Kekerasan Seksual terhadap Anak di Bantul Meningkat
A
A
A
BANTUL - Angka kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Bantul menunjukkan tren peningkatan. Bahkan, belakangan pelaku kekerasan seksual tersebut justru orangtua kandung.
Andri Irawan dari Divisi Hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Anak (P2TP2A) Bantul mengungkapkan, pihaknya mencatat hingga bulan Agustus ini sudah terjadi lebih dari 35 kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur. Dua di antaranya persetubuhan yang dilakukan oleh bapak kandung mereka.
"Tahun lalu, total kekerasan dalam rumah tangga termasuk di dalamnya kekerasan seksual terhadap anak mencapai 75 kasus," ujarnya, Kamis (13/8/2015).
Andri mengatakan, selain secara kuantitas, secara kualitas juga mengalami peningkatan. Kekerasan seksual alias pencabulan tak hanya dilakukan orang sekeliling korban, tetapi sudah dilakukan oleh orangtua kandung korban.
Ia mencatat, sejak Lebaran hingga pertengahan Agustus ini sudah ada dua kasus pencabulan oleh ayah kandung di Bantul, sementara tahun lalu hanya satu kasus.
Dua kasus tersebut terjadi di Kecamatan Jetis dan Bantul, dengan korban masih duduk di bangku SD dan SMP. Di Kecamatan Bantul, kasus yang menimpa anak SD ini sudah memasuki tahap pelimpahan ke polisi. Sementara di Kecamatan Jetis, kekerasan seksual yang menimpa anak SMP baru memasuki tahap negosiasi.
"Belum ada kesimpulan apakah akan dibawa ke jalur hukum atau kekeluargaan," ujarnya.
Menurutnya, tren kasus kekerasan seksual terhadap anak memang selalu mengalami peningkatan sejak semester kedua setiap tahunnya. Pihaknya belum melakukan penelitian lebih jauh penyebab meningkatnya kasus kekerasan seksual di semester kedua.
Pendamping Psikologis P2TP2A Bantul Lembar Dyahayu mengakui, permasalahan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur memang sangat kompleks, demikian juga penyebabnya.
Menurutnya, kenaikan ini memang fenomena yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi yang begitu pesat.
"Sekarang begitu mudah mengakses pornografi, sehingga mudah terpengaruh."
Andri Irawan dari Divisi Hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Anak (P2TP2A) Bantul mengungkapkan, pihaknya mencatat hingga bulan Agustus ini sudah terjadi lebih dari 35 kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur. Dua di antaranya persetubuhan yang dilakukan oleh bapak kandung mereka.
"Tahun lalu, total kekerasan dalam rumah tangga termasuk di dalamnya kekerasan seksual terhadap anak mencapai 75 kasus," ujarnya, Kamis (13/8/2015).
Andri mengatakan, selain secara kuantitas, secara kualitas juga mengalami peningkatan. Kekerasan seksual alias pencabulan tak hanya dilakukan orang sekeliling korban, tetapi sudah dilakukan oleh orangtua kandung korban.
Ia mencatat, sejak Lebaran hingga pertengahan Agustus ini sudah ada dua kasus pencabulan oleh ayah kandung di Bantul, sementara tahun lalu hanya satu kasus.
Dua kasus tersebut terjadi di Kecamatan Jetis dan Bantul, dengan korban masih duduk di bangku SD dan SMP. Di Kecamatan Bantul, kasus yang menimpa anak SD ini sudah memasuki tahap pelimpahan ke polisi. Sementara di Kecamatan Jetis, kekerasan seksual yang menimpa anak SMP baru memasuki tahap negosiasi.
"Belum ada kesimpulan apakah akan dibawa ke jalur hukum atau kekeluargaan," ujarnya.
Menurutnya, tren kasus kekerasan seksual terhadap anak memang selalu mengalami peningkatan sejak semester kedua setiap tahunnya. Pihaknya belum melakukan penelitian lebih jauh penyebab meningkatnya kasus kekerasan seksual di semester kedua.
Pendamping Psikologis P2TP2A Bantul Lembar Dyahayu mengakui, permasalahan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur memang sangat kompleks, demikian juga penyebabnya.
Menurutnya, kenaikan ini memang fenomena yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi yang begitu pesat.
"Sekarang begitu mudah mengakses pornografi, sehingga mudah terpengaruh."
(zik)