Harga Ayam Rp40.000 Sampai November

Rabu, 12 Agustus 2015 - 08:55 WIB
Harga Ayam Rp40.000 Sampai November
Harga Ayam Rp40.000 Sampai November
A A A
PALEMBANG - Harga daging ayam di Sumsel melambung tinggi Rp36.000 hingga Rp40.000/kg. Kondisi ini membuat warga tak punya pilihan, selain sa yurtempe, karena harga daging sapi masih tinggi dan bahkan menghilang dari pasar.

Jika tidak ada tindakan dari pemerintah, harga daging ayam di - prediksi tetap tinggi bahkan terus naik hingga berakhirnya musim kemarau yang diperkirakan pa da November mendatang. Masyarakat mengaku kecewa karena melambungnya harga – harga terkesan dibiarkan.

Tidak ada upaya pencegahan, sehingga kondisi ini terus berulang setiap tahun. “Ngomong bae dek, na cubo kau selek dewek, dageng katek yang jual. Me golah ado yang jual, hargonyo mahal. Nak meli ayam, berentila Rp39.000. Yo pacak bae makan sa yur, tahu misalnyo, tapi kito ni pe ngen pu lok sekali – sekali makan dageng atau ayam tu,” tutur Meria, ibu rumah tang ga yang ditemui di Pasar Alang – Alang Lebar (AAL), kemarin.

Harga ayam sedikit lebih murah di Lahat yakni Rp36.000 per kg. Namun sebagian pedagang ada yang menetapkan harga Rp37.000 hingga Rp38.000 per kg. “Mahal, katanya memang dari pedagang besar harga ayam sudah mahal,” tutur Mulyasri, seorang ibu di Lahat. PNS di lingkungan Dinkes Lahat ini merasa prihatin dengan harga–harga saat ini. Menurutnya, tidak hanya harga daging ayam dan sapi yang naik, sebetulnya harga kebutuhan juga naik.

“Sebenarnya naik semua harga – harga, tapi yang hebonya daging sapi. Padahal naik semua terma - suk sayur,” ungkapnya. Harga ayam yang lebih ting gi terpantau di Rupit, Mura tara. Di kabupaten muda ini ayam da ging potong dijual dengan har ga Rp40.000 per kg. Kondisi su dah terjadi sejak usai lebaran. “Bingung jugo, Lebaran la sudah, tapi barang masih mahal galo.” “Kami di Rupit tambah susah, karena karet murah,” kata Akmal, warga Lawang Agung, Rupit, Muratara.

Menurut Ketua Asosiasi Masyarakat Perunggasan Sumsel (AM PS) Ismaidi Chainago, pertum buhan ayam potong di Sumsel pas ca-Lebaran tahun ini mengalami perlambatan hingga 40%, yang dikarenakan musim kemarau. “Sebenarnya kondisi ini terja di di seluruh Indonesia. Sudah menjadi hal biasa yang terjadi tiap memasuki musim kemarau. Populasi ayam potong memang ba nyak, tapi pertumbuhannya agak sedikit melambat karena faktor cuaca. Semua tahapan pera watan, pemberian makan, vita min sudah sesuai standar,” ujar nya, kemarin.

Dijelaskannya, total produksi ayam potong diSumsel mencapai 5 juta ekor/bulan dengan asumsi produksi sekitar 160.000- 180.000 ekor/hari, sekitar 40%- nya tidak tumbuh dengan baik, sehingga tidak layak dijual. Pada hal kebutuhan daging ayam di Sumsel mencapai 120.000 ekor/hari. “Populasi ayam potong saat ini lumayan banyak yang diperoleh dari 10 anggota APMS yang tersebar di di Palembang, Ogan Ilir, OKI, Banyuasin, Prabumulih, Mua raenim, Lubuk Linggau, dan Lahat. Hanya saja pertumbuhannya tidak begitu baik. Misalkan saja dari 10.000 ayam potong, pa ling hanya 6.000 ekor layak jual de ngan standar ditetapkan,” jelas nya.

Karenanya, sambung Ismaidi, harga ayam potong menjadi mahal. Harga jual ayam potong di kandang saja berkisar Rp23.000- Rp24.000 per kg, dan di pasar bisa Rp37.000 hingga Rp40.000 per kilogram. “Pertumbuhan populasi ayam potong baru akan membaik dan kembali normal ketika memasuki musim hujan tiba,” sebutnya.

Kondisi serupa penurunan produksi hingga 30% juga terjadi untuk telur ayam. Implikasinya harga jual telur menjadi naik. Kendati tidak begitu signifikan, namun kenaikan harga jual telur ayam memberikan pergerakan positif terhadap kenaikan harga. “Dalam sehari para anggota asosiasi mampu memproduksi telur ayam sekitar 200 ton/hari. Sedangkan kebutuhan masyara - katdiSumselakantelursekitar120 ton/hari. Ya, musim hujan kon disi produksi baik ayam mau pun telur kembali normal,” ujarnya.

Dia mengaku produksi ayam potong maupun telur diperoleh dari ratusan peternak di Sumsel dan ditunjang sekitar 10 kemitraan yang aktif dalam bisnis ternak unggas. Begitu pun soal bibit anak ayam sendiri, kata dia, diambil dari Palembang, Lampung hingga Jakarta dengan ting - kat kematian di bawah 5%.

“Mekanisme pendistribusian ayam potong biasanya para broker mengambil ayam potong langsung dari pengusaha dengan asumsi pembelian secara utuh dengan harga yang ditetapkan. Jika siklus distribusi semakin panjang, maka harga ditingkat konsumen juga akan tinggi. Itu semua tergantung dari rentang kendalinya,” tuturnya.

Ekonom Sumsel Sulbahri Madjir menilai, melambungnya harga karena kondisi suplay yang tidak memenuhi kebutuhan atau permintaan. Harusnya, sambung Sulbahri, pemerintah hadir seperti dengan mendatangkan ayam dari daerah lain. “Tinggal peran pemerintah untuk mengantisipasi masalah itu seperti melalui mendatangkan ayam dari provinsi lain ke Sumsel dan lainnya,” katanya.

Darfian jaya suprana/ berli z
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9583 seconds (0.1#10.140)