Pilihan Tepat Mempercantik Interior Rumah
A
A
A
YOGYAKARTA - Sebagian orang menganggap limbah kaca hanya barang bekas yang tidak bisa diolah dan masuk ke tempat sampah.
Di tangan Ivan Bestari Minar Pradipta, berbagai limbah kaca dapat disulap menjadi sebuah karya seni yang bukan hanya menarik dan memiliki nilai seni tapi seolah menjadi karya yang hidup dan dapat berinteraksi dengan audiens. Ivan mengadakan pameran karya limbah kaca bertajuk Pseudomorph Recycled Glass Flameworking yang diadakan di Tirana Art Space Jalan Suryodiningratan 55 Yogyakarta pada 1–30 Juni 2015.
Sebanyak 20 karya terpajang apik di dinding-dinding ruang pameran yang juga berfungsi sebagai butik ini. “Pseudomorph artinya bentuk yang semu, kenapa saya mengambil tema ini karena karya-karya yang ada di sini jika dilihat semua memiliki bentuk yang tidak realis. Pseudomorph juga sering diidentikkan dengan bentuk yang mirip dengan makhluk hidup. Tapi dalam pameran kali ini saya membebaskan audiens untuk menilai dan menafsirkan sendiri karya yang mereka lihat,” kata seniman kaca, Ivan Bestari, kemarin.
Ivan menjelaskan, dari semua karya yang dipamerkan, tidak ada satu pun yang ia beri judul. Semua dibebaskan begitu saja karena dia ingin audiens memiliki ruang langsung untuk berinteraksi secara visual dengan karya yang mereka lihat. Jika diberi judul di masingmasing karya, Ivan khawatir audiens akan tergiring dan terpancang dengan judul karya yang disematkan oleh seniman.
Alangkah baiknya audiens memiliki persepsi masing-masing melihat objek pameran yang dilihatnya secara pemaknaan pun tak harus melulu sama dengan persepsi seniman kaca sebagai pembuatnya. Dari 20 karya yang ditampilkan, 80% adalah karya baru, sisanya adalah karya lama. Untuk mempersiapkan pameran ini dibutuhkan waktu satu bulan.
Mengapa tema pseudomorph ini diangkat, karena tema ini tak berkaitan dengan tren batu akik yang melanda masyarakat saat ini. Istilah pseudomorph adalah istilah dalam salah satu batuan geologi yang berhubungan dengan mineral.
Pseudomorph menggambarkan sebuah bentuk organik yang mengkristal, tema ini yang kemudian diadopsi Ivan karena memiliki proses pengerjaan yang hampir sama dengan pengerjaan karya-karya limbah kacanya yang menimbulkan makna sebuah bentuk yang tidak terlalu nyata sampai orang yang melihatnya akan memunculkan persepsi di benaknya masing-masing setelah melihat karya tersebut.
Proses pengerjaan karya yang paling sulit terletak pada detail, bukan hanya terletak pada ukuran besar kecil suatu karya. Ada karya-karya tertentu yang membutuhkan waktu pengerjaan lebih dari 10 jam hanya untuk menyelesaikan satu karya. “Pameran ini sekaligus saya gunakan untuk wahana edukasi masyarakat Indonesia tentangglass artyang belum familier dengan produk kerajinan kaca lain yang terbuat dari bahan nonkaca. Beberapa ada juga yang tidak bisa membedakan mana yang kerajinan kaca, batu, dan kristal,” tuturnya.
Sari salah satu pengunjung butik mengaku tertarik melihat pameran limbah kaca yang terbuat dari beberapa jenis kaca yang sudah tidak dipakai dan biasanya langsung dibuang. Dia tidak menyangka limbah kaca dapat dikreasikan menjadi sebuah karya yang juga cocok dan indah jika dijadikan hiasan di rumah.
“Saya melihat karya-karya yang dipamerkan di sini cocok dijadikan hiasan di meja atau lemari kaca di rumah. Rupanya limbah kaca ini jika diolah dan dikreasikan dapat menjadi salah satu pilihan untuk mempercantik interior ruangan di dalam rumah,” tandasnya.
Windy anggraina
Di tangan Ivan Bestari Minar Pradipta, berbagai limbah kaca dapat disulap menjadi sebuah karya seni yang bukan hanya menarik dan memiliki nilai seni tapi seolah menjadi karya yang hidup dan dapat berinteraksi dengan audiens. Ivan mengadakan pameran karya limbah kaca bertajuk Pseudomorph Recycled Glass Flameworking yang diadakan di Tirana Art Space Jalan Suryodiningratan 55 Yogyakarta pada 1–30 Juni 2015.
Sebanyak 20 karya terpajang apik di dinding-dinding ruang pameran yang juga berfungsi sebagai butik ini. “Pseudomorph artinya bentuk yang semu, kenapa saya mengambil tema ini karena karya-karya yang ada di sini jika dilihat semua memiliki bentuk yang tidak realis. Pseudomorph juga sering diidentikkan dengan bentuk yang mirip dengan makhluk hidup. Tapi dalam pameran kali ini saya membebaskan audiens untuk menilai dan menafsirkan sendiri karya yang mereka lihat,” kata seniman kaca, Ivan Bestari, kemarin.
Ivan menjelaskan, dari semua karya yang dipamerkan, tidak ada satu pun yang ia beri judul. Semua dibebaskan begitu saja karena dia ingin audiens memiliki ruang langsung untuk berinteraksi secara visual dengan karya yang mereka lihat. Jika diberi judul di masingmasing karya, Ivan khawatir audiens akan tergiring dan terpancang dengan judul karya yang disematkan oleh seniman.
Alangkah baiknya audiens memiliki persepsi masing-masing melihat objek pameran yang dilihatnya secara pemaknaan pun tak harus melulu sama dengan persepsi seniman kaca sebagai pembuatnya. Dari 20 karya yang ditampilkan, 80% adalah karya baru, sisanya adalah karya lama. Untuk mempersiapkan pameran ini dibutuhkan waktu satu bulan.
Mengapa tema pseudomorph ini diangkat, karena tema ini tak berkaitan dengan tren batu akik yang melanda masyarakat saat ini. Istilah pseudomorph adalah istilah dalam salah satu batuan geologi yang berhubungan dengan mineral.
Pseudomorph menggambarkan sebuah bentuk organik yang mengkristal, tema ini yang kemudian diadopsi Ivan karena memiliki proses pengerjaan yang hampir sama dengan pengerjaan karya-karya limbah kacanya yang menimbulkan makna sebuah bentuk yang tidak terlalu nyata sampai orang yang melihatnya akan memunculkan persepsi di benaknya masing-masing setelah melihat karya tersebut.
Proses pengerjaan karya yang paling sulit terletak pada detail, bukan hanya terletak pada ukuran besar kecil suatu karya. Ada karya-karya tertentu yang membutuhkan waktu pengerjaan lebih dari 10 jam hanya untuk menyelesaikan satu karya. “Pameran ini sekaligus saya gunakan untuk wahana edukasi masyarakat Indonesia tentangglass artyang belum familier dengan produk kerajinan kaca lain yang terbuat dari bahan nonkaca. Beberapa ada juga yang tidak bisa membedakan mana yang kerajinan kaca, batu, dan kristal,” tuturnya.
Sari salah satu pengunjung butik mengaku tertarik melihat pameran limbah kaca yang terbuat dari beberapa jenis kaca yang sudah tidak dipakai dan biasanya langsung dibuang. Dia tidak menyangka limbah kaca dapat dikreasikan menjadi sebuah karya yang juga cocok dan indah jika dijadikan hiasan di rumah.
“Saya melihat karya-karya yang dipamerkan di sini cocok dijadikan hiasan di meja atau lemari kaca di rumah. Rupanya limbah kaca ini jika diolah dan dikreasikan dapat menjadi salah satu pilihan untuk mempercantik interior ruangan di dalam rumah,” tandasnya.
Windy anggraina
(ftr)