Sering Tak Lihat Bulan, Sedih saat Hujan
A
A
A
KULONPROGO - Penentuan awal bulan puasa dilakukan melihat bulan dengan mata telanjang dan bantuan teropong. Namun terkadang hasilnya disikapi beragam oleh masyarakat dalam menentukan awal puasanya.
Meski begitu, Tim Rukyatul Hilal tetap bekerja dan melakukan pantauan. Suasana Pantai Trisik yang berada di Kecamatan Galur, Kulonprogo, Selasa (16/6) sore, tampak ramai. Meski matahari mulai condong ke barat, sejumlah orang masih asyik memantau proses tenggelamnya matahari. Tidak hanya dengan mata telanjang, sejumlah orang tampak membidikkan teropong ke arah barat untuk melihat bulan.
Mereka ini bukan wisatawan yang menikmati proses tenggelamnya matahari yang dikenal indah. Namun, mereka merupakan Tim Rukyatul Hilal dari Kementerian Agama Kulonprogo, Pengadilan Agama, dan juga dari tokoh agama dan ormas Islam. Mereka sengaja datang melihat bulan sebagai penentu datangnya bulan puasa. “Saya sudah dua tahun ikut dalam tim ini,” ujar Tubiyanto, Staf Penyelenggara Syariah Kemenag Kulonprogo.
Menurutnya, ada kebanggaan tersendiri bisa masuk tim ini. Apalagi dia bisa ikut syiar dan menjalankan ibadah. Tidak hanya itu, dia juga bisa mengagumi alam dan menyatu dengan alam yang menjadi ciptaan Sang Kuasa. Rukyatul hilal menjadi salah satu amalan hukum Islam yang harus dilakukan. Sebab dari pantauan ini, akan menjadi dasar bagi masyarakat melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan. “Lebih banyak sukanya, meski lebih sering tak bisa melihat bulan,” tuturnya.
Untuk bisa menggunakan teropong diakuinya ada diklat khusus. Hal itu penting agar tidak ada kesalahan dan penggunaan alat. Sebab teropong itu bisa menjadi bumerang jika dipakai tanpa prosedur dan penggunaan benar. “Susahnya kalau hujan, lainnya lebih senang,” ujarnya.
Ketua Badan Hisab Rukyat Kulonprogo, Jauhar Mustofa mengatakan, perlu ada pemahaman yang benar dalam melaksanakan rukyatul hilal. Salah satunya dengan mendasarkan atas pemahaman dan pengetahuan tentang astronomi. Kerap saat tanggal 29 Syaban, bulan tidak tampak seperti kemarin.
Namun, ketika ditambah sehari, justru bulan sudah cukup tinggi. Ini terjadi karena letak bulan masih dua derajat sehingga belum tampak. Sementara setiap hari pergeseran bulan sekitar 12 derajat. Artinya, ketika selang sehari bisa jadi posisi bulan sudah naik 10 derajat dan bisa dilihat dengan mata telanjang. “Itu yang kadang menjadi persepsi salah di masyarakat. Padahal ketika kurang, bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari,” katanya.
Di Kulonprogo selama ini rukyat dilaksanakan di Pantai Trisik. Namun, tim masih mencari lokasi alternatif lain yang bisa dipakai. “Ada tawaran di Kokap, Giripeni, sampai Puncak Suroloyo. Prinsip lokasi harus bebas dari gangguan,” tuturnya. bersambung
Kuntadi
Meski begitu, Tim Rukyatul Hilal tetap bekerja dan melakukan pantauan. Suasana Pantai Trisik yang berada di Kecamatan Galur, Kulonprogo, Selasa (16/6) sore, tampak ramai. Meski matahari mulai condong ke barat, sejumlah orang masih asyik memantau proses tenggelamnya matahari. Tidak hanya dengan mata telanjang, sejumlah orang tampak membidikkan teropong ke arah barat untuk melihat bulan.
Mereka ini bukan wisatawan yang menikmati proses tenggelamnya matahari yang dikenal indah. Namun, mereka merupakan Tim Rukyatul Hilal dari Kementerian Agama Kulonprogo, Pengadilan Agama, dan juga dari tokoh agama dan ormas Islam. Mereka sengaja datang melihat bulan sebagai penentu datangnya bulan puasa. “Saya sudah dua tahun ikut dalam tim ini,” ujar Tubiyanto, Staf Penyelenggara Syariah Kemenag Kulonprogo.
Menurutnya, ada kebanggaan tersendiri bisa masuk tim ini. Apalagi dia bisa ikut syiar dan menjalankan ibadah. Tidak hanya itu, dia juga bisa mengagumi alam dan menyatu dengan alam yang menjadi ciptaan Sang Kuasa. Rukyatul hilal menjadi salah satu amalan hukum Islam yang harus dilakukan. Sebab dari pantauan ini, akan menjadi dasar bagi masyarakat melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan. “Lebih banyak sukanya, meski lebih sering tak bisa melihat bulan,” tuturnya.
Untuk bisa menggunakan teropong diakuinya ada diklat khusus. Hal itu penting agar tidak ada kesalahan dan penggunaan alat. Sebab teropong itu bisa menjadi bumerang jika dipakai tanpa prosedur dan penggunaan benar. “Susahnya kalau hujan, lainnya lebih senang,” ujarnya.
Ketua Badan Hisab Rukyat Kulonprogo, Jauhar Mustofa mengatakan, perlu ada pemahaman yang benar dalam melaksanakan rukyatul hilal. Salah satunya dengan mendasarkan atas pemahaman dan pengetahuan tentang astronomi. Kerap saat tanggal 29 Syaban, bulan tidak tampak seperti kemarin.
Namun, ketika ditambah sehari, justru bulan sudah cukup tinggi. Ini terjadi karena letak bulan masih dua derajat sehingga belum tampak. Sementara setiap hari pergeseran bulan sekitar 12 derajat. Artinya, ketika selang sehari bisa jadi posisi bulan sudah naik 10 derajat dan bisa dilihat dengan mata telanjang. “Itu yang kadang menjadi persepsi salah di masyarakat. Padahal ketika kurang, bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari,” katanya.
Di Kulonprogo selama ini rukyat dilaksanakan di Pantai Trisik. Namun, tim masih mencari lokasi alternatif lain yang bisa dipakai. “Ada tawaran di Kokap, Giripeni, sampai Puncak Suroloyo. Prinsip lokasi harus bebas dari gangguan,” tuturnya. bersambung
Kuntadi
(ftr)