CCTV Pemantau Merapi Terhalang Bendera Pendaki
A
A
A
YOGYAKARTA - Pendaki Gunung Merapi, Septian Anggara Putra dari Adventure 54 Salatiga memasang bendera di puncak Merapi. Sayangnya, bendera itu dipasang pada tiang yang ada pada alat pemantau aktivitas gunung dan menutup CCTV (closed circuit television) milik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).
Kepala BPPTKG I Gusti Made Agung Nandaka menyatakan, tiang yang dipasang di puncak Gunung Merapi itu bukan tiang bendera, tetapi tiang yang sangat penting dan mahal harganya karena merupakan alat pemantau aktivitas gunung.
"Ini pelajaran bagi para pendaki supaya tidak sembarangan melakukan pemasangan pada peralatan milik BPPTKG," katanya, Kamis (29/10/2015).
Selain Septian, ada tiga pendaki yang bersamanya dari komunitas yang sama saat pemasangan bendera bertuliskan Adventure 54 Salatiga itu.
Mereka juga melanggar peringatan supaya tidak mendaki sampai puncak. Sebab, aktivitas gunung itu membahayakan pendaki jika terlalu dekat demgan kawah. Posisi tiang pemantau itu memang sangat dekat dengan kawah.
Bendera yang dipasang itu berukuran 30x50 cm. Pemasangan itu sudah dilakukan pada 11 Oktober lalu. Bahkan, Septian berfoto dengan menunjuk bendera itu.
Pemantauan aktivitas Gunung Merapi dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya pemantauan visual dengan CCTV. Pemantauan ini sangat penting untuk mengetahui perubahan kondisi di puncak setiap saat secara real time.
Ia menegaskan, pendakian gunung itu hanya sampai di Pos Pasar Bubar. Jaraknya sekitar 1 kilometer di bawah puncak. Rambu-rambu larangan pendakian hingga puncak sudah dipasangi. Tetapi para pendaki tidak mengindahkannya.
Pada Selasa, 27 Oktober lalu, bendera yang menutupi CCTV diambil oleh Petugas Pemantau Gunung Api Pos Babadan Tri Mujiyanto. Di media sosial, foto Septian dengan latar belakang benderanya itu menjadi bahan cacian dan hujatan.
BPPTKG memasang 16 CCTV untuk memantau aktivitas Gunung Merapi, masing-masing satu di puncak dan Pasar Bubar serta 14 lainnya tersebar di beberapa sungai yang berhulu di Merapi. Pemantauan secara real time secara akurat dilakukan dari ruang Monitoring.
Septian yang terlihat ketakutan saat berada di kantor BPPTKG itu mengaku bersalah dan meminta maaf. Saat memasang bendera yang menjadi nama toko peralatan pendakian gunung miliknya itu, tidak ada yang menegur. Ia jalan sampai puncak karena ikut pendaki yang lainnya.
"Saya mohon maaf, tidak akan saya ulangi lagi. Saya benar-benar tidak tahu," jelasnya.
Pihak BPPTKG Yogyakarta sendiri sudah memberi ampun padanya. Berbeda yang dilakukan para relawan Merapi, mereka justru marah akibat perbuatan Septian.
"Kami tidak memaafkan, akan lapor polisi," kata Bakat Setiawan alias Lahar, relawan Barameru.
Sebab, kata dia, perbuatan Septian itu mengganggu pemantauan aktivitas gunung. Jika aktivitas vulkanik terganggu, bisa membahayakan masyarakat umum. Para relawan itu tidak bisa menahan kemarahan.
Bahkan, seusai menerima penjelasan dari BPPTKG soal pemantauan aktivitas gunung dan fungsi alat-alat seismik, saat Septian keluar dari kantor itu, para relawan justru menghukum dengan jalan jongkok. Tak disangka, salah satu relawan menendang pemuda itu dari belakang.
Kepala BPPTKG I Gusti Made Agung Nandaka menyatakan, tiang yang dipasang di puncak Gunung Merapi itu bukan tiang bendera, tetapi tiang yang sangat penting dan mahal harganya karena merupakan alat pemantau aktivitas gunung.
"Ini pelajaran bagi para pendaki supaya tidak sembarangan melakukan pemasangan pada peralatan milik BPPTKG," katanya, Kamis (29/10/2015).
Selain Septian, ada tiga pendaki yang bersamanya dari komunitas yang sama saat pemasangan bendera bertuliskan Adventure 54 Salatiga itu.
Mereka juga melanggar peringatan supaya tidak mendaki sampai puncak. Sebab, aktivitas gunung itu membahayakan pendaki jika terlalu dekat demgan kawah. Posisi tiang pemantau itu memang sangat dekat dengan kawah.
Bendera yang dipasang itu berukuran 30x50 cm. Pemasangan itu sudah dilakukan pada 11 Oktober lalu. Bahkan, Septian berfoto dengan menunjuk bendera itu.
Pemantauan aktivitas Gunung Merapi dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya pemantauan visual dengan CCTV. Pemantauan ini sangat penting untuk mengetahui perubahan kondisi di puncak setiap saat secara real time.
Ia menegaskan, pendakian gunung itu hanya sampai di Pos Pasar Bubar. Jaraknya sekitar 1 kilometer di bawah puncak. Rambu-rambu larangan pendakian hingga puncak sudah dipasangi. Tetapi para pendaki tidak mengindahkannya.
Pada Selasa, 27 Oktober lalu, bendera yang menutupi CCTV diambil oleh Petugas Pemantau Gunung Api Pos Babadan Tri Mujiyanto. Di media sosial, foto Septian dengan latar belakang benderanya itu menjadi bahan cacian dan hujatan.
BPPTKG memasang 16 CCTV untuk memantau aktivitas Gunung Merapi, masing-masing satu di puncak dan Pasar Bubar serta 14 lainnya tersebar di beberapa sungai yang berhulu di Merapi. Pemantauan secara real time secara akurat dilakukan dari ruang Monitoring.
Septian yang terlihat ketakutan saat berada di kantor BPPTKG itu mengaku bersalah dan meminta maaf. Saat memasang bendera yang menjadi nama toko peralatan pendakian gunung miliknya itu, tidak ada yang menegur. Ia jalan sampai puncak karena ikut pendaki yang lainnya.
"Saya mohon maaf, tidak akan saya ulangi lagi. Saya benar-benar tidak tahu," jelasnya.
Pihak BPPTKG Yogyakarta sendiri sudah memberi ampun padanya. Berbeda yang dilakukan para relawan Merapi, mereka justru marah akibat perbuatan Septian.
"Kami tidak memaafkan, akan lapor polisi," kata Bakat Setiawan alias Lahar, relawan Barameru.
Sebab, kata dia, perbuatan Septian itu mengganggu pemantauan aktivitas gunung. Jika aktivitas vulkanik terganggu, bisa membahayakan masyarakat umum. Para relawan itu tidak bisa menahan kemarahan.
Bahkan, seusai menerima penjelasan dari BPPTKG soal pemantauan aktivitas gunung dan fungsi alat-alat seismik, saat Septian keluar dari kantor itu, para relawan justru menghukum dengan jalan jongkok. Tak disangka, salah satu relawan menendang pemuda itu dari belakang.
(zik)