Soekarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan

Sabtu, 15 Agustus 2015 - 19:19 WIB
Soekarno-Hatta Bukan...
Soekarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan
A A A
BUKITTINGGI - Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno-Hatta, pada 17 Agustus 1945, ternyata bukan hasil paksaan oleh para pemuda yang melakukan penculikan.

"Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) sebenarnya sudah menjadi bagian dari strategi Soekarno-Hatta sejak tahun 1920-an," kata penulis buku Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan, Walentina Waluyanti de Jonge, Jumat (15/8/2015).

Dalam bukunya tersebut, dia juga membantah tudingan proklamasi kemerdekaan RI sebagai hadiah dari Jepang. Untuk itu, buku ini menjadi penting guna meluruskan pemahaman sejarah yang telah dibengkok-bengkokan itu.

"Penulisan buku ini bertujuan untuk meluruskan persepsi yang menyatakan bahwa Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan karena dipaksa oleh pemuda, ataupun hadiah dari Jepang," ungkapnya.

Dalam drama penculikan di Rengasdengklok, sambung Walentina, tidak ada perundingan apa pun. Keterangan itu pernah diungkap oleh Bung Hatta. Bahkan, saat berada dalam "penahanan" pemuda, tidak ada satu pun pembicaraan yang membahas proklamasi.

"Dengan buku ini, saya ingin mengajak pembaca untuk melakukan napak tilas dengan mengikuti awal mula perjuangan dan kemanunggalan Soekarno-Hatta, serta latar belakang mengapa keduanya akhirnya menjadi dwitunggal," bebernya.

Walentina mengakui, penerbitan buku ini pada bulan Agustus sebagai hadiah ulang tahun Bung Hatta yang saat ini telah mencapai 113 tahun, dan hari ulang tahun Indonesia yang ke-70.

Saat melangsungkan bedah bukunya, di Aula Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Komplek Perkantoran Bukik Gulai Bancah, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, turut hadir putri sulung Bung Hatta, Halida Nuriah Hatta.

Dalam sambutannya, Halida Nuriah Hatta menyatakan, dalam buku itu penulis mampu menangkap roh-roh perjuangan Soekarno-Hatta dengan sangat baik dan bahasa yang digunakannya sangat mudah untuk dicerna.

"Buku ini menceritakan latar belakang dan perjalanan perjuangan dwitungal, termasuk detik-detik bersejarah proklamasi 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur, serta peristiwa seputar proklamasi yang selama ini tidak terekspos," paparnya.

Menurutnya, ada beberapa pokok yang diluruskan dalam buku ini, dan yang terpenting, penulisan buku ini tidak berpihak kepada apa yang sedang disukai oleh masyarakat. Hal ini lah yang membuat buku ini terasa penting.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1491 seconds (0.1#10.140)