Pemkab Takut Salah Kelola
A
A
A
BREBES - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Brebes masih belum memastikan kapan penyaluran dana desa. Pemkab berdalih masih menyusun penjabaran petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana agar desa tidak salah dalam mengelola.
Kasubid Penguatan Kelembagaan Masyarakat Darmawan mengatakan, Pemkab menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana desa agar tidak muncul masalah di kemudian hari. “Saat ini penyaluran dana desa masih dalam proses karena kita berupaya untuk hati-hati,” ujar Darmawan kepada KORAN SINDO kemarin.
Petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak) pengelolaan dana desa yang diterima dari pusat masih bersifat umum. Untuk itu, masih perlu disertai dengan panduan yang lebih detail agar kepala desa benar- benar memahami aturan tentang pengelolaan dana desa. “Aturan yang kita terima dari kementerian masih skala umum. Kalau itu langsung diterapkan ke desa, sama saja mengorbankan desa,” ucapnya.
Menurut Darmawan, pengelolaan dana desa memiliki sejumlah risiko yang bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, proses penyaluran dan penggunaannya harus benar-benar memperhatikan aturan yang ditetapkan.
Beberapa ketentuan tersebut di antaranya, sebelum dicairkan kepala desa harus melakukan perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Laporan Pertanggungjawaban Keuangan (LPK) dan RAPBDes. kegiatan yang akan dilakukan dengan menggunakan dana desa harus dicantumkan dalam ketiga dokumen tersebut.
“Perubahan RPJM, LPK, dan APBDes itu harus dilakukan karena penyusunannya kan sebelum ada dana desa. Jadi harus diubah dulu. Apa yang akan dilakukan dengan dana desa harus dicantumkan,” papar Darmawan. Dia mengakui Brebes merupakan salah satu kabupaten yang terbilang terlambat menyalurkan dana desa.
Hal ini tidak masalah asalkan desa benar- benar mengerti aturan pengelolaan dana desa. “Beberapa kabupaten lain memang cepat menyalurkan, tapi ternyata setelah dicairkan mereka tidak tahu mau diapakan dana desa itu. Malah ada yang sudah jadi temuan. Nah , kita tidak mau seperti itu. Kita inginnya melindungi desa,” paparnya.
Meski demikian, Darmawan menolak jika aturan dari pusat yang masih bersifat umum disebut sebagai kendala bagi pemerintah daerah untuk segera menyalurkan dana desa. Dia menilai hal ini wajar mengingat dana desa merupakan program baru. “Kita tidak menyalahkan pusat atau menganggap ini kendala. Tapi prinsipnya lebih hati-hati,” tandasnya.
Disinggung terkait kepastian waktu penyaluran ke desa, Darmawan memperkirakan dana sudah diterima desa dalam waktu tiga bulan kedepan. Selain masih menunggu proses pemenuhan persyaratan pencairan dana, juga menunggu pelaksanaan bimbingan teknis (bintek) lanjutan. “Misalnya September ini tahap pertama sebesar 40%, disusul dua minggu selanjutnya tahap kedua 40%, dan tahap terakhir 20%. Selesai dalam tiga bulan,” ujarnya.
Ketua Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Losari Marjuki menerangkan, pencairan dana desa seharusnya sudah mulai dilakukan sejak April karena ada tiga tahap pencarian. Dia menilai keterlambatan lebih disebabkan proses penyaluran dari pemkab yang lama. “Pencarian kan tiga tahap. Tahap pertama sebesar pada April, tahap kedua pada Agustus, dan tahap ketiga Oktober. Nah , ini tahap pertama saja belum, apalagi tahap selanjutnya,” kata Marjuki kemarin.
Marjuki juga menyoroti juknis dan juklak yang dinilainya terlalu rumit. Pasalnya, dalam juknis dan juklak salah satu persyaratan pencairan harus melampirkan perubahan RPJM, LPK, dan RAPBDes.
“Mestinya tidak semua desa. Ini menurut saya terlalu ribet. Dari pusat memang menyaratkan itu, tapi kan tidak berarti semua desa. Bagi desa yang sudah jauh-jauh hari tahu akan ada dana desa dan mencantumkan dalam RAPBDes tentu tidak usah mengubah. Apalagi penyusunannya kan melalui musdes (musyawarah desa), kalau harus diubah nanti prosesnya lebih lama lagi,” katanya.
Marjuki menegaskan, prinsipnya para kepala desa sudah siap mengelola dana desa asalkan juklak dan juknisnya jelas dan tidak terlalu banyak penafsiran kembali yang justru bisa membuat bingung. Dia juga mengharapkan bintek yang akan digelar benar-benar menghadirkan narasumber yang kompeten dan tidak berlangsung singkat.
“Bagi kami, kalau ada dana desa ya kita laksanakan, tidak ada ya tidak ada, ya tidak kita laksanakan. Itu saja. Tapi masalahnya masyarakat kan sudah tahu ada program dana desa sehingga otomatis mereka akan mempertanyakan realisasinya ke desa,” katanya.
Kepala Desa Kupu, Kecamatan Wanasari, Tobari juga menyatakan kesiapan pemerintah desa yang dipimpinnya untuk mengelola dana desa asalkan juklak dan juknisnya jelas. “Kami, desa ya siap saja. Wong dana yang akan dicairkan juga kecil, Rp300 juta per desa. Tidak sampai miliaran,” ujarnya.
Untuk diketahui, total dana desa yang sudah diterima Pemkab Brebes Rp94,5 miliar. Dana tersebut akan dikucurkan ke 292 desa. Rata-rata tiap desa nantinya akan menerima total sekitar Rp300 juta. Sebagai persiapan proses pencairan, pemkab sudah bekerja sama dengan Bank Jateng Cabang Brebes untuk pembuatan rekening khusus pemerintah desa yang akan digunakan untuk menyimpan dana desa.
Terhambat Administrasi
Kondisi serupa juga terjadi di Sukoharjo. Memasuki September ini, dana desa yang bersumber dari APBN belum ada yang cair ke pemerintah desa. Dana desa senilai Rp43 miliar masih ngendon di kas daerah. Terhambatnya pencairan dana desa dikarenakan masalah administrasi khususnya tentang penyusunan APBDes.
Kasubbag Kelembagaan dan Pemerintahan Desa Bagian Pemerintahan Desa Pemkab Sukoharjo Arifin Ibnu menjelaskan, Agustus lalu masih ada 20 desa yang belum menyelesaikan penyusunan APBDes. Padahal, APBDes tersebut menjadi salah satu syarat utama pencairan dana desa. Saat ini tinggal dua desa yang belum menyelesaikannya. “Tinggal dua desa saja yang belum menyelesaikan APBDes. Untuk yang 18 desa sudah selesai,” ucapnya.
Arifin mengatakan, dua desa tersebut masing-masing Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura; dan Desa Bulu, Kecamatan Polokarto. Belum selesainya APBDes di dua desa tersebut dikarenakan ada kendala administrasi dan persoalan internal di desa tersebut. Untuk itu, dua desa tersebut diminta segera menyusun APBDes.
Camat Kartasura Bahtiyar Zunan membenarkan satu desa di wilayahnya masih bermasalah terkait APBDes. Selama ini kecamatan sudah berulang kali melakukan sosialisasi dan mediasi agar persoalan di Desa Kertonatan segera diselesaikan. “Kami akan terus mencoba menyelesaikan masalah di Kertonatan, toh kalau selesai dan dana desa cair itu dipergunakan demi kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Plt Bupati Sukoharjo Agus Santosa mengatakan, dua desa itu sedang bermasalah sehingga APBDes belum bisa diselesaikan. “Tinggal dua desa saja yang bermasalah, sedangkan lainnya sudah beres dan menunggu proses pencairan dana desa,” katanya. Agus juga menyatakan, saat ini dana desa Rp43 miliar sudah masuk ke kas daerah beberapa waktu lalu.
Hanya, pencairan tidak bisa langsung dilakukan karena harus dibuat peraturan bupati (perbup) yang mengatur tentang dana desa tersebut. Saat ini sudah ada tiga perbup yang khusus mengatur dana desa sehingga dana desa bisa segera dicairkan oleh desa yang sudah memenuhi persyaratan.
Tergantung Kesiapan Desa
Sementara itu, penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2015 untuk 208 desa di Kabupaten Semarang sudah memasuki tahap dua. Cepat-tidaknya penyaluran tersebut tergantung dari kemampuan desa dalam menyiapkan persyaratan yang ditentukan.
“Tahap pertama sudah kami transfer semua mulai awal Juli lalu. Nah untuk tahap dua sudah transfer secara bertahap ke 120 desa penerima, sejak akhir Agustus,” ungkap Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Bapermasdes) Kabupaten Semarang Yoseph Bambang Tri Hardjono kemarin.
Penerimaan Dana Desa terbagi dalam tiga tahap, tahap pertama pada Mei sebanyak 40%, Agustus 40%, dan 20% sisanya akan dikirim pemerintah pusat pada Oktober mendatang.
Farid firdaus/ Sumarno/Agus joko
Kasubid Penguatan Kelembagaan Masyarakat Darmawan mengatakan, Pemkab menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana desa agar tidak muncul masalah di kemudian hari. “Saat ini penyaluran dana desa masih dalam proses karena kita berupaya untuk hati-hati,” ujar Darmawan kepada KORAN SINDO kemarin.
Petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak) pengelolaan dana desa yang diterima dari pusat masih bersifat umum. Untuk itu, masih perlu disertai dengan panduan yang lebih detail agar kepala desa benar- benar memahami aturan tentang pengelolaan dana desa. “Aturan yang kita terima dari kementerian masih skala umum. Kalau itu langsung diterapkan ke desa, sama saja mengorbankan desa,” ucapnya.
Menurut Darmawan, pengelolaan dana desa memiliki sejumlah risiko yang bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena itu, proses penyaluran dan penggunaannya harus benar-benar memperhatikan aturan yang ditetapkan.
Beberapa ketentuan tersebut di antaranya, sebelum dicairkan kepala desa harus melakukan perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Laporan Pertanggungjawaban Keuangan (LPK) dan RAPBDes. kegiatan yang akan dilakukan dengan menggunakan dana desa harus dicantumkan dalam ketiga dokumen tersebut.
“Perubahan RPJM, LPK, dan APBDes itu harus dilakukan karena penyusunannya kan sebelum ada dana desa. Jadi harus diubah dulu. Apa yang akan dilakukan dengan dana desa harus dicantumkan,” papar Darmawan. Dia mengakui Brebes merupakan salah satu kabupaten yang terbilang terlambat menyalurkan dana desa.
Hal ini tidak masalah asalkan desa benar- benar mengerti aturan pengelolaan dana desa. “Beberapa kabupaten lain memang cepat menyalurkan, tapi ternyata setelah dicairkan mereka tidak tahu mau diapakan dana desa itu. Malah ada yang sudah jadi temuan. Nah , kita tidak mau seperti itu. Kita inginnya melindungi desa,” paparnya.
Meski demikian, Darmawan menolak jika aturan dari pusat yang masih bersifat umum disebut sebagai kendala bagi pemerintah daerah untuk segera menyalurkan dana desa. Dia menilai hal ini wajar mengingat dana desa merupakan program baru. “Kita tidak menyalahkan pusat atau menganggap ini kendala. Tapi prinsipnya lebih hati-hati,” tandasnya.
Disinggung terkait kepastian waktu penyaluran ke desa, Darmawan memperkirakan dana sudah diterima desa dalam waktu tiga bulan kedepan. Selain masih menunggu proses pemenuhan persyaratan pencairan dana, juga menunggu pelaksanaan bimbingan teknis (bintek) lanjutan. “Misalnya September ini tahap pertama sebesar 40%, disusul dua minggu selanjutnya tahap kedua 40%, dan tahap terakhir 20%. Selesai dalam tiga bulan,” ujarnya.
Ketua Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Losari Marjuki menerangkan, pencairan dana desa seharusnya sudah mulai dilakukan sejak April karena ada tiga tahap pencarian. Dia menilai keterlambatan lebih disebabkan proses penyaluran dari pemkab yang lama. “Pencarian kan tiga tahap. Tahap pertama sebesar pada April, tahap kedua pada Agustus, dan tahap ketiga Oktober. Nah , ini tahap pertama saja belum, apalagi tahap selanjutnya,” kata Marjuki kemarin.
Marjuki juga menyoroti juknis dan juklak yang dinilainya terlalu rumit. Pasalnya, dalam juknis dan juklak salah satu persyaratan pencairan harus melampirkan perubahan RPJM, LPK, dan RAPBDes.
“Mestinya tidak semua desa. Ini menurut saya terlalu ribet. Dari pusat memang menyaratkan itu, tapi kan tidak berarti semua desa. Bagi desa yang sudah jauh-jauh hari tahu akan ada dana desa dan mencantumkan dalam RAPBDes tentu tidak usah mengubah. Apalagi penyusunannya kan melalui musdes (musyawarah desa), kalau harus diubah nanti prosesnya lebih lama lagi,” katanya.
Marjuki menegaskan, prinsipnya para kepala desa sudah siap mengelola dana desa asalkan juklak dan juknisnya jelas dan tidak terlalu banyak penafsiran kembali yang justru bisa membuat bingung. Dia juga mengharapkan bintek yang akan digelar benar-benar menghadirkan narasumber yang kompeten dan tidak berlangsung singkat.
“Bagi kami, kalau ada dana desa ya kita laksanakan, tidak ada ya tidak ada, ya tidak kita laksanakan. Itu saja. Tapi masalahnya masyarakat kan sudah tahu ada program dana desa sehingga otomatis mereka akan mempertanyakan realisasinya ke desa,” katanya.
Kepala Desa Kupu, Kecamatan Wanasari, Tobari juga menyatakan kesiapan pemerintah desa yang dipimpinnya untuk mengelola dana desa asalkan juklak dan juknisnya jelas. “Kami, desa ya siap saja. Wong dana yang akan dicairkan juga kecil, Rp300 juta per desa. Tidak sampai miliaran,” ujarnya.
Untuk diketahui, total dana desa yang sudah diterima Pemkab Brebes Rp94,5 miliar. Dana tersebut akan dikucurkan ke 292 desa. Rata-rata tiap desa nantinya akan menerima total sekitar Rp300 juta. Sebagai persiapan proses pencairan, pemkab sudah bekerja sama dengan Bank Jateng Cabang Brebes untuk pembuatan rekening khusus pemerintah desa yang akan digunakan untuk menyimpan dana desa.
Terhambat Administrasi
Kondisi serupa juga terjadi di Sukoharjo. Memasuki September ini, dana desa yang bersumber dari APBN belum ada yang cair ke pemerintah desa. Dana desa senilai Rp43 miliar masih ngendon di kas daerah. Terhambatnya pencairan dana desa dikarenakan masalah administrasi khususnya tentang penyusunan APBDes.
Kasubbag Kelembagaan dan Pemerintahan Desa Bagian Pemerintahan Desa Pemkab Sukoharjo Arifin Ibnu menjelaskan, Agustus lalu masih ada 20 desa yang belum menyelesaikan penyusunan APBDes. Padahal, APBDes tersebut menjadi salah satu syarat utama pencairan dana desa. Saat ini tinggal dua desa yang belum menyelesaikannya. “Tinggal dua desa saja yang belum menyelesaikan APBDes. Untuk yang 18 desa sudah selesai,” ucapnya.
Arifin mengatakan, dua desa tersebut masing-masing Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura; dan Desa Bulu, Kecamatan Polokarto. Belum selesainya APBDes di dua desa tersebut dikarenakan ada kendala administrasi dan persoalan internal di desa tersebut. Untuk itu, dua desa tersebut diminta segera menyusun APBDes.
Camat Kartasura Bahtiyar Zunan membenarkan satu desa di wilayahnya masih bermasalah terkait APBDes. Selama ini kecamatan sudah berulang kali melakukan sosialisasi dan mediasi agar persoalan di Desa Kertonatan segera diselesaikan. “Kami akan terus mencoba menyelesaikan masalah di Kertonatan, toh kalau selesai dan dana desa cair itu dipergunakan demi kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Plt Bupati Sukoharjo Agus Santosa mengatakan, dua desa itu sedang bermasalah sehingga APBDes belum bisa diselesaikan. “Tinggal dua desa saja yang bermasalah, sedangkan lainnya sudah beres dan menunggu proses pencairan dana desa,” katanya. Agus juga menyatakan, saat ini dana desa Rp43 miliar sudah masuk ke kas daerah beberapa waktu lalu.
Hanya, pencairan tidak bisa langsung dilakukan karena harus dibuat peraturan bupati (perbup) yang mengatur tentang dana desa tersebut. Saat ini sudah ada tiga perbup yang khusus mengatur dana desa sehingga dana desa bisa segera dicairkan oleh desa yang sudah memenuhi persyaratan.
Tergantung Kesiapan Desa
Sementara itu, penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2015 untuk 208 desa di Kabupaten Semarang sudah memasuki tahap dua. Cepat-tidaknya penyaluran tersebut tergantung dari kemampuan desa dalam menyiapkan persyaratan yang ditentukan.
“Tahap pertama sudah kami transfer semua mulai awal Juli lalu. Nah untuk tahap dua sudah transfer secara bertahap ke 120 desa penerima, sejak akhir Agustus,” ungkap Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Bapermasdes) Kabupaten Semarang Yoseph Bambang Tri Hardjono kemarin.
Penerimaan Dana Desa terbagi dalam tiga tahap, tahap pertama pada Mei sebanyak 40%, Agustus 40%, dan 20% sisanya akan dikirim pemerintah pusat pada Oktober mendatang.
Farid firdaus/ Sumarno/Agus joko
(ftr)