'Raja Terakhir' Dicoret dari Keraton Kanoman

Senin, 29 Februari 2016 - 22:45 WIB
Raja Terakhir Dicoret...
'Raja Terakhir' Dicoret dari Keraton Kanoman
A A A
CIREBON - Setelah menunjukkan diri di depan publik, si 'Raja Terakhir' diketahui dicoret statusnya sebagai keturunan famili Keraton Kanoman Cirebon. Namun, penasihat hukum 'Raja Terakhir' menjelaskan, kliennya tengah menyelamatkan aset budaya yang tercecer.

Sebagaimana diketahui, seorang pria yang berdiam di Jalan Evakuasi, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Sunyaragi, Kota Cirebon, Jawa Barat, mengklaim dirinya telah diamanatkan Maharaja Kutai Mulawarman untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia.

Nama lengkap dan gelarnya Sri Baginda Raja Muhammad Abdullah Hasanudin dengan jabatan Kepala Adat Besar Purwaka Caruban Nagari Kerajaan Cirebon.

Dalam Maklumat Kepala Adat Besar Republik Indonesia dengan kepala surat Lembaga Adat Besar Republik Indonesia (LAB-RI), Hasanudin tercatat sebagai warga Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Maklumat tersebut menyatakan dirinya mendapat amanat dari Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza F W yakni Maharaja Kutai Mulawarman dengan jabatan Kepala Adat Besar Republik Indonesia.

Hasanudin pun mengaku sebagai keturunan Keraton Kanoman Cirebon. Namun, klaim itu tak dibenarkan keluarga besar Keraton Kanoman. Bahkan, klaimnya sebagai 'Raja Terakhir' membuat pihak Keraton Kanoman mencoret status Hasanudin sebagai keturunan famili keraton tersebut.

"Keraton Kanoman tak pernah mengakui Hasanudin sebagai Raja Diraja Pemersatu Kerajaan Nusantara, apalagi sampai mengaku dapat gelar itu dari Raja Mulawarman. Kami coret Hasanudin dari keturunan famili keraton," papar Pangeran Raja Mochammad Patih Qadiran dari Keraton Kanoman Cirebon, Senin (29/2/2016).

Meski begitu, dia tak menampik Hasanudin merupakan keturunan dari famili Keraton Kanoman. Hanya saja, pihaknya tak pernah mengakui adanya Raja Diraja atau Raja Terakhir Kerajaan Nusantara.

Dia pun mengaku heran dan mempertanyakan klaim Hasanudin. Menurutnya, pria tersebut hanya sebatas kerabat atau famili dari Keraton Kanoman dengan garis keturunan yang sama yakni Syekh Syarif Hidayatullah.

Dia menegaskan, tak dibenarkan bila ada anggota keluarga keraton menggunakan gelar tanpa dasar, apalagi sampai mengaku sebagai Raja Diraja atau Raja Terakhir.

"Pemakaian gelar tak bisa sembarangan, apalagi mengklaim gelar sebagai Raja Diraja atau Raja Terakhir," tandasnya.

Terpisah, pengakuan Hasanudin sebagai Raja Diraja Purwaka Caruban Nagari Kerajaan Cirebon dibela kuasa hukumnya, B Jokowitantri. Dia menjelaskan, julukan Sri Baginda Raja pada nama Hasanudin berdasarkan penghargaan dari Kerajaan Kutai Kertanegara Mulawarman bernama Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza F W sebagai Ketua LAB-RI.

"Sifat gelar hanya istilah adat, bukan pengertian gelar raja sebenarnya yang hendak mendirikan kerajaan menyaingi NKRI atau gerakan makar atau apa pun yang merugikan negara," terangnya.

LAB-RI merupakan organisasi masyarakat yang bertujuan menyelamatkan, mempertahankan aset seni dan budaya kerajaan se-Indonesia, khususnya Cirebon. Gerakannya tak lain menyelamatkan aset seni dan budaya kerajaan yang pernah ada di Indonesia.

Dia pun tak membenarkan isu yang mengabarkan keberadaan LAB-RI menyimpang, bahkan menyesatkan. Dia mengaku, tanggapan yang merebak di masyarakat mengenai LAB-RI itu telah meresahkan pihaknya.

"Ini bukan makar, tidak ada latihan militer, pengajian khusus, bahkan doktrinisasi. Mereka yang bergabung di LAB-RI pun bukan karena dipaksa," tegasnya.

Dia menjamin, keberadaan LAB-RI dengan Hasanudin sebagai salah seorang yang dipercaya Kerajaan Kutai Kertanegara tak mengganggu stabilitas daerah maupun nasional. Termasuk, tidak mengganggu keberadaan keraton di Indonesia, termasuk Cirebon yang masih aktif.

"Klien saya bukan sedang membangun kerajaan, ini cuma ormas. Keraton (Keraton Kanoman) juga tak terkait dengan aktivitas klien saya," katanya.

Dia mengatakan, tujuan Hasanudin hanya penyelamatan aset seni dan budaya seperti pengumpulan data aset kerajaan zaman lawas yang berkaitan dengan sejarah. Aset inilah, lanjutnya, yang konon tercecer di mana-mana sehingga harus dikumpulkan demi kelestarian budaya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1633 seconds (0.1#10.140)