TNI Akan Latih Brimob Survival
A
A
A
SEMARANG - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyatakan pihaknya siap melatih Brigade Mobil (Brimob) Polri agar mempunyai kemampuan jungle survival (bertahan hidup di alam terbuka).
Namun, TNI tidak akan memberikan pelatihan kemampuan Raider karena itu merupakan pasukan khusus. “Setiap saat siap melatih Brimob sebagaimana diungkapkan Kapolri. Kami siap melatih kemampuan survival (untuk Brimob) penjejakan hidup di hutan,” ungkap Gatot usai memberikan pembekalan kepada total 793 calon perwira remaja dari Akademi Angkatan Laut (AAL), Akademi Angkatan Udara (AAU), Akademi Militer (Akmil), dan Akademi Kepolisian (Akpol) di Kampus Akpol, Kota Semarang, kemarin. Mengenai kapan waktunya, Gatot menyatakan, pihaknya siap setiap saat.
Teknisnya tentu menunggu pembicaraan lebih lanjut dari dua institusi. “Rencananya (pelatihan) di Rindam (Resimen Induk Daerah Militer), Rindam kan banyak. Misalnya ada Rindam Jakarta, dan Rindam lainnya,” katanya. Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengakui para anggota Brimob, khususnya Detasemen Pasukan Khusus (Densus), masih kekurangan kemampuan survival di alam terbuka.
“Brimob belum terlatih untuk itu, mengejar teroris seperti Santoso di hutanhutan. Anggota Brimob tidak bisa bertahan di hutan. Kalau hanya satu dua hari turun, kapan ngejarnya,” kata Badrodin. Karena itu, Brimob perlu satu kemampuan khusus untuk bisa bertahan hidup dihutan atau pegunungan dalam penegakan hukum.
Jumlah Polisi Belum Ideal
Kapolri mengakui jumlah anggota Polri belum ideal jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Pada sebagian besar wilayah, jumlah polisi masih sangat sedikit dibanding jumlah penduduk. “Untuk ideal di angka 1:300 atau 1:250 memang belum (sampai). Tapi kami bukan fokus untuk mengejar jumlah ideal, karena melihat kondisi wilayah Indonesia tentu tidak akan bisa. Kalau fokus di (jumlah) personel, kemampuan anggaran bisa habis untuk belanja pegawai saja,” ungkap Badrodin.
Melihat tantangan dan tugas Polri semakin berat, maka Badrodin mengambil kebijakan meningkatkan kualitas anak buahnya. “Seperti pendidikan di sini (Akpol). Awalnya 3 tahun, jadi 4 tahun. Lulus dengan Sarjana Terapan Kepolisian. Awalnya 3 tahun jadi 4 tahun (pendidikan), tentu kan meningkat (kemampuannya),” katanya. Selain perwira, peningkatan kemampuan juga difokuskan untuk pendidikan bintara atau tamtama.
Sementara Polda Jawa Tengah mengumumkan kelulusan calon Tamtama maupun Brigadir, Selasa (28/7/2015) di Komplek PRPP Jawa Tengah, Kota Semarang. Untuk Tamtama Brimob meluluskan 141 calon dari total 169 yang dinyatakan lolos. Sisa 28 orang dinyatakan tidak lulus karena kalah peringkat saat penilaian panitia penentu akhir (pantukhir).
Lulusan terbaik calon Tamtama ini bernama Stefanus Adi Wardana, anak petani asal Brebes. Untuk calon Brigadir dinyatakan lulus 1.143 terdiri atas 953 laki-laki dan 190 perempuan. Ada 176 peserta dinyatakan lolos seleksi, namun tidak lulus karena kalah peringkat (nilai).
Kepala Bagian Pengendalian Personel Biro SDM Polda Jawa Tengah, AKBP Muslimin Ahmad menyebutkan, tahapan seleksi berlangsung transparan karena peserta bisa menghitung sendiri nilai akhir kelulusan. “Selama tahapan seleksi, tidak ada komplain baik dari peserta maupun orang tua,” kata dia.
Eka setiawan
Namun, TNI tidak akan memberikan pelatihan kemampuan Raider karena itu merupakan pasukan khusus. “Setiap saat siap melatih Brimob sebagaimana diungkapkan Kapolri. Kami siap melatih kemampuan survival (untuk Brimob) penjejakan hidup di hutan,” ungkap Gatot usai memberikan pembekalan kepada total 793 calon perwira remaja dari Akademi Angkatan Laut (AAL), Akademi Angkatan Udara (AAU), Akademi Militer (Akmil), dan Akademi Kepolisian (Akpol) di Kampus Akpol, Kota Semarang, kemarin. Mengenai kapan waktunya, Gatot menyatakan, pihaknya siap setiap saat.
Teknisnya tentu menunggu pembicaraan lebih lanjut dari dua institusi. “Rencananya (pelatihan) di Rindam (Resimen Induk Daerah Militer), Rindam kan banyak. Misalnya ada Rindam Jakarta, dan Rindam lainnya,” katanya. Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengakui para anggota Brimob, khususnya Detasemen Pasukan Khusus (Densus), masih kekurangan kemampuan survival di alam terbuka.
“Brimob belum terlatih untuk itu, mengejar teroris seperti Santoso di hutanhutan. Anggota Brimob tidak bisa bertahan di hutan. Kalau hanya satu dua hari turun, kapan ngejarnya,” kata Badrodin. Karena itu, Brimob perlu satu kemampuan khusus untuk bisa bertahan hidup dihutan atau pegunungan dalam penegakan hukum.
Jumlah Polisi Belum Ideal
Kapolri mengakui jumlah anggota Polri belum ideal jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Pada sebagian besar wilayah, jumlah polisi masih sangat sedikit dibanding jumlah penduduk. “Untuk ideal di angka 1:300 atau 1:250 memang belum (sampai). Tapi kami bukan fokus untuk mengejar jumlah ideal, karena melihat kondisi wilayah Indonesia tentu tidak akan bisa. Kalau fokus di (jumlah) personel, kemampuan anggaran bisa habis untuk belanja pegawai saja,” ungkap Badrodin.
Melihat tantangan dan tugas Polri semakin berat, maka Badrodin mengambil kebijakan meningkatkan kualitas anak buahnya. “Seperti pendidikan di sini (Akpol). Awalnya 3 tahun, jadi 4 tahun. Lulus dengan Sarjana Terapan Kepolisian. Awalnya 3 tahun jadi 4 tahun (pendidikan), tentu kan meningkat (kemampuannya),” katanya. Selain perwira, peningkatan kemampuan juga difokuskan untuk pendidikan bintara atau tamtama.
Sementara Polda Jawa Tengah mengumumkan kelulusan calon Tamtama maupun Brigadir, Selasa (28/7/2015) di Komplek PRPP Jawa Tengah, Kota Semarang. Untuk Tamtama Brimob meluluskan 141 calon dari total 169 yang dinyatakan lolos. Sisa 28 orang dinyatakan tidak lulus karena kalah peringkat saat penilaian panitia penentu akhir (pantukhir).
Lulusan terbaik calon Tamtama ini bernama Stefanus Adi Wardana, anak petani asal Brebes. Untuk calon Brigadir dinyatakan lulus 1.143 terdiri atas 953 laki-laki dan 190 perempuan. Ada 176 peserta dinyatakan lolos seleksi, namun tidak lulus karena kalah peringkat (nilai).
Kepala Bagian Pengendalian Personel Biro SDM Polda Jawa Tengah, AKBP Muslimin Ahmad menyebutkan, tahapan seleksi berlangsung transparan karena peserta bisa menghitung sendiri nilai akhir kelulusan. “Selama tahapan seleksi, tidak ada komplain baik dari peserta maupun orang tua,” kata dia.
Eka setiawan
(ars)