Dakwah Sederhana, Usir Begal dan Demit
A
A
A
Kiai Ageng Gringsing merupakan sosok yang dikenal sebagai penyebar ajaran Islam di kawasan Kabupaten Batang, terutama di Kecamatan Gringsing. Selain sakti, tangguh, dan gigih, beliau dikenal dengan sosok sederhana.
Menurut cerita beredar, Kiai Ageng Gringsing merupakan seorang pangeran yang mengembara dari daerah Gunungpati, Cirebon, Jawa Barat. Nama aslinya adalah Syekh Maulana Raden Abdullah Saleh Sungging. Dalam perjalanannya menyebarkan agama Islam di wilayah Jateng, Kiai Ageng Gringsing sampai di daerah Gringsing, Kadipaten Batang, tepatnya di Desa Kendalsari Sembung, Kecamatan Limpung. “Tiba di sini sekitar tahun 1600-an.
Sebagai waliyullah , beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Di antaranya saat beristirahat Kiai Ageng Gringsing menancapkan tongkatnya ke tanah. Tiba-tiba tongkat tersebut bersemi dan menjadi sebatang pohon. Bahkan pohon itu masih ada sampai sekarang,” kata tokoh masyarakat Gringsing, Ahmad Zaenal Abidin saat ditemui KORAN SINDO. Pohon itu diberi nama pohon kendalsari.
Kepercayaan warga setempat, kata dia, jika daun pohon kendalsari itu subur, berarti ekonomi warga baik. Namun jika daunnya kering, berarti ekonomi warga menurun. “Pohon sempat dipagar tembok, tapi dua kali roboh sehingga dikembalikan ke pagar bambu saja,” katanya. Di Desa Gringsing, sang pangeran bertemu seorang gadis bernama Nyai Gringsing, yang merupakan putri pertama dari ulama setempat bernama Syekh Agung Tholib. Gadis itu dipersunting oleh Syekh Maulana Raden Abdullah menjadi istrinya sehingga beliau disebut sebagai Kiai Ageng Gringsing.
“Namun awal mempersuntingnya tidak mudah, sebab Nyai Gringsing juga dikenal sakti. Pertarungan beliau berlangsung selama beberapa hari. Nyai Gringsing bisa berubah menjadi ular besar, sedangkan Kiai Ageng Gringsing berubah menjadi harimau. Pertarungan dimenangkan Kiai Ageng Gringsing, meskipun katanya sempat tergigit kakinya,” ungkapnya. Selama berada di Gringsing, Kiai Gringsing dengan gigih berdakwah menyiarkan ajaran Islam. Meskipun wilayah Gringsing dulu dikenal dengan gudang begal dan pelaku kejahatan lainnya.
“Selain sarang begal, Gringsing juga dikenal sarang demit atau makhluk halus, sehingga dulu Kiai Gringsing semacam babat alas di Gringsing. Jadi selain membasmi begal, juga harus membasmi demit,” ujarnya. Lambat laun orang-orang yang sebelumnya begal dan tidak mengenal agama luluh dan sadar. Akhirnya, mereka banyak yang memeluk Islam.
“Satu per satu orang-orang awalnya menentang beliau, akhirnya disadarkan dan kemudian banyak memeluk Islam. Beliau sosok sederhana dan tidak suka pamer-pamer,” katanya. Makam Kiai Ageng Gringsing pertama kali ditemukan oleh Saat Iskandar, Nasirin, dan Muhyidin, sekitar 1991. Ketiga warga Desa Lempuyang, Kecamatan Bawang, itu ditugaskan gurunya, Syekh Aguslani, untuk mencari makam Kiai Ageng Gringsing. Sejak ditemukan itu mulai dilakukan haul Kiai Ageng Gringsing.
Haul dilakukan setiap bulan Muharam, karena ditemukannya makam Kiai Ageng Gringsing itu bertepatan bulan Muharam. “Ditemukannya itu pada hari Rabu Kliwon 31 Juli 1991 M atau bertepatan dengan 19 Muharam 1412 H sekitar pukul 14.00 WIB, yakni di pemakaman umum Gringsing Selatan. Awal haul mendapatkan pertentangan dari sejumlah pihak. Namun akhirnya berhasil digelar sampai sekarang,” ujarnya.
Miskiyah, kakak dari Ahmad Zaenal Abidin mengungkapkan, tak sedikit pula warga sekitar awalnya menentang keberadaan makam Kiai Ageng Gringsing tersebut. Dengan begitu mereka berusaha menggagalkan haul Kyai Ageng Gringsing yang pertama. “Yang kontra malah bilang kalau ‘itu makan jaran (kuda) kok disanjung-sanjung, bakar saja ‘. Akibatnya yang mengucapkan itu tidak lama kemudian rumahnya terbakar, tidak tahu itu musibah dari Allah atau apa,” ungkapnya.
Selain itu, tak sedikit yang menyalahgunakan ditemukan makam itu. Disebutkannya sejumlah warga malah bertapa untuk mendapatkan kupon judi. “Saat itu masih ramairamainya judi nomor buntut. Lha , ada yang menyalahgunakan makam Kiai Ageng Gringsing untuk meminta nomor, beberapa orang yang melakukan langsung dilempar ke sawah sebelah makam,” katanya.
Prahayuda Febrianto
Batang
Menurut cerita beredar, Kiai Ageng Gringsing merupakan seorang pangeran yang mengembara dari daerah Gunungpati, Cirebon, Jawa Barat. Nama aslinya adalah Syekh Maulana Raden Abdullah Saleh Sungging. Dalam perjalanannya menyebarkan agama Islam di wilayah Jateng, Kiai Ageng Gringsing sampai di daerah Gringsing, Kadipaten Batang, tepatnya di Desa Kendalsari Sembung, Kecamatan Limpung. “Tiba di sini sekitar tahun 1600-an.
Sebagai waliyullah , beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Di antaranya saat beristirahat Kiai Ageng Gringsing menancapkan tongkatnya ke tanah. Tiba-tiba tongkat tersebut bersemi dan menjadi sebatang pohon. Bahkan pohon itu masih ada sampai sekarang,” kata tokoh masyarakat Gringsing, Ahmad Zaenal Abidin saat ditemui KORAN SINDO. Pohon itu diberi nama pohon kendalsari.
Kepercayaan warga setempat, kata dia, jika daun pohon kendalsari itu subur, berarti ekonomi warga baik. Namun jika daunnya kering, berarti ekonomi warga menurun. “Pohon sempat dipagar tembok, tapi dua kali roboh sehingga dikembalikan ke pagar bambu saja,” katanya. Di Desa Gringsing, sang pangeran bertemu seorang gadis bernama Nyai Gringsing, yang merupakan putri pertama dari ulama setempat bernama Syekh Agung Tholib. Gadis itu dipersunting oleh Syekh Maulana Raden Abdullah menjadi istrinya sehingga beliau disebut sebagai Kiai Ageng Gringsing.
“Namun awal mempersuntingnya tidak mudah, sebab Nyai Gringsing juga dikenal sakti. Pertarungan beliau berlangsung selama beberapa hari. Nyai Gringsing bisa berubah menjadi ular besar, sedangkan Kiai Ageng Gringsing berubah menjadi harimau. Pertarungan dimenangkan Kiai Ageng Gringsing, meskipun katanya sempat tergigit kakinya,” ungkapnya. Selama berada di Gringsing, Kiai Gringsing dengan gigih berdakwah menyiarkan ajaran Islam. Meskipun wilayah Gringsing dulu dikenal dengan gudang begal dan pelaku kejahatan lainnya.
“Selain sarang begal, Gringsing juga dikenal sarang demit atau makhluk halus, sehingga dulu Kiai Gringsing semacam babat alas di Gringsing. Jadi selain membasmi begal, juga harus membasmi demit,” ujarnya. Lambat laun orang-orang yang sebelumnya begal dan tidak mengenal agama luluh dan sadar. Akhirnya, mereka banyak yang memeluk Islam.
“Satu per satu orang-orang awalnya menentang beliau, akhirnya disadarkan dan kemudian banyak memeluk Islam. Beliau sosok sederhana dan tidak suka pamer-pamer,” katanya. Makam Kiai Ageng Gringsing pertama kali ditemukan oleh Saat Iskandar, Nasirin, dan Muhyidin, sekitar 1991. Ketiga warga Desa Lempuyang, Kecamatan Bawang, itu ditugaskan gurunya, Syekh Aguslani, untuk mencari makam Kiai Ageng Gringsing. Sejak ditemukan itu mulai dilakukan haul Kiai Ageng Gringsing.
Haul dilakukan setiap bulan Muharam, karena ditemukannya makam Kiai Ageng Gringsing itu bertepatan bulan Muharam. “Ditemukannya itu pada hari Rabu Kliwon 31 Juli 1991 M atau bertepatan dengan 19 Muharam 1412 H sekitar pukul 14.00 WIB, yakni di pemakaman umum Gringsing Selatan. Awal haul mendapatkan pertentangan dari sejumlah pihak. Namun akhirnya berhasil digelar sampai sekarang,” ujarnya.
Miskiyah, kakak dari Ahmad Zaenal Abidin mengungkapkan, tak sedikit pula warga sekitar awalnya menentang keberadaan makam Kiai Ageng Gringsing tersebut. Dengan begitu mereka berusaha menggagalkan haul Kyai Ageng Gringsing yang pertama. “Yang kontra malah bilang kalau ‘itu makan jaran (kuda) kok disanjung-sanjung, bakar saja ‘. Akibatnya yang mengucapkan itu tidak lama kemudian rumahnya terbakar, tidak tahu itu musibah dari Allah atau apa,” ungkapnya.
Selain itu, tak sedikit yang menyalahgunakan ditemukan makam itu. Disebutkannya sejumlah warga malah bertapa untuk mendapatkan kupon judi. “Saat itu masih ramairamainya judi nomor buntut. Lha , ada yang menyalahgunakan makam Kiai Ageng Gringsing untuk meminta nomor, beberapa orang yang melakukan langsung dilempar ke sawah sebelah makam,” katanya.
Prahayuda Febrianto
Batang
(ars)