Prasasti Hilangnya Dusun Kaum Sodom di Banjarnegara Ikut Lenyap (Bagian 2)

Sabtu, 20 Februari 2016 - 05:00 WIB
Prasasti Hilangnya Dusun Kaum Sodom di Banjarnegara Ikut Lenyap (Bagian 2)
Prasasti Hilangnya Dusun Kaum Sodom di Banjarnegara Ikut Lenyap (Bagian 2)
A A A
Cerita hilangnya Dusun Legetang, Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, sampai sekarang masih ada. Bahkan anak-anak muda sekitar desa setempat mengetahui cerita kejadian pada 16 April 1955, itu dari orangtua maupun kakek atau neneknya.

Konon, Dusun Legetang yang dikenal subur makmur dan kebanyakan bercocok tanam sebagai petani tembakau serta sayur-sayuran.

Di banding dengan desa maupun dusun lainnya, warganya berkecukupan. Namun, hanya dalam sekejap sebanyak 332 penduduk Dusun Legetang dan 19 orang tamu dari desa lain tewas karena longsornya Gunung Pengamun-amun yang jaraknya jauh dari dusun tersebut.

Untuk menyusuri bekas-bekas Dusun Legetang tersebut hanya melewati jalan setapak yang masih bebatuan.

Dulunya akses jalan tersebut hanya satu-satunya untuk menuju dusun tersebut, namun kini sering dilalui kendaraan milik petani maupun mobil mengangkut pupuk maupun hasil pertanian terutama kentang.

Kondisi jalan setapak tersebut, bila turun hujan jalan licin. Selain itu, jika mengendarai sepeda motor harus berhati-hati karena jalannya menanjak.

Kurang lebih 20 menit kemudian akan menemukan bangunan beton setinggi 10 meter berdiri kokoh. Bangunan beton tersebut berdiri di tengah-tengah lahan pertanian berada di sebelah kiri jalan.

“Itu prasasti yang ada sebagai bukti dulunya ada Dusun Legetang,” kata Tri Susanto (27) warga asal Pekasiran yang kini tinggal di Kaliputih, Sumberejo, Batur, saat mendampingi Koran SINDO menuju lokasi bekas dusun tersebut.

Dari jalan setapak tempat memarkir sepeda motor, menuju tugu beton tersebut hanya ditempuh jalan kaki kurang dari 10 menit.

Namun demikian, karena kondisinya baru saja turun sehingga perlu hati-hati. Untuk menuju tugu beton itu mendapatkan pemandangan lahan pertanian sayur-mayur dan tanaman kentang.

Dulunya pascakejadian longsor Gunung Pengamun-amun yang menghilangkan Dusun Legetang, pemerintah selain membangun tugu beton juga memasang prasasti terbuat dari bahan besi.

Prasasti tersebut kemudian di tempelkan di dinding beton tersebut bertuliskan huruf kapital dengan ejaan lama. Di mana dulunya bertuliskan: TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUN-AMUN PADA TG. 16/17-4-1955. “Lempengan tulisan sudah hilang, kemungkinan diambil orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” kata Tri.

H Mad Toyib (72) warga Kepakisan RT 02 RW 02, Desa Kepakisan mengatakan, tugu beton tersebut dulunya dibangun Pemkab Banjarnegara sebagai tanda pernah terjadinya longsor di Dusun di Legetang. “Saya sudah nggak ingat ya bangun Pak Bupati, siapa” kata Toyib.

Sekalipun dalam prasasti tertulis tewasnya 332 orang dan 19 tamu, Toyib menyebutkan ada 355 warga Dusun Legetang dan 13 tamu tewas dalam kejadian ketika itu.

Dari 13 tamu yang ikut tewas tersebut kebanyakan berprofesi sebagai pedagang baik meliputi pedagang pindang, rese, tongkol maupun pedagang atap rumah berbahan dedaunan.

“Mereka ini berjualan kemudian menginap, namun juga turut menjadi korban,” kata Toyib yang juga petani kentang, itu.

Diceritakan Toyib, dari peristiwa tersebut hanya dua orang yang selamat yakni Mbok Rana dan Parmi (keduanya merupakan istri Kepala Dusun Legetang, Rana).

Ketika itu, Kadus Legetang atau dikenal dengan sebutan bau memiliki 4 istri. Namun demikian, kedua orang tersebut kini telah meninggal, bahkan Parmi meninggalnya beberapa tahun lalu.

“Dari warga yang ada, tinggal hanya 2 orang yang selamat. Sedangkan lainnya terkubur di tanah dan setelah kejadian hanya sekitar 20 jasad yang ditemukan,” ujar Toyib, yang mengaku telah dua kali pergi berhaji dari hasil pertanian kentang.

Jasad yang ditemukan pascalongsoran, kemudian dimakamkan di dekat tugu beton, kebetulan tak jauh merupakan makam warga setempat.

Namun seiringnya waktu, prasasti yang dianggap sebagai dokumen di dinding tugu beton tersebut kini telah raib. Dan hilangnya prasasti tersebut tidak ada warga yang mengetahuinya.

Kepala Desa Pekasiran, Muhammad Fadlulloh menambahkan, longsoran tersebut terjadi pada 1955. Namun untuk jumlah korbannya, tak mengetahui secara pasti.

Bahkan, diperkirakan prasasti yang menempel di dinding tugu beton telah hilang 5 tahun lalu. “Kami kurang paham kehidupan warga Dusun Legetang. Kami tidak memiliki data mengenai kejadian tersebut,” katanya.

Hal serupa juga di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Bahkan, saat Koran SINDO bermaksud menanyakan kejadian 61 tahun silam tersebut, pengawai di Kecamatan Batur kebanyakan tidak mengetahui.

Selain itu, di kecamatan juga tidak memiliki data tentang kejadian Dusun Legetang. Namun demikian, kebanyakan mereka hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut. “Saya dengar cerita dari orang-orang saja,” ujar seorang pengawai kecamatan, saat itu.

Ingin tahu lanjutan kisah mengenai Dusun Legetang baca Cerita Pagi besok dengan judul Tengkorak Manusia Ditemukan di Ladang Bekas Dusun Kaum Sodom.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5730 seconds (0.1#10.140)