Pasien di Gunungkidul Ragu dengan Resep Obat BPJS
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Polemik pelayanan, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) tidak berhenti pada masalah rujukan saja. Namun obat yang diberikan bagi pasien juga meragukan untuk menyembuhkan pasien.
Salah seorang warga Dusun Saban, Desa Karangwuni, Rongkop Bekti Wibowo Suptinarso mengaku heran dengan pelayanan asuransi pemerintah tersebut.
Dari obat yang diberikan untuk istrinya sebagai pasien ternyata membuat penyakit yang diderita istrinya semakin meluas. Waktu itu istrinya menderita penyakit kulit seperti kadas namun bukan kadas.
Begitu menerima obat, serta dioleskan lanjutnya, justru membuat penyakitnya tambah parah.
Usaha untuk mencari rujukan ke dokter spesialis pun tidak didapatkan meskipun dirinya sudah empat kali datang ke puskesmas.
"Akhirnya saya putuskan membawa istri saya ke dokter spesialis, atas nasihat saudara," katanya.
Setelah mendapatkan perawatan dokter spesialis dengan biaya sendiri, istrinya pun lega. Hal ini karena penyakitnya berangsur membaik. "Dua hari dioleskan langsung terlihat perbedaaannya," imbuh dia.
Dia kemudian melihat obat yang diberikan puskesmas dengan dokter spesialis. Setelah dicek, ternyata ada perbedaan kandungan obat dari dua obat yang berasal dari dokter puskesmas dan dokter spesialis tersebut.
"Terus terang saya bingung. Apakah ini karena salah deteksi dokter puskesmas, atau memang obat dari BPJS hanya seperti itu," lanjut mantan Anggota KPU Gunungkidul ini.
Wakil Ketua DPRD Gunungkidul Supriyadi mengungkapkan, sudah banyak kasus pasien yang terkatung-katung lantaran peserta BPJS sering terlantar saat berobat.
Kondisi ini yang membuat koleganya juga berpikir ulang untuk ikut jaminan asuransi pemerintah meskipun sudah tidak ada lagi asuransi yang sebelumnya dicover pihak ketiga.
"Maksud kami semua jadi catatan. Perbaiki dulu pelayan pasien terutama pasien BPJS. Jadi kami juga lebih percaya dan mengikuti asuransi tersebut," katanya.
Menurutnya cerita pengobatan dan sistem rujukan yang berbelit-belit menjadi sebuah catatan besar yang harus dihilangkan.
Salah seorang warga Dusun Saban, Desa Karangwuni, Rongkop Bekti Wibowo Suptinarso mengaku heran dengan pelayanan asuransi pemerintah tersebut.
Dari obat yang diberikan untuk istrinya sebagai pasien ternyata membuat penyakit yang diderita istrinya semakin meluas. Waktu itu istrinya menderita penyakit kulit seperti kadas namun bukan kadas.
Begitu menerima obat, serta dioleskan lanjutnya, justru membuat penyakitnya tambah parah.
Usaha untuk mencari rujukan ke dokter spesialis pun tidak didapatkan meskipun dirinya sudah empat kali datang ke puskesmas.
"Akhirnya saya putuskan membawa istri saya ke dokter spesialis, atas nasihat saudara," katanya.
Setelah mendapatkan perawatan dokter spesialis dengan biaya sendiri, istrinya pun lega. Hal ini karena penyakitnya berangsur membaik. "Dua hari dioleskan langsung terlihat perbedaaannya," imbuh dia.
Dia kemudian melihat obat yang diberikan puskesmas dengan dokter spesialis. Setelah dicek, ternyata ada perbedaan kandungan obat dari dua obat yang berasal dari dokter puskesmas dan dokter spesialis tersebut.
"Terus terang saya bingung. Apakah ini karena salah deteksi dokter puskesmas, atau memang obat dari BPJS hanya seperti itu," lanjut mantan Anggota KPU Gunungkidul ini.
Wakil Ketua DPRD Gunungkidul Supriyadi mengungkapkan, sudah banyak kasus pasien yang terkatung-katung lantaran peserta BPJS sering terlantar saat berobat.
Kondisi ini yang membuat koleganya juga berpikir ulang untuk ikut jaminan asuransi pemerintah meskipun sudah tidak ada lagi asuransi yang sebelumnya dicover pihak ketiga.
"Maksud kami semua jadi catatan. Perbaiki dulu pelayan pasien terutama pasien BPJS. Jadi kami juga lebih percaya dan mengikuti asuransi tersebut," katanya.
Menurutnya cerita pengobatan dan sistem rujukan yang berbelit-belit menjadi sebuah catatan besar yang harus dihilangkan.
(nag)