Rektor UGM Minta Jokowi Segera Tetapkan Darurat Bencana Kemanusiaan
A
A
A
Rektor Universitas Gajah Mada Prof Dwikorita Karnawati meminta Presiden Jokowi segera menetapkan kondisi darurat bencana kemanusiaan terkait kabut asap.
Sehingga ada upaya khusus untuk penurunan anggaran kondisi darurat dapat dilakukan baik di tingkat pusat dan daerah.
Menurutnya, Indonesia tengah mengalami bencana kemanusiaan, akibat kabut asap sehingga seluruh elemen masyarakat harus bersatu, bahu-membahu dan tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah. "Yang telah dilakukan sekarang belum cukup untuk mengatasi kondisi darurat," katanya, Sabtu (24/10/2015).
Mengatasi bencana kebakaran hutan, memang tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat. Dia mencontohkan bencana kebakaran hutan di Amerika Serikat yang apinya berada di permukaan tanah dan tidak kunjung padam.
"Apalagi di lahan gambut apinya ada di dalam tanah, baru padam kalau hujan turun menerus selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan," timpalnya.
Dia pun mengajak elemen masyarakat untuk membantu warga yang terkena dampak bencana asap dan kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Menurutnya, pemadaman titik sumber api di lahan gambut tidak bisa ditangani dalam waktu singkat, kecuali hujan turun.
Untuk menghindari jatuhnya korban, bisa dengan membantu melakukan evakuasi yang terdampak dan memberikan bantuan masker serta bantuan tabung oksigen bagi warga yang mengalami sesak napas.
"Jadi yang masih bisa kita lakukan adalah selamatkan warga di area terdampak, jangan biarkan mereka sesak nafas mengakhiri hayatnya, diprioritaskan membantu para anak, wanita dan lansia, juga difabel," kata rektor, Sabtu (24/10/2015).
Seharusnya, kata dia, perusahaan yang mengelola lahan gambut harus muncul di barisan terdepan dalam upaya penyelamatan warga yang menjadi korban. "Saatnya mereka menunjukkan tanggung jawabnya," katanya.
Rektor juga mengusulkan adanya evakuasi massal, seperti pada saat bencana Merapi dengan menggerakan TNI, PMI, SAR, BPBD maupun kepolisian.
Selain itu, perlu dibentuk sister province sehingga dapat menggerakan propinsi-propinsi yang aman dari kabut asap untuk ikut menampung warga yang dievakuasi.
"Para relawan yang membantu bisa lebih fokus terjun di lokasi evakuasi. Sedangkan di lokasi bencana asap bisa diserahkan TNI, BNPB, BPBD, PMI dan medis," urainya.
Kantor BNPB, bisa dijadikan sebagai krisis center yang dipantau langsung Presiden. Dari sana Presiden bisa terus memantau secara real time kondisi di lapangan, baik secara visual, spasial maupun digital.
"Krisis center yang terjalin baik dari pusat komando di BNPB hingga di lokasi terdampak dan lokasi evakuasi penampungan," tandasnya.
Sehingga ada upaya khusus untuk penurunan anggaran kondisi darurat dapat dilakukan baik di tingkat pusat dan daerah.
Menurutnya, Indonesia tengah mengalami bencana kemanusiaan, akibat kabut asap sehingga seluruh elemen masyarakat harus bersatu, bahu-membahu dan tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah. "Yang telah dilakukan sekarang belum cukup untuk mengatasi kondisi darurat," katanya, Sabtu (24/10/2015).
Mengatasi bencana kebakaran hutan, memang tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat. Dia mencontohkan bencana kebakaran hutan di Amerika Serikat yang apinya berada di permukaan tanah dan tidak kunjung padam.
"Apalagi di lahan gambut apinya ada di dalam tanah, baru padam kalau hujan turun menerus selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan," timpalnya.
Dia pun mengajak elemen masyarakat untuk membantu warga yang terkena dampak bencana asap dan kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Menurutnya, pemadaman titik sumber api di lahan gambut tidak bisa ditangani dalam waktu singkat, kecuali hujan turun.
Untuk menghindari jatuhnya korban, bisa dengan membantu melakukan evakuasi yang terdampak dan memberikan bantuan masker serta bantuan tabung oksigen bagi warga yang mengalami sesak napas.
"Jadi yang masih bisa kita lakukan adalah selamatkan warga di area terdampak, jangan biarkan mereka sesak nafas mengakhiri hayatnya, diprioritaskan membantu para anak, wanita dan lansia, juga difabel," kata rektor, Sabtu (24/10/2015).
Seharusnya, kata dia, perusahaan yang mengelola lahan gambut harus muncul di barisan terdepan dalam upaya penyelamatan warga yang menjadi korban. "Saatnya mereka menunjukkan tanggung jawabnya," katanya.
Rektor juga mengusulkan adanya evakuasi massal, seperti pada saat bencana Merapi dengan menggerakan TNI, PMI, SAR, BPBD maupun kepolisian.
Selain itu, perlu dibentuk sister province sehingga dapat menggerakan propinsi-propinsi yang aman dari kabut asap untuk ikut menampung warga yang dievakuasi.
"Para relawan yang membantu bisa lebih fokus terjun di lokasi evakuasi. Sedangkan di lokasi bencana asap bisa diserahkan TNI, BNPB, BPBD, PMI dan medis," urainya.
Kantor BNPB, bisa dijadikan sebagai krisis center yang dipantau langsung Presiden. Dari sana Presiden bisa terus memantau secara real time kondisi di lapangan, baik secara visual, spasial maupun digital.
"Krisis center yang terjalin baik dari pusat komando di BNPB hingga di lokasi terdampak dan lokasi evakuasi penampungan," tandasnya.
(sms)