Keluarga Masih Tunggu Hasil Tes DNA
A
A
A
Hingga kemarin masih ada keluarga korban jatuhnya Pesawat Hercules C-130, baik dari kalangan penumpang maupun masyarakat, yang belum menemukan jasad keluarganya. Pasalnya, jasad korban belum bisa dikenali.
Bahkan, sebagian besar telah menunggu proses identifikasi di RSUP H Adam Malik sejak hari pertama atau sudah lima hari. Namun, mereka tetap belum bisa membawa jenazah keluarga ke kampung halaman untuk dimakamkan. Para keluarga ini tidak lantas berputus asa. Merekatidakpuashanyamelihat sekali kumpulan jasad dan potongan tubuh yang tersisa.
Mereka terus melihat kembali sampai masuk ke dalam boks, tempat jasad dan potongan tubuh itu dikumpulkan. Beberapa kali petugas mencegah karena khawatir para keluarga korban tidak sanggup melihat kondisi jenazah. Namun, merekabersikerasdenganharapan keluarga tercinta bisa ditemukan. Seperti yang diungkapkan Naik Padang, ayah kandung dari Hari Tongam, salah satu pekerja di BS Oukup yang menjadi korban dalam peristiwa nahas itu.
Hari merupakan salah satu pekerja room boy di Oukup tempat jatuhnya pesawat milik TNI AU itu. Naik sudah menunggu proses identifikasi sejak hari kejadian. “Aku sedikit kesal karena jasad anakku belum ditemukan, bukan karena prosesnya. Tadi sudah diambil sampel rambut dan darah. Katanya dua Minggu baru keluar hasilnya. Aku berharap jasad anakku bisa dikenali dan kami bawa pulang untuk dikuburkan,” katanya saat ditemui di RSUP H Adam Malik Medan.
Naik Padang terus mengikuti proses identifikasi yang dilakukan Disaster Victim Identification (DVI) dengan harapan jasad anaknya dikenali dan bisa segera dibawa pulang. Dia sendiri sudah memeriksa satu per satu jenazah yang masih tersisa di kamar jenazah RSUP H Adam Malik itu, namun tidak bisa mengenali anak kandungnya. “Tidak kukenali lagi jasad anakku.
Tunggu hasil tes DNA sajalah,” katanya. Hal senada juga diungkapkan Jarianda, kakak kandung Devri, 19, yang merupakan salah satu penumpang pesawat nahas tersebut. Karena sudah empat hari proses identifikasi berlangsung, jasad adiknya belum ditemukan. Dia pun tidak bisa lagi mengenali jasad adiknya.
“Belum dapat. Aku sudah lihat jasad yang tersisa, ada juga potongan tubuh seperti tangan, kepala, kaki, dan tulang-belulang. Tidak ada yang kukenali,” ucapnya. Dia mengakui, adiknya tidak memiliki ciri-ciri khusus agar mudah dikenali. Hanya tubuh adiknya besar dan tinggi. Dia berharap tes DNA yang dilakukan bisa memberikan hasil memuaskan sehingga jasad adiknya bisa dibawa pulang.
“Tadi tes DNA sudah dilakukan. Kami tunggu hasilnya dua Minggu. Rencananya kami pulang dulu ke Natuna sambil menunggu kabar dari pihak DVI,” ungkapnya. Jarianda mengetahui adiknya menjadi salah satu korban pesawat Hercules setelah menonton berita di televisi. Sebelum terbang menuju Tanjung Pinang, Devri menghubunginya bahwa dia akan terbang dan sudah berada di pesawat.
Devri naik dari Pekanbaru setelah berlibur bersama empat temannya dari kota itu. “Dia naik dari Pekanbaru. Pesawatnya ke Medan dulu baru ke Tanjung Pinang. Dia menghubungi kami kalau dia akan terbang ke Natuna dan terakhir menghubungi posisinya di dalam pesawat. Maka kami tahu, Devri menjadi salah satu penumpang pesawat Hercules yang jatuh,” tuturnya.
Dia menambahkan, adiknya memilih naik pesawat Hercules karena tidak ada lagi pesawat yang menjual tiket penerbangan pada hari nahas itu. Tiket habis karena dalam suasana libur. Adiknya dan teman-temannya lantas mendatangi pihak TNI AU agar bisa menumpang pesawat Hercules. “Awalnya mereka ditolak pihak TNI AU. Namun, mereka memaksa.
Akhirnya diterima mungkin sebagai perhatian kepada masyarakat dan membuat perjanjian atas keinginan sendiri dan tidak ada desakan. Sekarang kami menunggu kabar saja. Mereka bilang siap mengembalikan jenazah adik kandung saya,” tuturnya. Sementara Kecik Rusna, 45, keluarga Desmita, 20, salah satu korban Pesawat Hercules C- 130, juga masih terlihat lemas dan pasrah.
Hingga kemarin, jenazah keponakannya belum bisa diidentifikasi oleh tim DVI. Rusna pun terpaksa pulang ke Natuna dengan tangan hampa dan harus menunggu hasil tes DNA paling cepat dua Minggu lagi. “Dari hari pertama saya sudah di sini bersama rombongan dari Natuna. Saya belum juga bisa mengenali keponakan saya. Pasrah sajalah saya,” ungkap adik kandung dari ayah korban ini.
Meskipun harus menunggu waktu lama, dia tetap berharap keponakannya bisa dikenali sehingga bisa dimakamkan di kampung halaman. “Kami memang belum puas selama jasadnya belum ditemukan. Tapi, mau dibilang apalagi. Kami harus menunggu. Yang penting harapan itu masih ada. Tes DNA pun sudah kami lalui dan kami harap membuahkan hasil,” ungkap perempuan berjilbab ini.
Dia menuturkan, tidak ada firasat buruk yang dimiliki keluarga sebelum kepergian Desmita untuk selama-lamanya. Hanya sebelum berangkat, keluarganya di Pekanbaru meminta dia agar tidak pulang dulu ke Natuna. Namun, korban tetap bersikeras pulang ke Natuna. “Dia kan liburan ke Pekanbaru. Keluarga di Pekanbaru bilang jangan pulang dulu. Tunggulah beberapa hari lagi. Apalagi dia (Desmita) tidak lagi sekolah dan tidak kerja.
Tetap dia mau pulang juga, maka kami terkejut sekali dengar kejadian ini,” katanya. Sempat terjadi komunikasi terjadi antara korban dengan keluarga begitu sampai di Medan. Bahkan, korban sempat memberi kabar tidak lama lagi akan tiba di Natuna begitu pesawat terbang dari Lanud Soewondo.
Namun, selang tidak lama kemudian mereka mendapatkan kabar buruk. Pesawat yang ditumpangi keponakannya jatuh di bangunan Oukup BS. Setelah mendapat kabar bahwa Desmita menjadi salah satu korban kecelakaan tragis itu, keluarga langsung terbang ke Medan, Rabu (1/7), untuk melihat langsung kondisi terakhir korban.
Beruntung pemerintah setempat memfasilitasi keberangkatan mereka dengan memberikan bantuan penerbangan dan penginapan selama di Medan. Keluarga pun fokus menemukan jenazah Desmita dan membawanya pulang untuk dimakamkan. “Secara fisik, Desmita pakai kawat gigi (behel).
Itulah ciri khas paling dikenali tapi ternyata jasadnya tidak juga dikenali. Harapan kami cuma satu, jasad keponakan saya bisa dibawa ke kampung halaman untuk dikebumikan biar kami tahu pasti dia pergi selama-lamanya. Sekarang kami serahkan kepada Allah SWT,” katanya.
Reza shahab
Bahkan, sebagian besar telah menunggu proses identifikasi di RSUP H Adam Malik sejak hari pertama atau sudah lima hari. Namun, mereka tetap belum bisa membawa jenazah keluarga ke kampung halaman untuk dimakamkan. Para keluarga ini tidak lantas berputus asa. Merekatidakpuashanyamelihat sekali kumpulan jasad dan potongan tubuh yang tersisa.
Mereka terus melihat kembali sampai masuk ke dalam boks, tempat jasad dan potongan tubuh itu dikumpulkan. Beberapa kali petugas mencegah karena khawatir para keluarga korban tidak sanggup melihat kondisi jenazah. Namun, merekabersikerasdenganharapan keluarga tercinta bisa ditemukan. Seperti yang diungkapkan Naik Padang, ayah kandung dari Hari Tongam, salah satu pekerja di BS Oukup yang menjadi korban dalam peristiwa nahas itu.
Hari merupakan salah satu pekerja room boy di Oukup tempat jatuhnya pesawat milik TNI AU itu. Naik sudah menunggu proses identifikasi sejak hari kejadian. “Aku sedikit kesal karena jasad anakku belum ditemukan, bukan karena prosesnya. Tadi sudah diambil sampel rambut dan darah. Katanya dua Minggu baru keluar hasilnya. Aku berharap jasad anakku bisa dikenali dan kami bawa pulang untuk dikuburkan,” katanya saat ditemui di RSUP H Adam Malik Medan.
Naik Padang terus mengikuti proses identifikasi yang dilakukan Disaster Victim Identification (DVI) dengan harapan jasad anaknya dikenali dan bisa segera dibawa pulang. Dia sendiri sudah memeriksa satu per satu jenazah yang masih tersisa di kamar jenazah RSUP H Adam Malik itu, namun tidak bisa mengenali anak kandungnya. “Tidak kukenali lagi jasad anakku.
Tunggu hasil tes DNA sajalah,” katanya. Hal senada juga diungkapkan Jarianda, kakak kandung Devri, 19, yang merupakan salah satu penumpang pesawat nahas tersebut. Karena sudah empat hari proses identifikasi berlangsung, jasad adiknya belum ditemukan. Dia pun tidak bisa lagi mengenali jasad adiknya.
“Belum dapat. Aku sudah lihat jasad yang tersisa, ada juga potongan tubuh seperti tangan, kepala, kaki, dan tulang-belulang. Tidak ada yang kukenali,” ucapnya. Dia mengakui, adiknya tidak memiliki ciri-ciri khusus agar mudah dikenali. Hanya tubuh adiknya besar dan tinggi. Dia berharap tes DNA yang dilakukan bisa memberikan hasil memuaskan sehingga jasad adiknya bisa dibawa pulang.
“Tadi tes DNA sudah dilakukan. Kami tunggu hasilnya dua Minggu. Rencananya kami pulang dulu ke Natuna sambil menunggu kabar dari pihak DVI,” ungkapnya. Jarianda mengetahui adiknya menjadi salah satu korban pesawat Hercules setelah menonton berita di televisi. Sebelum terbang menuju Tanjung Pinang, Devri menghubunginya bahwa dia akan terbang dan sudah berada di pesawat.
Devri naik dari Pekanbaru setelah berlibur bersama empat temannya dari kota itu. “Dia naik dari Pekanbaru. Pesawatnya ke Medan dulu baru ke Tanjung Pinang. Dia menghubungi kami kalau dia akan terbang ke Natuna dan terakhir menghubungi posisinya di dalam pesawat. Maka kami tahu, Devri menjadi salah satu penumpang pesawat Hercules yang jatuh,” tuturnya.
Dia menambahkan, adiknya memilih naik pesawat Hercules karena tidak ada lagi pesawat yang menjual tiket penerbangan pada hari nahas itu. Tiket habis karena dalam suasana libur. Adiknya dan teman-temannya lantas mendatangi pihak TNI AU agar bisa menumpang pesawat Hercules. “Awalnya mereka ditolak pihak TNI AU. Namun, mereka memaksa.
Akhirnya diterima mungkin sebagai perhatian kepada masyarakat dan membuat perjanjian atas keinginan sendiri dan tidak ada desakan. Sekarang kami menunggu kabar saja. Mereka bilang siap mengembalikan jenazah adik kandung saya,” tuturnya. Sementara Kecik Rusna, 45, keluarga Desmita, 20, salah satu korban Pesawat Hercules C- 130, juga masih terlihat lemas dan pasrah.
Hingga kemarin, jenazah keponakannya belum bisa diidentifikasi oleh tim DVI. Rusna pun terpaksa pulang ke Natuna dengan tangan hampa dan harus menunggu hasil tes DNA paling cepat dua Minggu lagi. “Dari hari pertama saya sudah di sini bersama rombongan dari Natuna. Saya belum juga bisa mengenali keponakan saya. Pasrah sajalah saya,” ungkap adik kandung dari ayah korban ini.
Meskipun harus menunggu waktu lama, dia tetap berharap keponakannya bisa dikenali sehingga bisa dimakamkan di kampung halaman. “Kami memang belum puas selama jasadnya belum ditemukan. Tapi, mau dibilang apalagi. Kami harus menunggu. Yang penting harapan itu masih ada. Tes DNA pun sudah kami lalui dan kami harap membuahkan hasil,” ungkap perempuan berjilbab ini.
Dia menuturkan, tidak ada firasat buruk yang dimiliki keluarga sebelum kepergian Desmita untuk selama-lamanya. Hanya sebelum berangkat, keluarganya di Pekanbaru meminta dia agar tidak pulang dulu ke Natuna. Namun, korban tetap bersikeras pulang ke Natuna. “Dia kan liburan ke Pekanbaru. Keluarga di Pekanbaru bilang jangan pulang dulu. Tunggulah beberapa hari lagi. Apalagi dia (Desmita) tidak lagi sekolah dan tidak kerja.
Tetap dia mau pulang juga, maka kami terkejut sekali dengar kejadian ini,” katanya. Sempat terjadi komunikasi terjadi antara korban dengan keluarga begitu sampai di Medan. Bahkan, korban sempat memberi kabar tidak lama lagi akan tiba di Natuna begitu pesawat terbang dari Lanud Soewondo.
Namun, selang tidak lama kemudian mereka mendapatkan kabar buruk. Pesawat yang ditumpangi keponakannya jatuh di bangunan Oukup BS. Setelah mendapat kabar bahwa Desmita menjadi salah satu korban kecelakaan tragis itu, keluarga langsung terbang ke Medan, Rabu (1/7), untuk melihat langsung kondisi terakhir korban.
Beruntung pemerintah setempat memfasilitasi keberangkatan mereka dengan memberikan bantuan penerbangan dan penginapan selama di Medan. Keluarga pun fokus menemukan jenazah Desmita dan membawanya pulang untuk dimakamkan. “Secara fisik, Desmita pakai kawat gigi (behel).
Itulah ciri khas paling dikenali tapi ternyata jasadnya tidak juga dikenali. Harapan kami cuma satu, jasad keponakan saya bisa dibawa ke kampung halaman untuk dikebumikan biar kami tahu pasti dia pergi selama-lamanya. Sekarang kami serahkan kepada Allah SWT,” katanya.
Reza shahab
(bbg)