Biaya Pemeliharaan Tanaman Cabai Membengkak
A
A
A
CIAMIS - Petani cabai di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, menjerit, menyusul mem bengkaknya biaya pemeliharaan tanaman.
Saat musim kemarau seperti sekarang, biaya pemeliharaan bisa men capai sekitar Rp 500.000/ hektare. Selain itu, luas areal tanam pun menyusut seiring ter ba tasnya pasokan air. Dalam kondisi normal, artinya saat pasokan air bagus, di kecamatan Sukamatri bia sanya mencapai 200 hektare. Namun, ketika kemarau datang luas tanam cabai menyusut hing ga menjadi 60 hektare. Itu pun hanya lahan yang dekat dengan sumber-sumber air.
Selebihnya, petani berhenti mena nam cabai sebagai antisipasi ga gal panen. “Petani memilih tidak menanm dari pada harus me ngeluarkan biaya yang banyak dan tenaga lebih. Sehingga dampaknya biaya produksi membengkak,” kata Ketua Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia Wilayah Kabupaten Ciamis Pipin Arif Apilin, kemarin.
Jika dihitung, terang dia, biaya operasional satu kali panen sekarang mencapai Rp90 juta/ hektare, padahal idealnya an tara Rp60 juta-Rp70 juta/ hektare. Dengan begitu sangatlah memberatkan petani. Apalagi, masa panen normal hanya pada lahan-lahan yang dekat dengan sumber air. “Produksi cabai belakangan ini hanya 10 ton, padahal biasanya bisa di atas 15 ton.,” ujarnya.
Pipin menyebutkan, ihwal harga jual, untuk cabai merah ber kisar Rp23.000/kg, sedangkan cabai rawit merah berkisar antara Rp46.000/kg. Menurut dia, kterlam abat an penangan ikut memerparah kondisi saat ini. Musim kemarau sudah biasa terjadi tiap tahun, tapi pembengkakan biaya, serta menyusutan areal tanam tak terantisipasi.
Meskipun ada bantuan pompa dari pemerintah, namun biasanya diberikan di akhir musim kemarau. Sehingga bantuan ter sebut tidak dirasakan manfatanya ba gi para petani. Seharusnya tidak hanya pompa, lanjut dia, petani cabai jus tru lebih membutuhkan ban tuan berupa pipanisasi untuk mengalirkan air dari sumber air ke areal tanaman.
Sebenarnya, di Sukamantri sendiri masih memiliki sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk mengair semua areal tanaman cabai. “Sumber air masih banyak. Kalau semuanya ditanggung petani, biaya produksi jadi membengkak. Lokasi dari sumber air ke lahan pertanian sangatlah jauh. Tidak bisa hanya mengandalkan pompa,” ucap nya.
Anthika asamara
Saat musim kemarau seperti sekarang, biaya pemeliharaan bisa men capai sekitar Rp 500.000/ hektare. Selain itu, luas areal tanam pun menyusut seiring ter ba tasnya pasokan air. Dalam kondisi normal, artinya saat pasokan air bagus, di kecamatan Sukamatri bia sanya mencapai 200 hektare. Namun, ketika kemarau datang luas tanam cabai menyusut hing ga menjadi 60 hektare. Itu pun hanya lahan yang dekat dengan sumber-sumber air.
Selebihnya, petani berhenti mena nam cabai sebagai antisipasi ga gal panen. “Petani memilih tidak menanm dari pada harus me ngeluarkan biaya yang banyak dan tenaga lebih. Sehingga dampaknya biaya produksi membengkak,” kata Ketua Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia Wilayah Kabupaten Ciamis Pipin Arif Apilin, kemarin.
Jika dihitung, terang dia, biaya operasional satu kali panen sekarang mencapai Rp90 juta/ hektare, padahal idealnya an tara Rp60 juta-Rp70 juta/ hektare. Dengan begitu sangatlah memberatkan petani. Apalagi, masa panen normal hanya pada lahan-lahan yang dekat dengan sumber air. “Produksi cabai belakangan ini hanya 10 ton, padahal biasanya bisa di atas 15 ton.,” ujarnya.
Pipin menyebutkan, ihwal harga jual, untuk cabai merah ber kisar Rp23.000/kg, sedangkan cabai rawit merah berkisar antara Rp46.000/kg. Menurut dia, kterlam abat an penangan ikut memerparah kondisi saat ini. Musim kemarau sudah biasa terjadi tiap tahun, tapi pembengkakan biaya, serta menyusutan areal tanam tak terantisipasi.
Meskipun ada bantuan pompa dari pemerintah, namun biasanya diberikan di akhir musim kemarau. Sehingga bantuan ter sebut tidak dirasakan manfatanya ba gi para petani. Seharusnya tidak hanya pompa, lanjut dia, petani cabai jus tru lebih membutuhkan ban tuan berupa pipanisasi untuk mengalirkan air dari sumber air ke areal tanaman.
Sebenarnya, di Sukamantri sendiri masih memiliki sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk mengair semua areal tanaman cabai. “Sumber air masih banyak. Kalau semuanya ditanggung petani, biaya produksi jadi membengkak. Lokasi dari sumber air ke lahan pertanian sangatlah jauh. Tidak bisa hanya mengandalkan pompa,” ucap nya.
Anthika asamara
(ftr)