Tujuh Desainer Tampilkan The Independence
A
A
A
Ragam busana merah putih mewarnai perhelatan busana bertajuk The Independence di The Phoenix Hotel Yogyakarta, kemarin. Begitu pula dengan warna-warna tropis yang lembut dan menonjol turut menyemarakkan perhelatan itu.
Berpadu dengan musik nasionalisme dan musik fun yang rancak dan menyenangkan, dengan piawainya satu per satu para model menyatu di dalamnya sembari membawakan berbagai koleksi busana tersebut. Salah satu desainer Yogyakarta, Theo Ridzky, lewat koleksinya yang berjudul Langgam Merah Putihkali ini memang sengaja menghadirkan ragam busana itu.
Terinspirasi dari keindahan sebuah langgam atau lagu tersebut, pria pemilik brand Junk Q ini menampilkan koleksi ready to wearyang simpel namun memesona dengan perpaduan warnanya. “Inspirasi kali ini dari Langgam Merah Putih, langgam itu kumpulan lagu atau notasi yang dijadikan satu hingga menjadi indah.
Sama halnya dengan baju, yang dalam koleksi ini mencoba untuk merangkai berbagai macam tekstur kain menjadi satu koleksi busana yang simpel dan menarik,” ujar Theo kepada wartawan seusai perhelatan busana, kemarin. Lebih lanjut dia menjelaskan, kompilasi material kain yang digunakan pun lebih kepada brokat, sifon, tile, satin print, hingga satin silk.
Perihal cutting-an atau potongan busana yang ditampilkan, dirinya tidak ingin menghadirkan koleksi busana yang bisa membuat susah penggunanya. Maka dari itu busana ready to wear dengan potongan simpel dan sederhana pun dipilihnya. Sehingga bisa dipakai untuk kapan saja dan di mana saja.
“Potongan semi-circle yang dibuat asimetris. Dengan kombinasi dua fabricatau material seperti satin print dengan lace, dan hot pants dengan jas. Ada delapan koleksi yang saya tampilkan, dengan dominasi warna merah dan putih,” katanya. Sementara itu desainer Endarwati justru tampil berbeda dalam koleksinya kali ini. Lewat tema Pelesiran, wanita ini mengangkat ragam warna tropis yang lembut dan menonjol.
Hal ini tidak lepas dari inspirasi keindahan dan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa. Selain itu memiliki daya tarik tersendiri terutama bagi penikmat wisata outdoor. “Intinya sekarang orang suka liburan dan ketika itu menjadi tren perlu suatu outfitatau kemasan busana biar orang itu ketika liburan tetap keren, modis, dan chic,” kata Endarwati.
Untuk menyesuaikan kegiatan tersebut, dirinya pun memilih fabricatau material yang ringan, tidak berat, dan tidak tebal, macam sifon yang tipis, batik, maupun lurik yang halus. Dengan harapan ketika mengenakan busana ini, pengguna pun bisa merasa nyaman ketika melakukan aktivitas outdoorseperti jalanjalan ke pantai. “Siluet beda, biasanya cuttingsederhana, simpel, dan main tabrak.
Kali ini siluet lebih looseatau longgar, dan nggakbuat orang sesak napas. Seperti celana dan dress longgar yang tipis. Delapan koleksi busana itu lebih mengusung warna tropis,” urainya. Tak hanya konsep demikian, dalam perhelatan busana ini lima desainer lainnya seperti Caroline Rika Winata, Darie Gunawan, Djoko Margono, Lidwina Wiwin, dan Yoel Fenin Lambert pun juga turut membawakan ragam busana dalam konsep etnik,
perpaduan Jawa dan Timor, aksen Jepang, batik lawasan, hingga panggilan kebebasan. ”Kami memang memfasilitasi desainerdesainer supaya bisa berkreasi. Karena tamu in housejuga suka desainer yang mengangkat tentang Nusantara, khususnya batik. Acara semacam ini biasanya digelar setiap tiga bulan sekali,” kata Public Relations Manager The Phoenix Hotel Yogyakarta Audrey Stella.
Siti Estuningsih
Yogyakarta
Berpadu dengan musik nasionalisme dan musik fun yang rancak dan menyenangkan, dengan piawainya satu per satu para model menyatu di dalamnya sembari membawakan berbagai koleksi busana tersebut. Salah satu desainer Yogyakarta, Theo Ridzky, lewat koleksinya yang berjudul Langgam Merah Putihkali ini memang sengaja menghadirkan ragam busana itu.
Terinspirasi dari keindahan sebuah langgam atau lagu tersebut, pria pemilik brand Junk Q ini menampilkan koleksi ready to wearyang simpel namun memesona dengan perpaduan warnanya. “Inspirasi kali ini dari Langgam Merah Putih, langgam itu kumpulan lagu atau notasi yang dijadikan satu hingga menjadi indah.
Sama halnya dengan baju, yang dalam koleksi ini mencoba untuk merangkai berbagai macam tekstur kain menjadi satu koleksi busana yang simpel dan menarik,” ujar Theo kepada wartawan seusai perhelatan busana, kemarin. Lebih lanjut dia menjelaskan, kompilasi material kain yang digunakan pun lebih kepada brokat, sifon, tile, satin print, hingga satin silk.
Perihal cutting-an atau potongan busana yang ditampilkan, dirinya tidak ingin menghadirkan koleksi busana yang bisa membuat susah penggunanya. Maka dari itu busana ready to wear dengan potongan simpel dan sederhana pun dipilihnya. Sehingga bisa dipakai untuk kapan saja dan di mana saja.
“Potongan semi-circle yang dibuat asimetris. Dengan kombinasi dua fabricatau material seperti satin print dengan lace, dan hot pants dengan jas. Ada delapan koleksi yang saya tampilkan, dengan dominasi warna merah dan putih,” katanya. Sementara itu desainer Endarwati justru tampil berbeda dalam koleksinya kali ini. Lewat tema Pelesiran, wanita ini mengangkat ragam warna tropis yang lembut dan menonjol.
Hal ini tidak lepas dari inspirasi keindahan dan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa. Selain itu memiliki daya tarik tersendiri terutama bagi penikmat wisata outdoor. “Intinya sekarang orang suka liburan dan ketika itu menjadi tren perlu suatu outfitatau kemasan busana biar orang itu ketika liburan tetap keren, modis, dan chic,” kata Endarwati.
Untuk menyesuaikan kegiatan tersebut, dirinya pun memilih fabricatau material yang ringan, tidak berat, dan tidak tebal, macam sifon yang tipis, batik, maupun lurik yang halus. Dengan harapan ketika mengenakan busana ini, pengguna pun bisa merasa nyaman ketika melakukan aktivitas outdoorseperti jalanjalan ke pantai. “Siluet beda, biasanya cuttingsederhana, simpel, dan main tabrak.
Kali ini siluet lebih looseatau longgar, dan nggakbuat orang sesak napas. Seperti celana dan dress longgar yang tipis. Delapan koleksi busana itu lebih mengusung warna tropis,” urainya. Tak hanya konsep demikian, dalam perhelatan busana ini lima desainer lainnya seperti Caroline Rika Winata, Darie Gunawan, Djoko Margono, Lidwina Wiwin, dan Yoel Fenin Lambert pun juga turut membawakan ragam busana dalam konsep etnik,
perpaduan Jawa dan Timor, aksen Jepang, batik lawasan, hingga panggilan kebebasan. ”Kami memang memfasilitasi desainerdesainer supaya bisa berkreasi. Karena tamu in housejuga suka desainer yang mengangkat tentang Nusantara, khususnya batik. Acara semacam ini biasanya digelar setiap tiga bulan sekali,” kata Public Relations Manager The Phoenix Hotel Yogyakarta Audrey Stella.
Siti Estuningsih
Yogyakarta
(bbg)