Supaya Fokus, Pilih Praktik di Satu Rumah Sakit
A
A
A
Andhika Kesuma Putra merupakan dokter pertama di Kota Medan yang memotori tindakan Indwelling Pleura Catheter (IPC) terhadap pasien. Tindakan medis yang biasanya hanya dikerjakan di rumah sakit internasional luar negeri ini, terbukti mampu meringankan beban pasien dengan penyakit paru-paru.
Pasien pun bisa langsung pulang dari rumah 5-7 jam pascatindakan medis ini. Dokter spesialis paru tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU) ini melakukan tindakan medis IPC di Rumah Sakit (RS) Columbia Asia Medan. Tindakan ini pun dapat dilakukan lantaran ide yang dikemukakannya kepada manajemen rumah sakit.
Setelah beberapa kali mengikuti training dan workshop di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, serta berkesempatan Fellowship in the American College of Chest Physician (ACCP) di tahun 2013, suami dari Defi Mawar Zalia ini berharap ilmu yang telah diterimanya dapat diaplikasikan dalam praktik kedokteran di Medan. “Saya melihat tindakan untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru selama ini cukup rumit harus melalui operasi.
Ada pasien tertentu seperti penderita kanker, harus berkali-kali dioperasi karena cairan terus memenuhi paruparunya,” tutur anak dari guru SD dan PNS ini. Mengetahui ada teknologi IPC yang cukup menolong pasien, ide tersebut pun dikemukakan Andhika pada rumah sakit tempatnya praktik, dan disetujui. Dia mengaku sangat bangga dengan pencapaiannya tersebut.
Sebab, selain bisa memberikan terapi terbaik bagi pasien, juga bisa memberikan alternatif penghematan biaya pengobatan. “Biaya tindakan IPC ini sekitar Rp6 juta lebih. Biaya tersebut terbilang murah jika dibandingkan operasi berkalikali yang harus dilakukan pasien tentu memakan biaya besar.
Dengan IPC ini, keluarga pasien bisa mengeluarkan cairan sendiri, tanpa harus dilakukan tindakan operasi,” tutur alumnus SMUN Plus Provinsi Riau ini. Atas kerja yang telah dilakukannya, Adhika sangat berharap agar rekan-rekan sejawatnya bisa memberikan tindakan serupa. Memang diakuinya tidak gampang, butuh dukungan rumah sakit dan pendidikan lagi bagi dokter untuk melakukan tindakan ini.
“Tapi jika bisa dilakukan banyak dokter dan rumah sakit, tentu akan sangat bagus,” ucap dokter yang mengaku memiliki spesialis paru-paru karena tidak umum dan banyak tantangannya. Dokter yang hanya praktik di RS Columbia Asia Medan ini mengaku, supaya lebih optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, tidak mau praktik di banyak tempat.
Bahkan, dia tidak mau membuka praktik pribadi di rumah. Untuk berbakti kepada negara, Andhika mengaku hanya menangani pasien rawat inap di RS Malahayati. “Ini saya lakukan agar bisa fokus melayani pasien,” ucap dokter yang mengagungkan konsep kerja profesional ini.
Meski mengaku menangani pasien rawat inap di RS Malahayati, Andhika menyatakan tidak bisa memberikan tindakan medis sama dengan yang dilakukannya di RS Columbia Asia Medan. Lantaran, alat medis yang tersedia berbeda. Seperti dalam melakukan tindakan intervensi Trans Thoracic Percutaneous Needle Biopsy, Andhika hanya bisa melakukan tindakan itu di RS Columbia Asia Medan.
Sebab, peralatan medisnya hanya ada di rumah sakit tersebut. “Biopsi ini dikhususkan untuk pendiagnosaan mencari jenis penyakit, terutama kanker. Prinsip dasarnya, dengan bius lokal di dada dan dituntun dengan CT Scan, yang dimiliki RS Columbia Asia. Jadi, meski mampu, tidak bisa dikerjakan di rumah sakit lain,” ucap pehobi ikan piranha ini.
Untuk itu, Andhika berharap semua dokter bisa melayani pasien seoptimal mungkin, dan didukung alat medis yang memadai. Jadi, bisa menahan gelombang pasien ke luar negeri. Andhika juga bercitacita, sebelum berhenti melayani pasien, bisa mendatangkan tindakan medis buat mengobati penderita PPOK (penyakit paru obstruktif kronik). Dimana, selama ini pengobatan dilakukan hanya dengan pemberian obat.
Siti Amelia
Medan
Pasien pun bisa langsung pulang dari rumah 5-7 jam pascatindakan medis ini. Dokter spesialis paru tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU) ini melakukan tindakan medis IPC di Rumah Sakit (RS) Columbia Asia Medan. Tindakan ini pun dapat dilakukan lantaran ide yang dikemukakannya kepada manajemen rumah sakit.
Setelah beberapa kali mengikuti training dan workshop di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, serta berkesempatan Fellowship in the American College of Chest Physician (ACCP) di tahun 2013, suami dari Defi Mawar Zalia ini berharap ilmu yang telah diterimanya dapat diaplikasikan dalam praktik kedokteran di Medan. “Saya melihat tindakan untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru selama ini cukup rumit harus melalui operasi.
Ada pasien tertentu seperti penderita kanker, harus berkali-kali dioperasi karena cairan terus memenuhi paruparunya,” tutur anak dari guru SD dan PNS ini. Mengetahui ada teknologi IPC yang cukup menolong pasien, ide tersebut pun dikemukakan Andhika pada rumah sakit tempatnya praktik, dan disetujui. Dia mengaku sangat bangga dengan pencapaiannya tersebut.
Sebab, selain bisa memberikan terapi terbaik bagi pasien, juga bisa memberikan alternatif penghematan biaya pengobatan. “Biaya tindakan IPC ini sekitar Rp6 juta lebih. Biaya tersebut terbilang murah jika dibandingkan operasi berkalikali yang harus dilakukan pasien tentu memakan biaya besar.
Dengan IPC ini, keluarga pasien bisa mengeluarkan cairan sendiri, tanpa harus dilakukan tindakan operasi,” tutur alumnus SMUN Plus Provinsi Riau ini. Atas kerja yang telah dilakukannya, Adhika sangat berharap agar rekan-rekan sejawatnya bisa memberikan tindakan serupa. Memang diakuinya tidak gampang, butuh dukungan rumah sakit dan pendidikan lagi bagi dokter untuk melakukan tindakan ini.
“Tapi jika bisa dilakukan banyak dokter dan rumah sakit, tentu akan sangat bagus,” ucap dokter yang mengaku memiliki spesialis paru-paru karena tidak umum dan banyak tantangannya. Dokter yang hanya praktik di RS Columbia Asia Medan ini mengaku, supaya lebih optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, tidak mau praktik di banyak tempat.
Bahkan, dia tidak mau membuka praktik pribadi di rumah. Untuk berbakti kepada negara, Andhika mengaku hanya menangani pasien rawat inap di RS Malahayati. “Ini saya lakukan agar bisa fokus melayani pasien,” ucap dokter yang mengagungkan konsep kerja profesional ini.
Meski mengaku menangani pasien rawat inap di RS Malahayati, Andhika menyatakan tidak bisa memberikan tindakan medis sama dengan yang dilakukannya di RS Columbia Asia Medan. Lantaran, alat medis yang tersedia berbeda. Seperti dalam melakukan tindakan intervensi Trans Thoracic Percutaneous Needle Biopsy, Andhika hanya bisa melakukan tindakan itu di RS Columbia Asia Medan.
Sebab, peralatan medisnya hanya ada di rumah sakit tersebut. “Biopsi ini dikhususkan untuk pendiagnosaan mencari jenis penyakit, terutama kanker. Prinsip dasarnya, dengan bius lokal di dada dan dituntun dengan CT Scan, yang dimiliki RS Columbia Asia. Jadi, meski mampu, tidak bisa dikerjakan di rumah sakit lain,” ucap pehobi ikan piranha ini.
Untuk itu, Andhika berharap semua dokter bisa melayani pasien seoptimal mungkin, dan didukung alat medis yang memadai. Jadi, bisa menahan gelombang pasien ke luar negeri. Andhika juga bercitacita, sebelum berhenti melayani pasien, bisa mendatangkan tindakan medis buat mengobati penderita PPOK (penyakit paru obstruktif kronik). Dimana, selama ini pengobatan dilakukan hanya dengan pemberian obat.
Siti Amelia
Medan
(bbg)