Rangkuman Kegalauan yang Menginspirasi
A
A
A
Lika-liku kehidupan manusia di dunia ini beraneka macam. Namun, beberapa di antaranya layak diungkap guna menginspirasi orang lain. Inilah yang ditawarkan buku berjudul Habis Galau Terbitlah Move On karya J Sumardianta.
Misalnya, kisah perjuangan seorang wanita yang ingin mengabdi menjadi guru. Namun, terkendala kondisi fisik pada kakinya sehingga dia harus menggunakan kaki palsu. Karena kekurangan fisik itu pula, dia pernah ditolak mengajar di sekolah hingga akhirnya memutuskan membangun sekolah sendiri. “Kami punya aneka ragam masalah (yang sering kali) buat kita jadi kerdil. Cerita-cerita jatuh bangun dan bertahan dalam situasi galau. Bagaimana (kita) harus gumregah (bangkit) dan move on(melanjutkan hidup),” papar J Sumardianta kepada wartawan saat mengenalkan bukunya di Sleman beberapa waktu lalu.
Lewat sejumlah kisah manusia di dalamnya, guru SMA Kolese De Britto ini ingin memberikan teladan kepada masyarakat. Terutama, kepada muridmuridnya yang kebanyakan lahir di era teknologi digital. Contohnya dengan memaparkan kisah-kisah inspiratif universal. Seperti kisah mereka yang jatuh bangun dan kerap mengalami kegalauan. Menurut dia, rasa galauitu harus dihilangkan. Kalau tidak, yang bersangkutan tidak akan mengalami kemajuan.
Contoh kecil, sebagai seorang guru tidak hanya menyampaikan ceramah semata, tapi sekaligus memberikan keteladanan. Selain itu, sambung Sumardianta, hendaknya murid tidak hanya diberikan materi pelajaran kognitif yang hanya memberatkan otak semata. Karena dikhawatirkan hanya melahirkan generasi galauke depannya. “Buku yang ditulis seorang guru yang lahir di zaman kertas ini juga ingin mendidik dan menularkan ilmunya kepada murid-murid yang terlahir di zaman digital. Dengan gaya menulis yang tetap mengikuti anak-anak sekarang,” tukasnya.
Kisah-kisah universal yang ditulis ini merupakan kumpulan artikel esai yang pernah ditulis dan dimuat di berbagai harian surat kabar sebelumnya. Kemudian dijadikan satu dan dikemas ulang tiga tahun kemudian. Buku yang diperbanyak 5.000 eksemplar di cetakan pertamanya ini diharapkan bisa menyasar masyarakat umum, utamanya pelajar, mahasiswa, dan guru. Di sisi lain, penulis buku berjudul Guru Gokil, Murid Unyu dan Simply Amazing ini juga ingin menularkan kembali tradisi membaca dan menulis buku kepada generasi muda yang lahir di zaman digital.
“Ingin tularkan (pula) tradisi membaca buku, mengingat generasi zaman digital (sekarang) yang mungkin blenger lihat buku. Membaca buku tidak berhenti dalam konsumsi, tulis yang Anda rasakan, Anda lihat, dan Anda alami,” ucapnya.
Sementara itu, pembedah buku dan peneliti di Yayasan Indonesia Buku Muhidin M Dahlan mengatakan, salah satu kelebihan J Sumardianta tidak lepas dari profesinya sebagai guru yang sudah 23 tahun mengajar. Buku juga membangun respek positif terhadap orang lain, seperti tidak memandang rendah mereka yang punya keterbatasan. “Salah satu ciri khas menulis pak guru lewat narasi atau cerita-cerita, beliau tidak pernah melihat sesuatu itu secara negatif, bahkan di era gadget sekarang,” kata Muhidin.
Dengan melihat segala sesuatu dengan bijak, dia menegaskan, ke depan akan menciptakan masa depan lebih ceria dan lebih baik lagi. Bukannya menyimpulkan segala hal itu sebagai masalah.
Siti Estuningsih
Sleman
Misalnya, kisah perjuangan seorang wanita yang ingin mengabdi menjadi guru. Namun, terkendala kondisi fisik pada kakinya sehingga dia harus menggunakan kaki palsu. Karena kekurangan fisik itu pula, dia pernah ditolak mengajar di sekolah hingga akhirnya memutuskan membangun sekolah sendiri. “Kami punya aneka ragam masalah (yang sering kali) buat kita jadi kerdil. Cerita-cerita jatuh bangun dan bertahan dalam situasi galau. Bagaimana (kita) harus gumregah (bangkit) dan move on(melanjutkan hidup),” papar J Sumardianta kepada wartawan saat mengenalkan bukunya di Sleman beberapa waktu lalu.
Lewat sejumlah kisah manusia di dalamnya, guru SMA Kolese De Britto ini ingin memberikan teladan kepada masyarakat. Terutama, kepada muridmuridnya yang kebanyakan lahir di era teknologi digital. Contohnya dengan memaparkan kisah-kisah inspiratif universal. Seperti kisah mereka yang jatuh bangun dan kerap mengalami kegalauan. Menurut dia, rasa galauitu harus dihilangkan. Kalau tidak, yang bersangkutan tidak akan mengalami kemajuan.
Contoh kecil, sebagai seorang guru tidak hanya menyampaikan ceramah semata, tapi sekaligus memberikan keteladanan. Selain itu, sambung Sumardianta, hendaknya murid tidak hanya diberikan materi pelajaran kognitif yang hanya memberatkan otak semata. Karena dikhawatirkan hanya melahirkan generasi galauke depannya. “Buku yang ditulis seorang guru yang lahir di zaman kertas ini juga ingin mendidik dan menularkan ilmunya kepada murid-murid yang terlahir di zaman digital. Dengan gaya menulis yang tetap mengikuti anak-anak sekarang,” tukasnya.
Kisah-kisah universal yang ditulis ini merupakan kumpulan artikel esai yang pernah ditulis dan dimuat di berbagai harian surat kabar sebelumnya. Kemudian dijadikan satu dan dikemas ulang tiga tahun kemudian. Buku yang diperbanyak 5.000 eksemplar di cetakan pertamanya ini diharapkan bisa menyasar masyarakat umum, utamanya pelajar, mahasiswa, dan guru. Di sisi lain, penulis buku berjudul Guru Gokil, Murid Unyu dan Simply Amazing ini juga ingin menularkan kembali tradisi membaca dan menulis buku kepada generasi muda yang lahir di zaman digital.
“Ingin tularkan (pula) tradisi membaca buku, mengingat generasi zaman digital (sekarang) yang mungkin blenger lihat buku. Membaca buku tidak berhenti dalam konsumsi, tulis yang Anda rasakan, Anda lihat, dan Anda alami,” ucapnya.
Sementara itu, pembedah buku dan peneliti di Yayasan Indonesia Buku Muhidin M Dahlan mengatakan, salah satu kelebihan J Sumardianta tidak lepas dari profesinya sebagai guru yang sudah 23 tahun mengajar. Buku juga membangun respek positif terhadap orang lain, seperti tidak memandang rendah mereka yang punya keterbatasan. “Salah satu ciri khas menulis pak guru lewat narasi atau cerita-cerita, beliau tidak pernah melihat sesuatu itu secara negatif, bahkan di era gadget sekarang,” kata Muhidin.
Dengan melihat segala sesuatu dengan bijak, dia menegaskan, ke depan akan menciptakan masa depan lebih ceria dan lebih baik lagi. Bukannya menyimpulkan segala hal itu sebagai masalah.
Siti Estuningsih
Sleman
(ars)