Berebut Gaji Rp17 Juta di Korsel

Minggu, 28 Juni 2015 - 10:50 WIB
Berebut Gaji Rp17 Juta...
Berebut Gaji Rp17 Juta di Korsel
A A A
SURABAYA - Kerja di Korea Selatan (Korsel) menjadi tujuan banyak calon tenaga kerja Indonesia (CTKI). Selain standardisasi penghasilan bulanan yang tinggi, jaminan perlindungan tenaga kerja (naker) juga dikedepankan.

Ini yang membuat ada 28.556 CTKI berebut masuk kuota berangkat ke Korsel melalui tes Employment Permit System- Tes of Proficiency (EPS-Topik) in Korea 2015 yang secara serentak digelar di empat tempat oleh Human Resources Development Korea(HRDK) dibantu Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Di antaranya, Jakarta, Bandung, Surakarta, Surabaya.

Di Surabaya, tes EPS-Topik yang meliputi baca, tulis, dan bicara bahasa Korea dilaksanakan di Universitas Dr Soetomo (Unitomo), Surabaya, mulai kemarin (Sabtu, 27/6) dan hari ini (Minggu, 28/6). Deputi Kerja Sama Luar Negeri dan Promosi BNP2TKI Dr Endang Sulistyaningsih menyatakan, jumlah pendaftar CTKI untuk kerja di perusahaan manufaktur pada 2015 ini sebenarnya 33.600.

Setelah ada seleksi administrasi, verifikasi dan lainnya, yang berhak ikut tes ada 28.556 untuk seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, yang tes di Surabaya ada 7.997 CTKI. Dari keseluruhan CTKI ini, harapannya pemerintah Indonesia bisa lolos 6.000-an, kuotanya 5.800. Setelah dinyatakan diterima, TKI akan dikontrak kerja selama tiga tahun pertama dan bisa diperpanjang dua tahun. Setelah lima tahun, TKI wajib pulang ke Indonesia. Jika tidak, akan dikejar-kejar polisi Korea.

Sekiranya ingin kembali kerja, bisa kembali mengikuti tes. “Pemberangkatan TKI ke Korea rutin tiap tahun sejak 2013. Ini program goverment to government (G to G). Korea rekrut TKI berdasar MoU antara pemerintah Indonesia dan Korea,” kata perempuan asli Yogyakarta ini. Korea menjadi pilihan CTKI karena dalam sebulan bisa menerima 180 won atau sekitar Rp12 juta.

Ditambah, penghasilan lembur (overtime) bisa mencapai Rp17 juta, terutama untuk mereka yang sudah melewati tiga tahun pertama. “Korea punya peraturan perundangan lindungi naker asing. Setelah Korea, Jepang, Amerika, dan Kanada yang mengedepankan aturan perlindungan naker asing,” papar Endang. Tren peminat kerja di Korea, kataEndang, dari tahunketahun meningkat. Padahal, nilai syarat kelulusan terus naik.

Pada pelaksanaan tes yang didominasi CTKI pria itu, BNP2TKI tidak dipercaya HRDK dalam pelaksanaan tes. “Kami tidak dipercaya ikut melaksanakan tes. Ini HRDK langsung menunjuk Unitomo sebagai tempat tes. Ini pun ruangan dan nomor urut diacak-acak lagi. Soal yang bawa mereka (HRDK) sendiri. Standar keamanannya luar biasa,” aku Endang.

Ketatnya awal pelaksanaan tes kemarin terlihat. Pantauan KORAN SINDO menunjukkan, peserta wajib finger print atau absen sidik jari. Jika tidak ada kesamaan, peserta tidak bisa masuk ruang tes. Selain itu, mereka melalui pemeriksaan antilogam( metaldetector), membuat peserta pria harus menanggalkan ikat pinggang, ditinggal di luar ruang ujian.

Tahun-tahun sebelumnya, peserta malah diwajibkan melepas sepatu supaya tidak membawa contekan. Bayu Prasetyo, salah seorang CTKI, berharap bisa lolos kerja ke Korea. Lulusan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mojosari, Loceret, Nganjuk, ini sudah empat tahun lalu lulus. “Saya ingin bisa diterima kerja di Korea. Saya sebelumnya sempat kursus bahasa Korea di Ponorogo selama empat bulan,” aku Bayu menjelang ujian di Unitomo.

Soeprayitno
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8692 seconds (0.1#10.140)