Proyek Rehabilitasi Jalan Digelembungkan hingga Rp2 miliar
A
A
A
BANTUL - Sejumlah rekanan pemerintah kabupaten (Pemkab) Bantul dipaksa mengembalikan kelebihan bayar dalam proyek yang mereka kerjakan.
Proyek yang paling disorot adalah pengerjaan rehabilitasi dan pembangunan jalan baru. Modus penggelembungan anggaran untuk mengerjakan proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) memang menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2015 yang sampai ke tangan DPRD Bantul awal pekan ini, BPK menemukan sejumlah proyek pembangunan jalan yang nilainya sudah dimark-up.
Nilai mark-up tersebut bahkan nilainya cukup besar karena mencapai hampir Rp2 miliar. Sejumlah ruas jalan uang telah direhablitasi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam dokumen tersebut Kepala Perwakilan BPK DIY Parna menyebutkan, BPK telah mereview dokumen realisasi fisik dan keuangan.
Tak hanya itu dokumen pengadaan, dokumen kontrak yang dijadakan landasan pengerjaan rehabilitasi jalan tersebut. Di dalam dokumen tersebut disebutkan dikumen contract change order (CCO) atau perubahan kontrak.
"BPK juga mencermati adendum, shop drawing (gambar kerja), as built drawing (gambar perbaikan), back up volume (data cadangan volume pekerjaan) dan lain-lain," paparnya dalam dokumen tersebut.
Semua dokumen tersebut oleh BPK lantas dilakukan croscek ke lapangan. Dengan melibatkan jasa penguji profesional dari Laboratoriun Jalan Raya Universitas Islam Indonesia (UII), BPK telah mengambil sampel benda uji inti pada jalan yang dibangun.
Pengambilan sampel tersebut menggunakan core drill alias bor inti untuk mengetahui ketebalan jalan. Hasil pengambilan sampel tersebut diuji di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementrian Pekerjaan Umum.
Dari hasil pengujian ternyata ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan.
Dengan kondisi yang ditemukan di lapangan tersebut, BPK menemukan kelebihan bayar untuk kegiatan pembangunan jalan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU).
BPK menghitung, proyek pembangunan atau rehabilitasi jalan tersebut nilainya telah dibengkakkan hingga Rp 1,9 miliar. "Kalau proyek jalannya hampir di semua kecamatan," ungkapnya.
Sejumlah rekanan harus mengembalikan kelebihan bayar yang telah diterima dari DPU. Nilai yang harus dikembalikan masing-masing rekanan berbeda satu sama lain.
Dalam LHP yang dirilis oleh BPK, kelebihan bayar di tiap proyek memang berbeda mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 161 juta. Total proyek jalan dan jembatan yang harus dikembalikan berada di 20 ruas.
Penjabat Bupati Bantul, Sigit Sapto Raharjo membantah jika kelebihan bayar tersebut merupakan korupsi.
Hal tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak sesuai yang dituangkan di atas kertas. Kelebihan bayar tersebut hanya persoalan administrasi yang tidak mengarah ke perilaku tindakan melawan hukum.
"Semua rekanan yang terlibat sudah kami perintahkan untuk mengembalikan kelebihan bayar tersebut," pungkasnya.
Proyek yang paling disorot adalah pengerjaan rehabilitasi dan pembangunan jalan baru. Modus penggelembungan anggaran untuk mengerjakan proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) memang menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2015 yang sampai ke tangan DPRD Bantul awal pekan ini, BPK menemukan sejumlah proyek pembangunan jalan yang nilainya sudah dimark-up.
Nilai mark-up tersebut bahkan nilainya cukup besar karena mencapai hampir Rp2 miliar. Sejumlah ruas jalan uang telah direhablitasi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam dokumen tersebut Kepala Perwakilan BPK DIY Parna menyebutkan, BPK telah mereview dokumen realisasi fisik dan keuangan.
Tak hanya itu dokumen pengadaan, dokumen kontrak yang dijadakan landasan pengerjaan rehabilitasi jalan tersebut. Di dalam dokumen tersebut disebutkan dikumen contract change order (CCO) atau perubahan kontrak.
"BPK juga mencermati adendum, shop drawing (gambar kerja), as built drawing (gambar perbaikan), back up volume (data cadangan volume pekerjaan) dan lain-lain," paparnya dalam dokumen tersebut.
Semua dokumen tersebut oleh BPK lantas dilakukan croscek ke lapangan. Dengan melibatkan jasa penguji profesional dari Laboratoriun Jalan Raya Universitas Islam Indonesia (UII), BPK telah mengambil sampel benda uji inti pada jalan yang dibangun.
Pengambilan sampel tersebut menggunakan core drill alias bor inti untuk mengetahui ketebalan jalan. Hasil pengambilan sampel tersebut diuji di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementrian Pekerjaan Umum.
Dari hasil pengujian ternyata ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan.
Dengan kondisi yang ditemukan di lapangan tersebut, BPK menemukan kelebihan bayar untuk kegiatan pembangunan jalan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU).
BPK menghitung, proyek pembangunan atau rehabilitasi jalan tersebut nilainya telah dibengkakkan hingga Rp 1,9 miliar. "Kalau proyek jalannya hampir di semua kecamatan," ungkapnya.
Sejumlah rekanan harus mengembalikan kelebihan bayar yang telah diterima dari DPU. Nilai yang harus dikembalikan masing-masing rekanan berbeda satu sama lain.
Dalam LHP yang dirilis oleh BPK, kelebihan bayar di tiap proyek memang berbeda mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 161 juta. Total proyek jalan dan jembatan yang harus dikembalikan berada di 20 ruas.
Penjabat Bupati Bantul, Sigit Sapto Raharjo membantah jika kelebihan bayar tersebut merupakan korupsi.
Hal tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak sesuai yang dituangkan di atas kertas. Kelebihan bayar tersebut hanya persoalan administrasi yang tidak mengarah ke perilaku tindakan melawan hukum.
"Semua rekanan yang terlibat sudah kami perintahkan untuk mengembalikan kelebihan bayar tersebut," pungkasnya.
(nag)