Medan Dikepung Betor

Rabu, 16 September 2015 - 09:41 WIB
Medan Dikepung Betor
Medan Dikepung Betor
A A A
MEDAN - Keberadaan becak bermotor (betor) di Kota Medan benar-benar memprihatinkan. Jumlahnya yang setiap hari bertambah menjadi salah satu penyebab kesemrawutan Kota Medan.

Data yang dihimpun dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan sedikitnya ada 26.000 betor beroperasi di Kota Medan. Dari jumlah tersebut, sekitar 40% betor yang memang berada di wilayah Medan. Sementara 60% lainnya adalah betor dari luar kota seperti Kota Binjai dan Kabupaten Deliserdang.

Ironisnya, dari jumlah tersebut, banyak betor yang beroperasi tanpa memiliki izin speksi dan tidak memiliki kelengkapan surat, seperti STNK, plat nomor, dan kartu pengawas. Dishub Medan mengungkapkan, hanya sekitar 700- an betor yang baru memiliki kartu pengawas dan lulus uji speksi.

Kepala Seksi Angkutan Darat Dinas Perhubungan Kota Medan, Hendrik Ginting, menyebutkan, jumlah betor yang beroperasi itu merupakan plafon betor sejak 2004 lalu. Hingga saat ini, sebenarnya tidak ada penambahan betor. Bahkan, sudah banyak betor yang di Medan tidak beroperasi lagi.

Namun, karena betor dari luar kota banyak yang masuk ke Kota Medan, betor yang beroperasional di Medan jadi tampak begitu banyak. “Pengusaha betor yang dulunya punya 1.000 betor, sekarang tinggal 100-200 betor saja. Malah, betor yang dari luar Kota Medan yang lebih banyak beroperasi,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.

Disebutkan Hendrik, mengetahui banyak betor yang tidak memiliki izin dan kelengkapan surat-surat dari hasil pemeriksaan di jalan-jalan. Tidak hanya tanpa STNK dan izin speksi, banyak juga betor yang tidak memiliki plat nomor. Bahkan, ada betor yang sengaja memasang plat kuning palsu.

“Izin speksi dan STNK yang sudah mati juga banyak, tapi tidak diperpanjang. Yang begitu sebenarnya liar. Kami sering melakukan pemeriksaan, tapi ketika di lapangan kami susah menghadapi mereka. Nanti ditanya kenapa surat- suratnya tidak ada atau kenapa tidak diperpanjang, mereka beralasan tidak punya uang, penghasilannya hanya Rp20.000. Beli minyak saja susah. Petugas jadinya kasihan,” ujarnya.

Mengenai kartu pengawas, kata dia, pada dasarnya sudah memberikannya kepada betor yang beroperasi sejak 2004 lalu. Namun, sejak saat itu sampai saat ini pemilik betor banyak yang tidak melanjutkan lagi perpanjangan kartu pengawas dan melakukan uji speksi.

“Padahal, kartu pengawas ini diurus setahun sekali. Begitu pun izin trayeknya, lalu pengujian speksi enam bulan sekali. Tapi mereka tidak mau lagi mengurusnya. Padahal, di samping tidak punya surat, kalau diperhatikan betor yang dibawanya memang tidak layak. Misalnya sepeda motor bebek yang speknya rendah atau di bawah 100 cc,” ucapnya.

Hendrik menambahkan, karena kondisi yang sulit, tidak lagi menambah plafon becak bermotor di Medan. “Tidak kami tambah karena jumlahnya memang sudah sangat banyak,” ucapnya. Sementara itu, Pengamat Transportasi, Bhakti Alamsyah menilai, memang persoalan betor sangat dilematis.

Tapi di lain pihak mereka mencari nafkah di negara yang memiliki aturan. “Memang aturan mempersempit ruang gerak mereka, tapi bagaimana pun aturan itu harus dipatuhi. Sebab, kita mencari nafkah di negara yang punya aturan. Saya melihat, secara mental mereka tidak dewasa menerima aturan,” paparnya. Padahal, kata dia, aturan itulah yang akan melindungi dan menyelamatkan mereka. Kalau mereka tidak punya surat-surat, betor yang berplat kuning pasti merasa tergusur.

Menurutnya, selain badan usaha yang menaungi becak bermotor yang harus aktif menyosialisasikan kemudahan yang akan didapat jika bergabung di badan usaha, Dishub Medan juga perlu mengoptimalkan penertiban untuk mendorong penarik betor agar mau uji speksi dan mengurus kartu pengawasnya.

Eko agustyo fb
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6153 seconds (0.1#10.140)