Geliat UWP Kembangkan Kampus lewat Unit Usaha

Senin, 07 September 2015 - 09:14 WIB
Geliat UWP Kembangkan Kampus lewat Unit Usaha
Geliat UWP Kembangkan Kampus lewat Unit Usaha
A A A
SURABAYA - Universitas Wijaya Putra (UWP) Surabaya terpaksa mencari sumber pendapatan lain untuk mengembangkan kampus.

Caranya dengan mengembangkan unit-unit usaha di kampus supaya bisa menghasilkan uang. Usaha-usaha kampus ini diharapkan mampu membantu pendanaan sebesar 20% hingga 25%. Dengan pengembangan ini, UWP yakin bisa membuat kampus menjadi lebih baik dengan sistem kemandirian.

“Kami ingin melakukan hilirisasi usahausaha di kampus. Usaha ini bisa menghasilkan pendapatan sekitar 20% hingga 25%,” kata Rektor UWP, Surabaya Budi Endarso setelah mengukuhkan 500 mahasiswa di Shangri-La, Surabaya, kemarin. Budi mengatakan berharap setiap fakultas mampu membuat usaha.

Dari usaha tersebut nanti bisa menghidupi kampus untuk membiayai kompetensi mahasiswa. Karena itu, ia ingin mendesain UWP menjadi perguruan tinggi unggulan, baik unggul dalam tata kelola, tenaga pendidik, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta kemahasiswaan dan kerja sama. Dengan upaya ini, Budi yakin UWP akan menjadi kampus yang diperhitungkan.

Buktinya setelah ada perubahan, peringkat UWP pada ajang Anugerah Kampus Unggul (AKU) yang dise-lenggarakan Kopertis VII Jatim meningkat dari 31 menjadi 23. “Saya yakin tahun depan UWP bisa naik peringkat menjadi 20,” ujarnya. Sementara saat ini pemerintah sulit menyerap anggaran karena hingga akhir Agustus 2015 serapan kurang dari 30%.

Pada bulan tersebut, idealnya serapan dana telah mencapai 60-70%. Serapan anggaran yang minim juga terjadi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud). “Rata-rata serapan anggaran di pemerintah, termasuk Kemendikbud, kurang dari 30%,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ridwan Hisjam usai menghadiri wisuda Universitas Wijaya Putra (UWP) di Hotel Shangrilla.

Anggota Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, minimnya serapan anggaran disebabkan berbagai faktor. Di antaranya perubahan nomenklatur organisasi, pengecekan anggaran oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta tak menentunya kondisi politik dan hukum di Tanah Air.

Menurut Hisjam, pengecekan dari BPKP dilakukan saat anggaran sudah disahkan DPR. Padahal hal itu sebe-narnya tidak boleh dilakukan BPKP. Bila BPKP ingin mengecek, lakukan sebelum anggaran disahkan. “Yang boleh mengecek sebenarnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tapi setelah program selesai berjalan. Jika ada penyimpangan bisa diketahui BPK,” ungkap dia.

Dengan terbatasnya waktu, lanjut Hisjam, berpeluang sulit terealisasi penyerapan anggarannya terkait pembangunan sarana dan prasarana. Dia mencontohkan mengenai pembangunan gedung kampus. Padahal anggaran itu sudah diputuskan dalam APBN Perubahan yang ternyata sampai saat ini belum digunakan.

Pengerjaan pembangunan gedung kampus itu pun tidak boleh asal-asalan. Harus dilelang minimal satu bulan dan ada masa tenggang untuk gugatan dari peserta lelang bila tidak terima dengan hasil lelang. Penyerapan anggaran untuk pembangunan fisik lebih sulit dibanding pengadaan barang yang lain.

Jika barang ada, pengadaan bisa mudah jalan. Contohnya mengenai Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan penyempurnaan dari Bantuan Siswa Miskin.

ARIF ARDLIYANTO
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9307 seconds (0.1#10.140)