Tambang Pasir Ilegal Terus Berlangsung
A
A
A
BANTUL - Meski sudah dilarang aktivitas penambang liar di Kabupaten Bantul terus berlangsung. Komitmen pemerintah terhadap pelarangan penambangan ilegal hanya isapan jempol.
Lurah Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden, Aan Indra mengakui, beberapa ratus meter dari bibir pantai di wilayah yang masuk ke Desa Gadingharjo dan tetangganya Srigading, masih ada aktivitas pengerukan bukit pasir pantai. Aktivitas penambangan tersebut sudah berlangsung sejak 2012 yang lalu.
“Setahu saya, pernah ditutup 2008. Akan tetapi marak lagi 2012 yang lalu,” ujar Lurah Desa yang belum lama menjabat ini, kemarin. Aan mengakui, jika aktivitas pengerukan pasir pantai di wilayahnya berlangsung terus-menerus. Ratusan truk yang sebagian besar berasal dari Klaten dan Semarang hilir mudik mengangkuti pasir pantai di wilayahnya.
Aktivitas pengerukan pasir ini juga berlangsung sepanjang hari atau 24 jam nonstop tanpa henti. Aan berkilah tidak menindak atau menghentikan aktivitas pengerukan pasir pantai di wilayahnya lantaran tak memiliki kekuatan. Selain itu, pihaknya juga tidak memiliki kewenangan untuk melarang aktivitas penambangan pasir tersebut meskipun berada di wilayahnya. Dia juga mengaku kesulitan melarangnya, karena aktivitas penambang liar tersebut berada di lahan pribadi.
Aan tak bisa berbuat banyak karena sebagian penambang pasir liar berlangsung di lahan yang bersertifikat atas nama pribadi. Namun Aan mengaku tak berkutik meski ada beberapa titik yang ditambang tidak bersertifikat karena masih berstatus sebagai tanah istimewa dan tanah oro-oro.
Tidak adanya kewenangan ke pemerintah desa, membuat aktivitas penambangan liar tersebut langgeng. “Saya sudah berkali-kali sosialisasi jika penambangan bukit pasir ini membahayakan pemukiman, tetapi nampaknya tak mempan,” ucapnya. Ia menyadari bahwa pengerukan bukit pasir pantai tersebut membahayakan pemukiman. Sebab, wind barrier ataupun penghalang alami telah hilang.
Ketika nanti terjadi bencana tsunami, air laut akan langsung menerjang ke pemukiman karena tidak ada penghambat lagi. Namun ia tak bisa berbuat banyak dan hanya bisa menunggu ketegasan dari instansi terkait. Sebenarnya, lanjut Aan, masyarakat sudah menyadari dan banyak mengeluhkan saat ini angin laut sudah semakin kencang terasa masuk ke pemukiman.
Meski menyadari hal tersebut adalah salah satu pengaruh dari aktivitas pengerukan pasir pantai di dekat wilayah mereka, masyarakat juga tidak berani menegur bahkan menghentikannya. “Dulu itu tingginya tiga sampai empat meter dan sekarang sudah landai. Masyarakat sebenarnya sadar, tetapi mereka hanya bisa pasrah,” katanya.
Lurah Desa Srigading, Widodo, juga mengakui sangat risih dengan aktivitas pengerukan pasir di desa tetangganya tersebut. Sebab, pengerukan pasir tersebut berada sangat dekat dengan wilayahnya. Namun ia tidak kuasa untuk menegurnya karena bukan wilayahnya. Ia baru berani menghentikannya jika penambangan pasir pantai tersebut masuk ke wilayah Srigading.
“Kemarin sempat ada yang di Srigading, tetapi langsung saya datangi dan saya tegur. Akhirnya bisa berhenti,” ungkapnya. Pelaksana Harian Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul mengatakan, fungsi pasir terutama yang berbukit di sepanjang pantai sebenarnya sangat vital.
Selain sebagai penghalang alami, bukit pasir tersebut berfungsi menjadi penghalang utama jika air laut naik ke daratan ketika tiba-tiba terjadi bencana tsunami. “Jika jumlah pasir berkurang, maka kemampuan menahan air juga berkurang ketika tsunami terjadi,” paparnya.
Erfanto linangkung
Lurah Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden, Aan Indra mengakui, beberapa ratus meter dari bibir pantai di wilayah yang masuk ke Desa Gadingharjo dan tetangganya Srigading, masih ada aktivitas pengerukan bukit pasir pantai. Aktivitas penambangan tersebut sudah berlangsung sejak 2012 yang lalu.
“Setahu saya, pernah ditutup 2008. Akan tetapi marak lagi 2012 yang lalu,” ujar Lurah Desa yang belum lama menjabat ini, kemarin. Aan mengakui, jika aktivitas pengerukan pasir pantai di wilayahnya berlangsung terus-menerus. Ratusan truk yang sebagian besar berasal dari Klaten dan Semarang hilir mudik mengangkuti pasir pantai di wilayahnya.
Aktivitas pengerukan pasir ini juga berlangsung sepanjang hari atau 24 jam nonstop tanpa henti. Aan berkilah tidak menindak atau menghentikan aktivitas pengerukan pasir pantai di wilayahnya lantaran tak memiliki kekuatan. Selain itu, pihaknya juga tidak memiliki kewenangan untuk melarang aktivitas penambangan pasir tersebut meskipun berada di wilayahnya. Dia juga mengaku kesulitan melarangnya, karena aktivitas penambang liar tersebut berada di lahan pribadi.
Aan tak bisa berbuat banyak karena sebagian penambang pasir liar berlangsung di lahan yang bersertifikat atas nama pribadi. Namun Aan mengaku tak berkutik meski ada beberapa titik yang ditambang tidak bersertifikat karena masih berstatus sebagai tanah istimewa dan tanah oro-oro.
Tidak adanya kewenangan ke pemerintah desa, membuat aktivitas penambangan liar tersebut langgeng. “Saya sudah berkali-kali sosialisasi jika penambangan bukit pasir ini membahayakan pemukiman, tetapi nampaknya tak mempan,” ucapnya. Ia menyadari bahwa pengerukan bukit pasir pantai tersebut membahayakan pemukiman. Sebab, wind barrier ataupun penghalang alami telah hilang.
Ketika nanti terjadi bencana tsunami, air laut akan langsung menerjang ke pemukiman karena tidak ada penghambat lagi. Namun ia tak bisa berbuat banyak dan hanya bisa menunggu ketegasan dari instansi terkait. Sebenarnya, lanjut Aan, masyarakat sudah menyadari dan banyak mengeluhkan saat ini angin laut sudah semakin kencang terasa masuk ke pemukiman.
Meski menyadari hal tersebut adalah salah satu pengaruh dari aktivitas pengerukan pasir pantai di dekat wilayah mereka, masyarakat juga tidak berani menegur bahkan menghentikannya. “Dulu itu tingginya tiga sampai empat meter dan sekarang sudah landai. Masyarakat sebenarnya sadar, tetapi mereka hanya bisa pasrah,” katanya.
Lurah Desa Srigading, Widodo, juga mengakui sangat risih dengan aktivitas pengerukan pasir di desa tetangganya tersebut. Sebab, pengerukan pasir tersebut berada sangat dekat dengan wilayahnya. Namun ia tidak kuasa untuk menegurnya karena bukan wilayahnya. Ia baru berani menghentikannya jika penambangan pasir pantai tersebut masuk ke wilayah Srigading.
“Kemarin sempat ada yang di Srigading, tetapi langsung saya datangi dan saya tegur. Akhirnya bisa berhenti,” ungkapnya. Pelaksana Harian Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul mengatakan, fungsi pasir terutama yang berbukit di sepanjang pantai sebenarnya sangat vital.
Selain sebagai penghalang alami, bukit pasir tersebut berfungsi menjadi penghalang utama jika air laut naik ke daratan ketika tiba-tiba terjadi bencana tsunami. “Jika jumlah pasir berkurang, maka kemampuan menahan air juga berkurang ketika tsunami terjadi,” paparnya.
Erfanto linangkung
(bbg)