan tahun, Masjid Babul Firdaus masih digunakan oleh masyarakat sekitar untuk melaksanakan ibadah.
Masjid Babul Firdaus pernah direnovasi pada pada tahun 1952. Yang direnovasi antara lain dinding yang sudah rusak, penggantian pintu tertentu, dan penambahan terali besi pada jendela.
Renovasi yang dilakukan tetap mempertahankan nilai sejarah, di antaranya bangunan masjid yang berbentuk persegi enam yang bermakna rukun iman dan anak tangga pada mimbar yang berjumlah lima sebagai bentuk rukun Islam.
Masjid yang didirikan pada masa pemerintahan raja Gowa yakni Sultan Maulana Husain pada tahun 1314 Hijriah ini masih mempertahankan bangunan aslinya. Arsitektur bangunan yang bercat putih, masih terlihat kokoh berdiri di tengah Kota Makassar.
Ketua Yayasan Masjid Babul Firdaus Makassar Andi Ali Bausawa Mappanyukki mengatakan, salah satu ciri khas dari bangunan masjid tua ini yakni adanya makam Sultan Maulana Husain, pendiri sekaligus imam pertama masjid ini.
Bangunan masjid yang luas seluruhnya mencapai 2.000 meter persegi ini pernah dijadikan sebagai tempat pertemuan para raja di Sulawesi Selatan, seperti raja Gowa, raja Bone, hingga raja Luwu untuk menyatukan kekuatan melawan para penjajah Belanda.
Kini, Masjid Babul Firdaus masih dijadikan sebagai tempat wisata sejarah religi bagi sejumlah warga dari dalam maupun luar Kota Makassar.
(zik)