Gajah Binaan WWF di TNTN Pelalawan Mati Misterius

Gajah Binaan WWF di TNTN Pelalawan Mati Misterius
A
A
A
PEKANBARU - Seekor gajah remaja di temukan mati di Kawasan Taman Nasional Tesso Nillo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan, Riau.
Gajah berjenis kelamin betina ini merupakan gajah latih atau Elephant Flying Squad Tesso Nilo yang bina oleh organisasi pencinta satwa langka dunia, World Wildlife Fund for Nature (WWF).
Gajah tersebut ditemukan di kawasan hutan TNTN oleh pelatihnya (mahout). Gajah tersebut diperkirakan sudah mati sejak tingga minggu lalu.
Humas WWF Riau, Syamsidar menerangkan bahwa gajah yang mati itu bernama Nela. Dimana Nela merupakan anak pertama dari tim Flying Squad lahir pada 23 Februari, 2006 dari induknya, Lisa.
Para Nela merupakan hasil perkawinan Lisa dan salah satu gajah liar di TNTN. "Dalam kesehariannya Nela dikenal gajah yang sangat lincah dan mudah diatur sehingga seringkali Nela menjadi perhatian tamu yang berkunjung ke camp Flying Squad," ucap Syamsidar.
Atas kematian Nela, pihak WWF pun melaporkan kejadian itu ke pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau. Kemudian pihak BBKSDA bersama WWF dan dibantu dari perusahaan PT RAPP melakukan autopsi gajah betina itu.
Kemudian tim dokter juga mengambil sampel organ dalam Nela untuk analisa laboratorium lebih lanjut di Balai Veteriner Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Namun saat ini kematian Nela masih misterius.
"Tim juga tidak menemukan tanda-tanda trauma fisik atau cedera pada bangkai Nela dan organ bagian dalam pun terlihat baik. Untuk memastikan penyebab kematian gajah ini kami perlu menunggu hasil cek labor," tambah Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau Johny Lagawurin.
Nela merupakan satu dari delapan Elephant Flying Squad Tesso Nilo. Dengan hilangnya Nela, berarti saat ini tinggal tujuh ekor lagi gajah latih yang dikelola WWF. Tim Elephant Flying Squad Tesso Nilo bersama pawangnya, selama ini bertugas mengusir gajah liar yang mendiami TNTN.
Dimana gajah-gajah liar itu sering turun ke rumah penduduk. Kawasan TNTN sendiri saat ini sedang krisis akibat perambahan besar-besarnya. Dimana hampir separuh dari 83 ribu hektar luas TNTN telah beralih fungsi jadi pemukiman dan perkebunan.
Gajah berjenis kelamin betina ini merupakan gajah latih atau Elephant Flying Squad Tesso Nilo yang bina oleh organisasi pencinta satwa langka dunia, World Wildlife Fund for Nature (WWF).
Gajah tersebut ditemukan di kawasan hutan TNTN oleh pelatihnya (mahout). Gajah tersebut diperkirakan sudah mati sejak tingga minggu lalu.
Humas WWF Riau, Syamsidar menerangkan bahwa gajah yang mati itu bernama Nela. Dimana Nela merupakan anak pertama dari tim Flying Squad lahir pada 23 Februari, 2006 dari induknya, Lisa.
Para Nela merupakan hasil perkawinan Lisa dan salah satu gajah liar di TNTN. "Dalam kesehariannya Nela dikenal gajah yang sangat lincah dan mudah diatur sehingga seringkali Nela menjadi perhatian tamu yang berkunjung ke camp Flying Squad," ucap Syamsidar.
Atas kematian Nela, pihak WWF pun melaporkan kejadian itu ke pihak Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau. Kemudian pihak BBKSDA bersama WWF dan dibantu dari perusahaan PT RAPP melakukan autopsi gajah betina itu.
Kemudian tim dokter juga mengambil sampel organ dalam Nela untuk analisa laboratorium lebih lanjut di Balai Veteriner Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Namun saat ini kematian Nela masih misterius.
"Tim juga tidak menemukan tanda-tanda trauma fisik atau cedera pada bangkai Nela dan organ bagian dalam pun terlihat baik. Untuk memastikan penyebab kematian gajah ini kami perlu menunggu hasil cek labor," tambah Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau Johny Lagawurin.
Nela merupakan satu dari delapan Elephant Flying Squad Tesso Nilo. Dengan hilangnya Nela, berarti saat ini tinggal tujuh ekor lagi gajah latih yang dikelola WWF. Tim Elephant Flying Squad Tesso Nilo bersama pawangnya, selama ini bertugas mengusir gajah liar yang mendiami TNTN.
Dimana gajah-gajah liar itu sering turun ke rumah penduduk. Kawasan TNTN sendiri saat ini sedang krisis akibat perambahan besar-besarnya. Dimana hampir separuh dari 83 ribu hektar luas TNTN telah beralih fungsi jadi pemukiman dan perkebunan.
(nag)