Sengitnya Pertempuran Sembilan Bulan Raja Haji Melawan Belanda di Melaka

Sabtu, 29 Agustus 2015 - 05:00 WIB
Sengitnya Pertempuran Sembilan Bulan Raja Haji Melawan Belanda di Melaka
Sengitnya Pertempuran Sembilan Bulan Raja Haji Melawan Belanda di Melaka
A A A
Raja Haji Fisabilillah atau Raja Haji Marhum Ketapang memerintah kerajaan Melayu, Riau dari tahun 1777-1784 dan menjadi figur legendaris dalam perjuangan Kerajaan Melayu.

Raja Haji mempunyai sifat tegas, keras, berani dan cakap mengatur pemerintahan serta ekonomi. Ia seorang yang ahli dalam siasat perang laut.

Kepiawaian Raja Haji membuat Belanda merasa tidak aman dan takut kalau sewaktu-waktu Raja Haji akan menyerang mereka di Melaka.

Untuk menghindarkan ancaman dari Raja Haji, maka Belanda membuat suatu siasat mendekati Raja Haji secara bersahabat dengan membuat suatu perjanjian.

Dimana perjanjian itu dibuat pada tahun 1780 yaitu mengenai persahabatan dan keamanan bersama antara kerajaan Riau yang terdiri dari 12 Pasal.

Salah satu dari pasalnya berbunyi sebagai berikut "Segala musuh Kompeni Belanda dianggap menjadi musuh bagi Raja Riau dan setiap harta rampasan perang dibagi dua".

Bisa ditebak, Belanda yang memang licik memulai untuk mengingkari perjanjian tersebut. Saat melakukan penangkapan kapal Inggris, belanda tidak membagi hasil rampasan

Bahkan dengan enteng Belanda menyebutkan jika hasil rampasan akan dibagi jika penangkapan dilakukan bersama. Padahal informasi keberasaan kapal Inggris diberikan oleh Raja Haji.

Setelah mendengarkan penjelasan yang licik itu, Raja Haji dengan spontan merobek-robek surat perjanjian di depan mata Swa Van Braam.

Tindakan Raja Haji yang sangat demonstrative ini menimbulkan ketegangan dipihak Belanda.

Sesampainya Raja Haji ke Riau, ia memerintahkan mempersiapkan perlengkapan perang, membuat kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang dianggap penting antara lain, Teluk Keriting, dan di Pulau Penyengat.

Setiap kubu pertahanan diserahkan pimpinannya pada seorang panglima yang terkenal nama-namanya, Encik Sumpok dan Encik kubu-kubu pertahanan di Pulau Penyengat diserahkan pada orang Siantan.

Perhitungan dan ramalan Raja Haji ternyata tidak meleset. Tidak beberapa lama setelah Raja Haji mempersiapkan angkatan perangnya untuk menjaga setiap kemungkinan yang datang, saat itu tibalah armada Belanda di perairan Riau yang dipimpin oleh kenalan lamanya yaitu Jacob Pieter van Braam.

Seketika itu berkecamuklah perang antara kedua belah pihak. Bunyi meriam, senapan, tarkul dan pemburasnya gegap gempita diseluruh perairan.

Rakyat beserta seluruh laskar bahu membahu menangkis serangan Belanda. Belanda tidak berdaya mendekati pusat pertahanan Raja Haji karena itu Belanda meminta bantuan ke Melaka.

Bantuan Belanda datang dengan 17 buah kapal berkekuatan lebih kurang 600 serdadu dibawah pimpinan Ketua Mahkamah Pengadilan Belanda di Melaka.

Setelah beberapa lama berperang, dengan kemahirannya berperang dilaut, Jacob Van Braam dapat mematahkan perlawanan Raja Haji yang perkasa.

Pasukan Jacob Pieter Van Braam berhasil mendarat dipulau Penyengat. Pertahanan kubu-kubu orang Siantan dipulau Penyengat dapat ditundukkan Belanda dengan mempergunakan anjing-anjing perang yang terlatih.

Seluruh orang-orang Kiantan dan rakyat mempertahankan kubu tersebut disembelih oleh Belanda. Penyengat seolah-olah bersiramkan darah pahlawannya.

Raja Haji sendiri pada waktu itu bertugas dikubu pertahanan pulau Bayan. Berita pendaratan dan penyembelihan yang dilakukan Belanda di pulau penyengat segera diketahui oleh Raja Haji.

Dengan hati yang sangat gemas Raja Haji langsung memimpin serangan balasan terdahap Belanda di pulau Penyengat. Pendaratan Raja Haji di Pulau Penyengat mendapatkan perlawanan hebat dari serdadu Belanda.

Banyak sekali korban yang jatuh dipihak Belanda. Pimpinan serdadu Belanda Van Braam hampir-hampir kehilangan akal. Kapal Malaka's Welvaren diledakkan pasukan Raja Haji yang nekat berjibaku.

Amoldus Lemker dan 500 orang serdadu Belanda yang berada dikapal itu tewas semuanya. Untuk merebut penyengat bala bantuan Belanda didatangkan.

Sembilan bulan lamanya pertempuran berjalan dengan sengitnya, namun perlawanan dari pihak Raja Haji tidak dapat dipatahkan. Semangat tempur laskar Raja Haji semakin tinggi.

Sebaliknya pihak Belanda merasa jemu dan putus asa. Bantuan yang dinantikan kemudian dari malaka dan betawi tak kunjung tiba.

Untuk menghindarkan jatuhnya korban yang lebih banyak, Van Braam mengirim utusannya yang bernama Cik Abu untuk mengadakan genjatan senjata dengan Raja Haji.

Setelah genjatan senjata ditandatangani terjadilah pemberhentian tembak menembak dilaut dan di darat selama waktu yang tidak ditentukan batasnya.

Hanya satu usul dari pihak Belanda yang ditolak oleh Raja Haji. Raja Haji tidak dapat menerima permintaan Belanda untuk memasukkan sebuah kapal perang besar keperairan Riau yang dikatakan oleh Belanda tanpa senjata dan anak buah yang lengkap.

Walaupun Raja Haji menolak usul yang berbungkus tipu muslihat itu, namun Belanda tanpa menghiraukan perjanjian itu memasukkan juga sebuah kapal perang besar ke perairan Riau.

Tak ayal lagi kedatangan kapal perang yang telak ditolak dalam perjanjian itu, disambut Raja Haji dengan dentuman meriam dari semua kapal-kapal perang dan segenap kubu pertahanan.

Dalam pertumpuran ini terbunuh seorang Komisaris Belanda. Van Braam benar-benar menyadari bahwa peperangan tak mungkin dapat diteruskan lagi. Ia terpaksa membuat perjanjian perdamaian dengan Raja Haji untuk kedua kalinya.

Berita tentang peperangan Raja Haji dan Belanda di Riau diikuti dengan seksama perkembangannya oleh Raja Selangor, anak dari saudaranya (Sultan Ibrahim Shah, Selangor I Raja Ibrahim).

Raja Selangor sangat benci terhadap orang-orang Belanda yang berada di Melaka. Setelah mengadakan perundingan dengan segenap pembantunya Raja Selangor memutuskan unutk membantu Raja Haji berperang melawan Belanda.

Semua kelemahan pertahanan Belanda di Melaka dijelaskan oleh Raja Selangor kepada Raja Haji.

Pada tanggal 16 Juni 1784, datang kapal perang bantuan dari pihak Batavia untuk Belanda yang bernama "Princes Louisa" di bawah pimpinan Federick Rudolph Carel untuk membantu pasukan Jacob Pieter Van Braam di daerah teluk Ketapang Melaka.

Karena jengkelnya tidak dapat menundukkan pasukan gabungan Riau, Rembau dan Selangor itu, Jacob Pieter van Braam merencanakan mengadakan serangan dan pendaratan mendadak ke kubu Raja Haji, agar kubu-kubu di bawah pimpinan panglima dari Rambau dan Selangor tidak dapat mengirimkan pasukan bantuan.

Kubu Raja Haji akan dikepung dan pendaratan akan dilindungi oleh kapal perang Utrecht dan Princes Louisa.

Demikianlah, pada tanggal 18 Juni 1784, diwaktu subuh 734 orang serdadu Belanda lengkap dengan senapang, sangkur dan pedang didaratkan di teluk ketapang dari kapal-kapal Belanda dengan lindungan kapal perang Utrecht dan Princes Louisa yang senantiasa memuntahkan pelurunya ke arah kubu Raja Haji.

Dalam pertempuran pada subuh hari tanggal 18 Juni 1784 itu, pasukan Melayu di Riau di bawah pimpinan Raja Haji, panglima Telibing, Arung Lengge, Daeng Selikang, dan Haji Ahmad bertempur dengan penuh keberanian melawan pasukan Belanda yang datang menyerang.

Dalam pertempuran yang kalang kabut itu, malang tak dapat ditolak, sebuah peluru meriam Belanda menembus dada Raja Haji, Beliau gugur dan tewas seketika.

Raja Haji gugur di medan perang Teluk Ketapang. Jenazah Raja Haji Fisabilillah pada mulanya dimakamkan di Melaka, namun Raja Jafar sebagai kepala pemerintahan pada masa itu memindahkan jenazah Raja Haji Fisabilillah dari Melaka ke Pulau Penyengat.

Diatas bukit di selatan Pulau Penyengat jenazah Raja Haji Fisabilillah bersemayam dengan tenang.

Pada tahun 1997 Pemerintah Republik Indonesia memberikan tanda jasa sebagai Pahlawan Nasional kepada Raja Haji Fisabillah berjasa dan perjuangannya dalam pengusir Belanda.

Sumber:

wartasejarah.blogspot

wikipedia.org

jurnalmaritim
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2270 seconds (0.1#10.140)