Elanto Datangi Ditlantas
A
A
A
YOGYAKARTA - Buntut aksi protes yang dilakukan terhadap konvoi pengendara motor gede (moge) di Yogyakarta, Elanto Wijoyono kemarin mendatangi Kantor Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda DIY.
Didampingi beberapa warga lain, pesepeda yang berani melakukan penghadangan konvoi itu mempertanyakan aturan pengawalan konvoi. Elanto menyampaikan bahwa polisi diharapkan tidak memublikasikan aturan lalu lintas secara terpotong- potong yang akhirnya menjadikan penafsiran yang berbeda.
Dikatakan, polisi sempat memublikasikan pengawalan konvoi itu berdasarkan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di mana dalam UU itu terdapat Pasal 134 poin G yang menyebutkan salah satu yang bisa mendapatkan pengawalan polisi yakni konvoi dan atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian RI.
Namun, dia menilai dalam posting-an tersebut, polisi tidak menyebutkan penjelasan Pasal 134 poin G secara detail bahwa yang dimaksud dengan kepentingan tertentu adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain, kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk bencana alam.
“Jangan sampai (penyampaian yang tidak utuh) menjadikan penerjemahan yang berbeda-beda dalam masyarakat,” bebernya. Elanto berharap, kepolisian lebih ketat dan selektif memberikan izin pengawalan menggunakan vorijder terutama di luar fungsi utama yang tidak prioritas. Bahkan bila perlu, pengawalan yang tidak dalam keadaan darurat ditiadakan.
Selain itu, Elanto meminta kepolisian untuk melibatkan peran masyarakat terkait acara yang akan mengganggu masyarakat supaya dapat ditemukan penyelesaian secara bersama. Bilamana terdapat pelanggaran, polisi diharapkan dapat bertindak secara tegas sesuai UU yang berlaku. “Jangan sampai ada masyarakat tindak sendiri,” katanya.
Dirlantas Polda DIY Kombes Pol Tulus Ikhlas Pamuji yang menerima kedatangan Elanto menyatakan bahwa pihaknya berjanji akan melakukan sosialisasi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan baik itu melalui website RTMC Yogyakarta, ataupun Facebook dan radio di Yogyakarta. “Kami punya website, nanti akan kami sosialisasikan di sana. Juga lewat radio-radio yang selama ini bekerja sama dengan polisi,” ucapnya.
Wadirlantas Polda DIY AKBP Ihsan Amin yang ikut mendampingi secara terpisah menambahkan, terkait pengawalan yang sampai menerobos lampu merah di mana dalam Pasal 18 ayat 1 UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, menyebutkan bahwa polisi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalam hal itu, walau kondisi lampu merah, polisi dapat memberikan kesempatan pemakai jalan untuk tetap jalan,” katanya. Selain itu, dalam Perkap Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka 10 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Pengguna Jalan, selain untuk kegiatan lalu lintas, diatur pula tugas kepolisian yang dapat melakukan penghentian, mempercepat, memperlambat, atau melakukan rekayasa lalu lintas. “Tapi itu situasional, apalagi di sana ada titik penyempitan jalan karena perbaikan jalan,” ungkapnya.
Masukan yang diberikan masyarakat tetap akan menjadi evaluasi bagi kepolisian dalam bertindak ke depannya. Pihaknya akan selektif dan melibatkan masyarakat untuk mencari solusi bilamana terdapat kegiatan yang berpotensi mengganggu kelancaran lalu lintas.
Muji barnugroho
Didampingi beberapa warga lain, pesepeda yang berani melakukan penghadangan konvoi itu mempertanyakan aturan pengawalan konvoi. Elanto menyampaikan bahwa polisi diharapkan tidak memublikasikan aturan lalu lintas secara terpotong- potong yang akhirnya menjadikan penafsiran yang berbeda.
Dikatakan, polisi sempat memublikasikan pengawalan konvoi itu berdasarkan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di mana dalam UU itu terdapat Pasal 134 poin G yang menyebutkan salah satu yang bisa mendapatkan pengawalan polisi yakni konvoi dan atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian RI.
Namun, dia menilai dalam posting-an tersebut, polisi tidak menyebutkan penjelasan Pasal 134 poin G secara detail bahwa yang dimaksud dengan kepentingan tertentu adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain, kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk bencana alam.
“Jangan sampai (penyampaian yang tidak utuh) menjadikan penerjemahan yang berbeda-beda dalam masyarakat,” bebernya. Elanto berharap, kepolisian lebih ketat dan selektif memberikan izin pengawalan menggunakan vorijder terutama di luar fungsi utama yang tidak prioritas. Bahkan bila perlu, pengawalan yang tidak dalam keadaan darurat ditiadakan.
Selain itu, Elanto meminta kepolisian untuk melibatkan peran masyarakat terkait acara yang akan mengganggu masyarakat supaya dapat ditemukan penyelesaian secara bersama. Bilamana terdapat pelanggaran, polisi diharapkan dapat bertindak secara tegas sesuai UU yang berlaku. “Jangan sampai ada masyarakat tindak sendiri,” katanya.
Dirlantas Polda DIY Kombes Pol Tulus Ikhlas Pamuji yang menerima kedatangan Elanto menyatakan bahwa pihaknya berjanji akan melakukan sosialisasi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan baik itu melalui website RTMC Yogyakarta, ataupun Facebook dan radio di Yogyakarta. “Kami punya website, nanti akan kami sosialisasikan di sana. Juga lewat radio-radio yang selama ini bekerja sama dengan polisi,” ucapnya.
Wadirlantas Polda DIY AKBP Ihsan Amin yang ikut mendampingi secara terpisah menambahkan, terkait pengawalan yang sampai menerobos lampu merah di mana dalam Pasal 18 ayat 1 UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, menyebutkan bahwa polisi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalam hal itu, walau kondisi lampu merah, polisi dapat memberikan kesempatan pemakai jalan untuk tetap jalan,” katanya. Selain itu, dalam Perkap Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 dalam Pasal 1 angka 10 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Pengguna Jalan, selain untuk kegiatan lalu lintas, diatur pula tugas kepolisian yang dapat melakukan penghentian, mempercepat, memperlambat, atau melakukan rekayasa lalu lintas. “Tapi itu situasional, apalagi di sana ada titik penyempitan jalan karena perbaikan jalan,” ungkapnya.
Masukan yang diberikan masyarakat tetap akan menjadi evaluasi bagi kepolisian dalam bertindak ke depannya. Pihaknya akan selektif dan melibatkan masyarakat untuk mencari solusi bilamana terdapat kegiatan yang berpotensi mengganggu kelancaran lalu lintas.
Muji barnugroho
(ftr)