Jumlah Korban Meninggal Akibat Demam Berdarah di Kota Yogya Tinggi
A
A
A
YOGYAKARTA - Kota Yogyakarta menjadi wilayah yang tertinggi korban meninggalnya akibat penyakit Demam Berdarah Dengeu (DBD) dibandingkan daerah lainnya.
Selain karena kepadatan penduduk, juga disebabkan orang perkotaan lambat mengakses fasilitas kesehatan.
Kepala Bidang Pengendali Penyakit dan Masalah Lingkungan (P2MK) Dinas Kesehatan DIY, Daryanto Chadorie, mengatakan selama 2016 sampai Maret kemarin tercatat ada empat warga Kota Yogyakarta yang meninggal akibat DBD.
"Total ada sembilan, paling banyak di Kota Yogyakarta ada empat. Di Bantul, nol yang meninggal," katanya, Sabtu (16/4).
Wilayah geografis Kota Yogyakarta yang lebih kecil dibandingkan daerah lain, namun jumlah kependudukannya lebih padat. Risiko terkena ancaman penyakit pun tinggi di musim hujan ini.
"Kepadatan penduduk berpengaruh. Kan banyak yang urban. Dari Gunungkidul, Sleman, dan lainnya banyak yang tinggal di Kota Yogyakarta," ujarnya.
Selain itu juga masih banyak masyarakat kota yang terlambat mengakses fasilitas layanan kesehatan. Ketika sudah masuk stadium lanjut, baru dibawa ke rumah sakit. "Seharusnya kalau sudah demam begitu, lebih baik langsung diperiksakan," katanya.
Selain penyakit DBD, juga masyarakat diimbau untuk mewaspadai leptos, diare. Meski musim sudah mendekati masa pancaroba.
Tak hanya di musim hujan saja memang ancamannya. Menurut Novita Krisnaeni, Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Sleman, kasus DBD tetap ada di musim kemarau.
Akan tetapi memang kasusnya lebih sedikit. "Setiap musim harus tetap diwaspadai, meski nanti di musim kemarau pun," pungkasnya.
Selain karena kepadatan penduduk, juga disebabkan orang perkotaan lambat mengakses fasilitas kesehatan.
Kepala Bidang Pengendali Penyakit dan Masalah Lingkungan (P2MK) Dinas Kesehatan DIY, Daryanto Chadorie, mengatakan selama 2016 sampai Maret kemarin tercatat ada empat warga Kota Yogyakarta yang meninggal akibat DBD.
"Total ada sembilan, paling banyak di Kota Yogyakarta ada empat. Di Bantul, nol yang meninggal," katanya, Sabtu (16/4).
Wilayah geografis Kota Yogyakarta yang lebih kecil dibandingkan daerah lain, namun jumlah kependudukannya lebih padat. Risiko terkena ancaman penyakit pun tinggi di musim hujan ini.
"Kepadatan penduduk berpengaruh. Kan banyak yang urban. Dari Gunungkidul, Sleman, dan lainnya banyak yang tinggal di Kota Yogyakarta," ujarnya.
Selain itu juga masih banyak masyarakat kota yang terlambat mengakses fasilitas layanan kesehatan. Ketika sudah masuk stadium lanjut, baru dibawa ke rumah sakit. "Seharusnya kalau sudah demam begitu, lebih baik langsung diperiksakan," katanya.
Selain penyakit DBD, juga masyarakat diimbau untuk mewaspadai leptos, diare. Meski musim sudah mendekati masa pancaroba.
Tak hanya di musim hujan saja memang ancamannya. Menurut Novita Krisnaeni, Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Sleman, kasus DBD tetap ada di musim kemarau.
Akan tetapi memang kasusnya lebih sedikit. "Setiap musim harus tetap diwaspadai, meski nanti di musim kemarau pun," pungkasnya.
(nag)