Tetap Lestari di Tengah Gempuran Budaya Luar
A
A
A
SUMEDANG - Seakan ditelan zaman, pagelaran-pagelaran seni Sunda, khususnya pagelaran kesenian buhun mulai ditinggalkan dan jarang diminati.
Generasi muda masa kini lebih mengenal piano ketimbang gamelan. Namun hal itu tidak berlaku bagi pagelaran kesenian Goong Renteng. Pagelaran Seni Pusaka Langgeng khas Sumedang yang merupakan peninggalan Prabu Geusan Ulun ini telah ada sejak 1578 dan tetap eksis.
“Pagelaran Goong Renteng ini merupakan cikal bakal peninggalan Prabu Geusan Ulun pada tahun 1578 sampai akhir 1601 kemudian tetap dilestarikan oleh Pangeran Kornel sebagai generasi kedua dan hingga saat ini secara turuntemurun tetap terjaga kelestariannya,” ujar pimpinan Seni Pusaka Langgeung Goong Renteng, Soma, 60, kepada KORAN SINDO.
Hingga saat ini, kata dia, bersama ketujuh belas orang anggota paguyuban seni Goong Renteng asuhan Aki Oom di Dusun Ciwaru RT 05/04, Desa/Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, ini hampir setiap minggu rutin dan selalu ada yang menanggap pagelaran goong renteng. “Hampir setiap minggu ada saja yang nanggap, entah itu untuk acara ritualan, hajatan, ruat lokat maupun ruat pengantin. Dan tidak hanya di Sumedang saja, hampir ke semua wilayah yang ada di Jawa Barat juga pernah seperti ke Jonggol, Bogor, hingga di Jakarta juga pernah mentas,” tuturnya.
Uniknya, kata Soma, setiap kali kesenian goong renteng ini dipentaskan selalu saja ada yang kesurupan. Hal ini karena pada saat gamelan ditabuh alat musik gamelan yang merupakan sumber suara yang paling tua yang ada di tatar Sunda ini seakan mengundang mereka yang punya paham maupun keilmuan masing-masing untuk ngibingdan mereka terbawa larut dalam irama gamelan. Sehingga seolaholah mendatangkan sesuatu yang mereka pahami dan mereka yakini keilmuannya.
“Irama gamelan yang ditabuh seakan membawa mereka (yang ngibing) larut dalam ritme gamelan, sehingga seakan mendatangkan apa yang mereka pahami maupun apa yang mereka yakini berdasarkan keilmuan mereka masing-masing. Dan setiap kali mentas dimanapun itu tempatnya pasti ada kejadian mereka yang kesurupan. Tapi itu sesaat saja, pada saat gamelan dihentikan mereka akan kembali dalam kesadarannya masingmasing,” katanya.
AAM AMINULLAH
Generasi muda masa kini lebih mengenal piano ketimbang gamelan. Namun hal itu tidak berlaku bagi pagelaran kesenian Goong Renteng. Pagelaran Seni Pusaka Langgeng khas Sumedang yang merupakan peninggalan Prabu Geusan Ulun ini telah ada sejak 1578 dan tetap eksis.
“Pagelaran Goong Renteng ini merupakan cikal bakal peninggalan Prabu Geusan Ulun pada tahun 1578 sampai akhir 1601 kemudian tetap dilestarikan oleh Pangeran Kornel sebagai generasi kedua dan hingga saat ini secara turuntemurun tetap terjaga kelestariannya,” ujar pimpinan Seni Pusaka Langgeung Goong Renteng, Soma, 60, kepada KORAN SINDO.
Hingga saat ini, kata dia, bersama ketujuh belas orang anggota paguyuban seni Goong Renteng asuhan Aki Oom di Dusun Ciwaru RT 05/04, Desa/Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, ini hampir setiap minggu rutin dan selalu ada yang menanggap pagelaran goong renteng. “Hampir setiap minggu ada saja yang nanggap, entah itu untuk acara ritualan, hajatan, ruat lokat maupun ruat pengantin. Dan tidak hanya di Sumedang saja, hampir ke semua wilayah yang ada di Jawa Barat juga pernah seperti ke Jonggol, Bogor, hingga di Jakarta juga pernah mentas,” tuturnya.
Uniknya, kata Soma, setiap kali kesenian goong renteng ini dipentaskan selalu saja ada yang kesurupan. Hal ini karena pada saat gamelan ditabuh alat musik gamelan yang merupakan sumber suara yang paling tua yang ada di tatar Sunda ini seakan mengundang mereka yang punya paham maupun keilmuan masing-masing untuk ngibingdan mereka terbawa larut dalam irama gamelan. Sehingga seolaholah mendatangkan sesuatu yang mereka pahami dan mereka yakini keilmuannya.
“Irama gamelan yang ditabuh seakan membawa mereka (yang ngibing) larut dalam ritme gamelan, sehingga seakan mendatangkan apa yang mereka pahami maupun apa yang mereka yakini berdasarkan keilmuan mereka masing-masing. Dan setiap kali mentas dimanapun itu tempatnya pasti ada kejadian mereka yang kesurupan. Tapi itu sesaat saja, pada saat gamelan dihentikan mereka akan kembali dalam kesadarannya masingmasing,” katanya.
AAM AMINULLAH
(ftr)