Rangkayo Hitam, Penguasa Jambi yang Tak Bisa Ditaklukkan Raja Jawa

Senin, 29 Juni 2015 - 05:00 WIB
Rangkayo Hitam, Penguasa Jambi yang Tak Bisa Ditaklukkan Raja Jawa
Rangkayo Hitam, Penguasa Jambi yang Tak Bisa Ditaklukkan Raja Jawa
A A A
Nama Rangkayo Hitam sudah tak asing lagi bagi warga Jambi. Karena dikenal sebagai sosok sakti yang sangat pemberani yang tak bisa ditaklukkan oleh Raja Jawa.

Makam Rangkayo Hitam di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan panjang 4,8 meter kerap didatangi ratusan peziarah dari berbagai daerah di nusantara.

Rangkayo Hitam adalah putra Raja Jambi Datuk Paduko Berhalo dengan permaisuri Putri Selaras Pinang Masak. Datuk Paduko Berhalo memiliki nama asli Ahmad Barus atau Ahmad Salim.

Datuk Paduko Berhalo diyakini masih keturunan ke tujuh dari cicit Nabi Muhammad SAW, Ali Zainal Abidin bin Husain Bin Ali Bin Abi Thalib RA dari istrinya Fatimah Az Zahra Binti Muhammad SAW.

Dia berasal dari Turki yang datang ke Jambi untuk menyebarkan agama Islam. Sedangkan Putri Selaras Pinang Masak berasal dari Kerajaan Pagaruyung dan merupakan Putri Raja Pagaruyung.

Pasangan Datuk Paduko Berhalo dan Putri Selaras Pinang Masak memiliki empat orang anak pertama Rangkayo Pingai alias Sayyid Ibrahim, kedua Rangkayo Hitam Sayyid Ahmad Kamil, ketiga Rangkayo Kedataran Sayyid Abdul Rahman dan terakhir, Rangkayo Gemuk Syarifah Siti Alawiyah.

Pada saat itu ancaman terbesar kedaulatan Kerajaan atau Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Malaka yang sedang berada di Puncak Kejayaan yang siap merebut kembali wilayah pesisir utara Jambi.

Sebagai upaya membendung kekuatan Malaka, maka Jambi memilih untuk tetap tunduk dibawah Kerajaan Majapahit, walaupun tidak sedigjaya dulu lagi ketika masih dipimpin Hayam Wuruk. Konsekuensinya adalah Jambi harus terus mengirimkan upeti ke Majapahit.

Sehingga Kesultanan Jambi selalu mengirimkan upeti ke Jawa (Majapahit). Ketika Rangkayo Hitam mulai dewasa, dia menentang penyerahan upeti tersebut.

Sebagai salah satu pewaris tahta kesultanan Jambi. Dia berpendapat sudah selayaknya Jambi menjadi negeri berdaulat dan tidak harus bersusah payah mengirimkan kekayaan kerajaannya ke kerajaan lain.

Ketika Datuk Berhalo wafat, pucuk pimpinan Kesultanan Jambi lalu diteruskan oleh Rangkayo Pinggai sebagai putra tertua.

Saat pemerintahan kerajaan dibawah kepemimpinan kakaknya Rangkayo Pingai, Rangkayo Hitam pernah mencegat dan menggagalkan upeti yang hendak dikirimkan kakaknya kepada raja Jawa yang memerintah waktu itu.

Karena dia berpendapat bahwa Kerajaan Jambi merupakan kerajaan yang berdaulat dan tidak tunduk kepada kerajaan manapun.

Ada beberapa versi yang menyebutkan bahwa kerajaan di Jawa yang dimaksud adalah Kesultanan Demak sebagai penerus Kerajaan Majapahit.

Namun ada juga yang meyakini jika kerajaan di Jawa yang dimaksud adalah Kesultanan Mataram.

Berdasarkan Undang – undang Piagam Pencacahan dan Kisah Negeri Jambi yang dimaksud kerajaan Jawa adalah Mataram.

Akibat pelarangan pengiriman upeti tersebut, maka raja Jawa lalu mengirimkan utusan ke Kesultanan Jambi untuk menagih upeti.

Namun utusan yang datang ke Jambi pun diusir oleh Rangkayo Hitam secara tidak hormat. Sikap yang dilakukan oleh Rangkayo Hitam menimbulkan kemarahan bagi raja di tanah Jawa.

Melalui menterinya maka raja Jawa memerintahkan untuk melakukan tindakan balasan untuk menghukum Rangkayo Hitam.

Mendengar adanya gejolak di Kerajaan Jambi yang tidak mau mengirimkan upeti ke kerajaan di tanah Jawa dan tentang adanya seorang sakti bernama Rangkayo Hitam yang menggagalkan upeti tersebut.

Maka raja Jawa merencanakan penyerangan ke Kerajaan Jambi. Namun serangan itu berhasil digagalkan oleh Rangkayo Hitam yang terkenal sakti dan kebal terhadap senjata tajam.

Konon Rangkayo Hitam terkenal kesaktiannya sehingga tidak sembarangan senjata yang bisa melukainya.

Lalu oleh raja Jawa diperintahkan seorang empu bernama Berjakarti untuk membuat senjata khusus untuk mengalahkan Rangkayo Hitam.

Bahan baku keris tersebut diambil dari sembilan desa dari tujuh macam logam dan ditempa tiap Jum'at selama 40 purnama.

Namun takdir berkehendak lain, rencana raja Jawa sampai di telinga Rangkayo Hitam. Dia lalu menyamar menjadi masyarakat biasa menuju tanah Jawa untuk memastikan kebenaran berita tersebut.

Lalu dengan kesaktiannya dalam waktu singkat Rangkayo Hitam sampai di tanah Jawa dan dapat menemukan Empu Berjakarti di tempat pembuatan kerisnya.

Dua orang yang baru mengenal itu berbincang seperti biasa hingga akhirnya terungkap dari mulut Empu Barjakarti bahwa dia sedang membuat keris pesanan penguasa tanah Jawa untuk membunuh Rangkayo Hitam dari Jambi.

Lalu Rangkayo Hitam merebut keris pesanan tersebut dan membunuh Empu Berjakarti.
Konon setelah membunuh sang empu, Rangkayo Hitam mengamuk.

Namun tak satupun yang bisa menghentikannya. Karena kedigjayaannya tersebut akhirnya raja Jawa turun tangan dan melakukan perundingan dengan Rangkayo Hitam.

Beberapa kesepakatan disetujui diantaranya diakui Kesultanan Jambi sebagai negeri berdaulat namun Rangkayo Hitam diharuskan untuk membantu raja Jawa untuk meluaskan kekuasannya.

Kemudian Rangkayo Hitam pun dihadiahkan keris buatan Empu Berjakarti tersebut. Rangkayo Hitam sering meletakkan keris tersebut di sanggul rambutnya sehingga orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan Ginjai yang berarti tusuk konde. Sampai akhirnya keris tersebut diberi nama Keris Siginjai.

Selain itu satu tombak buatan Empu Berjakarti yang bernama Sinancan juga dihadiahkan kepada Rangkayo Hitam sebagai tanda persahabatan.

Hasil kesepakatan politik antara Jambi dan penguasa tanah Jawa lainnya adalah menjadikan dua kerajaan tersebut bersekutu.

Maka dalam penaklukan wilayahnya, raja di tanah Jawa yang berkuasa saat itu meminta bantuan Rangkayo Hitam.

Beberapa wilayah taklukan diantaranya Negeri Kendal, Brebes, Pemalang, Panggungan, Kendal, Jepara, dan Patah. Pasukan tersebut dipimpin lansung oleh Rangkayo Hitam.

Untuk memperkuat hubungannya dengan Jawa, Rangkayo Hitam dinikahkan dengan salah satu putri keturunan Demak bernama Ratu Mas Ratu Ayu.

Konon tak lama setelah Rangkayo Hitam pulang ke Jambi, Rangkayo Pinggai kakaknya wafat sehingga kekuasaan diserahkan ke adiknya tersebut.

Pengangkatan Rangkayo hitam sebagai raja diadakan setelah pertemuan akbar dengan petinggi kerajaan. Keris Siginjei dijadikan lambang kekuasaan.

Setelah menjadi Raja Jambi, Rangkayo Hitam kembali melakukan penaklukan ke daerah-daerah di pesisir Sumatera.

Kisah kehebatan Rangkayo Hitam lainnya yang juga menjadi legenda bagi warga Jambi adalah saat dia ingin mempersunting Putri Mayang Mengurai. Nama putri ini kemudian dijadikan nama taman di Kota Jambi.

Kisahnya dimulai ketika Rangkayo Hitam melakukan perjalanan. Tanpa sengaja ketika beristirahat, dia melihat rambut terurai indah yang menimbulkan rasa penasaran Rangkayo Hitam.

Penasaran itu berubah menjadi keinginan untuk mempersunting si pemilik rambut. Rangkayo Hitam pun mencari informasi siapa pemilik rambut tersebut.

Akhirnya diketahui bahwa orang yang dicari adalah Putri Mayang Mengurai, anak seorang pendekar sekaligus Raja Air Hitam bernama Datuk Tumenggung Merah Mato.

Rangkayo Hitam memberanikan diri mengutarakan niat baiknya mempersunting anak tumenggung tersebut.

Niat baik Rangkayo Hitam tidak diiyakan begitu saja oleh Tumenggung Merah Mato. Tumenggung mengajukan syarat untuk menguji kehebatan calon menantunya tersebut.

Datuk Tumenggung meminta Rangkayo Hitam mengalahkan pengawal pribadinya. Namun Rangkayo Hitam mampu mengalahkan pengawal tersebut. Tidak cukup disitu saja, Putri Mayang Mengurai pun mengajukan syarat pula.

Konon Rangkayo Hitam harus ke Jawa untuk memenuhi syarat yang diinginkan calon istrinya tersebut. Setelah semua syarat terpenuhi, maka Rangkayo Hitam menikahi Putri Mayang Mengurai

Untuk memulai bahtera kehidupan yang baru, kedua pasangan suami istri tersebut dihadiahi perahu Kajang Lako dan sepasang Angsa.

Perahu itu digunakan untuk menyusuri Sungai Batanghari hingga ke hilir dengan maksud mencari wilayah yang tepat untuk dijadikan pusat kerajaan. Wallahualam bissawab

Sumber:
anakmelayujambie.blogspot dan diolah dari berbagai sumber.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7054 seconds (0.1#10.140)