Sponsorship Termasuk Dana Hibah

Selasa, 08 September 2015 - 08:36 WIB
Sponsorship Termasuk Dana Hibah
Sponsorship Termasuk Dana Hibah
A A A
SEMARANG - Bantuan dana dari pihak ketiga atau disebut sponsorship dalam sebuah kegiatan yang diadakan oleh pemerintah daerah merupakan salah satu sumber keuangan negara dan termasuk dana hibah.

Karena itu, pengelolaan dan pertanggungjawaban atas dana tersebut harus tunduk dengan mekanisme APBD. Hal ini disampaikan Pakar Hukum Administrasi Publik yang juga Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Yos Johan Utama saat menjadi saksi ahli dalam kasus dugaan korupsi program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007 di Pengadilan Tipikor Semarang kemarin.

Kesaksian itu diberikan untuk memperjelas perkara yang menyeret mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Pemberdayaan BUMD dan Aset Daerah (BKPMPBA) Kota Semarang Harini Krisniati.

“Dana yang berasal dari pihak sponsorship termasuk dana hibah. Sehingga penggunaannya dan pertanggungjawabannya harus tunduk pada mekanisme APBD. Kalau tidak dilakukan, maka itu sudah pelanggaran,” kata Yos.

Dasar hukum yang digunakan Pasal 259 ayat 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12/- 2006. Peraturan itu menjelaskan bahwa yang dimaksud dana hibah adalah dana yang berasal dari pihak lain yang bersifat tidak mengikat.

“Istilah tidak mengikat itu sudah dijelaskan dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005. Yang dimaksud tidak mengikat adalah tidak mengikat secara politis dalam arti tidak bertentangan dengan ideologi negara, baik pemerintah pusat dan daerah dan tidak mempengaruhi kebijakan daerah. Selain itu, maka dikatakan tidak mengikat dan termasuk dana hibah,” paparnya.

Sponsorship merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah, termasuk dalam hibah yang bersifat bersyarat. Mekanismenya pun harus dimasukkan ke dalam APBD terlebih dahulu sebagai pendapatan sah daerah baru dikeluarkan dalam bentuk kegiatan.

“Harus masuk ke APBD dulu baru dikeluarkan, itu yang dimaksud mekanisme APBD. Tidak bisa langsung digunakan oleh panitia yang ditunjuk melaksanakan kegiatan oleh SKPD tersebut,” ucapnya.

Keterangan Prof Yos tersebut langsung ditanggapi serius oleh terdakwa Harini Krisniati. Dalam kesempatan itu, Harini menyatakan keterangan Prof Yos tidak berdasarkan.

“Sampai saat ini seluruh pemerintahan di Indonesia tidak satu pun yang menggunakan mekanisme APBD dalam pengelolaan dana sponsorship . Sebab sejak saya bekerja dari tahun 1987 hingga saat ini, belum ada satu pun peraturan yang mengatur mekanisme dana sponsorship . Keterangan saudara ahli ini tidak mencerminkan anda sebagai seorang ahli hukum administrasi negara,” tandas Harini.

Pernyataan Harini tersebut langsung dipotong oleh ketua majelis hakim Gatot Susanto. Gatot mengingatkan ahli adalah orang yang dimintai pendapat sesuai keahliannya, dan belum tentu pendapatnya itu akan digunakan dalam pertimbangan memutus perkara ini. “Jadi dihormati saja keterangannya, jangan mengatakan seperti itu. Nanti hakim yang akan menilai apakah akan menggunakan keterangan ahli ini atau tidak,” kata Gatot.

Untuk diketahui, kasus ini bermula saat Kota Semarang mengadakan program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007. Proyek itu ditujukan untuk menarik wisatawan datang ke ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini.

Dalam proyek tersebut, Pemerintah Kota Semarang mengucurkan dana dari APBD Rp3,5 miliar. Selain dana itu, terdapat pula dana sponsorship, yakni berupa dana ringan Rp800 juta dan bantuan properti senilai Rp1,5 miliar. Dalam pelaksanaannya, diduga ada penyelewengan dalam pelaksanaan dana itu.

Beberapa kuitansi pembayaran yang dilakukan menggunakan dana tersebut diketahui fiktif alias tidak sesuai dengan kenyataan. Akibat kejadian itu, terjadi kerugian negara senilai Rp520 juta dalam proyek itu.

Andika prabowo
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5841 seconds (0.1#10.140)