Bantu Posyandu Pantau Tumbuh Kembang Anak
A
A
A
SEMARANG - OTOTIM, sebuah alat ukur tumbuh kembang anak sekaligus sebagai pendeteksi gizi buruk maupun gizi kurang pada balita, ciptaan lima mahasiswa Undip Semarang.
Indonesia termasuk salah satu negara tertinggi yang mengalami masalah gizi buruk dan gizi kurang. Kondisi itu umumnya dialami oleh anak usia balita.
Untuk mengurangi jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang di Tanah Air, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya. Di antaranya dengan gerakan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang sudah digalakkan sejak 1986 silam secara massal. Hingga saat ini pemerintah terus memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi menurunkan angka dari masalah tersebut dengan menggaet anggota masyarakat menjadi kader di posyandu.
Tugas kader melakukan pengukuran antropometri yang meliputi tinggi badan atau panjang badan, berat badan, lingkar kepala, serta lingkar lengan atas. Keempat pengukuran ini merupakan indikator penting dalam pendeteksian dini gizi buruk maupun gizi kurang. Sayangnya, praktik di lapangan belum sepenuhnya menunjukkan harapan.
Kurangnya pelatihan kepada kader serta keterbatasan fasilitas alat pengukuran antropometri menjadi penyebab utamanya. Tentu pengukuran dengan alat konvensional perlu dikaji ulang untuk menemukan solusi yang paling tepat. dasar itulah, lima orang mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, yakni Luthfi Rahman dari Teknik Elektro 2012, Bayu Seno AN dari Teknik Elektro 2012, M Alfin A Teknik Elektro 2013, Dhani Latifani dari Ilmu Gizi 2012, serta Ermawati Sundari dari Ilmu Gizi 2012 mengembangkan perangkat yang berfungsi sebagai detektor dini bagi anak bawah lima tahun (balita) yang terkena gizi buruk.
Perangkat yang mereka kembangkan itu diberi nama OTOTIM atau Otomatisasi Alat Antropometri dan Kartu Menuju Sehat (KMS) digital. OTOTIM yang merupakan peranti yang memiliki fungsi sebagai alat ukur berat badan dan tinggi badan digital bagi balita pada usia pertumbuhan emas.
Alat ukur itu juga terhubung dengan personal computer (PC) yang sudah dilengkapi dengan aplikasi KMS digital OTOTIM untuk mencatat hasil pengukuran yang dilakukan melalui peralatan tersebut. Luthfi Rahman selaku ketua tim mahasiswa itu menyebutkan alat tersebut memiliki kelebihan.
Di antaranya memberikan kemudahan bagi petugas atau lader di posyandu yang tengah bekerja melakukan pengukuran dan pencatatan. Melalui alat tersebut, data pengukuran dan pencatatan perkembangan anak menjadi lebih valid. Dengan begitu, kesalahan pengukuran dan pencatatan oleh kader posyandu dapat diminimalisasi.
“Melalui peralatan dan aplikasi ini, semua data pengukuran dan pencatatan dapat disimpan secara langsung ke dalam PC. Terutama data-data untuk KMS anak sejak pengukuran pertama hingga yang paling akhir dilakukan. Sangat memudahkan para petugas di posyandu jika ingin melihat kembali data anak secara perorangan ataupun keseluruhan pada awal pengukuran dilakukan,” katanya.
OTOTIM karya kelima mahasiswa itu kini tengah dalam proses mendapatkan paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor registrasi ES09201500040. “Pengerjaan OTOTIM saat ini telah mencapai 90% dan kami terus berusaha untuk mengembangkannya agar sempurna,” ujar Luthfi Rahman.
Beberapa pengujian sudah dilakukan pada alat karya mereka. Di antaranya 9 Juni lalu di posyandu Kasih Ibunda RW II Kelurahan Jangli Kota Semarang. Berdasarkan kuesioner yang diberikan didapatkan kesimpulan pengujian bahwa OTOTIM layak untuk dikembangkan dan digunakan di posyandu. “Setelah dicobakan, anak-anak tidak merasa takut lagi ketika ditimbang, mereka tidak lagi menangis,” kata Ermawati Sundari, salah satu anggota tim yang juga pemrakarsa alat tersebut.
Ke depan perangkat tersebut akan diprediksi lebih banyak sehingga dapat didistribusikan ke berbagai pelosok Tanah Air. “Dengan begitu, deteksi dini gizi buruk akan cepat ditemukan sehingga kejadian gizi buruk maupun gizi kurang dapat segera ditangani dengan cepat,” ungkapnya.
Susilo Himawan
Indonesia termasuk salah satu negara tertinggi yang mengalami masalah gizi buruk dan gizi kurang. Kondisi itu umumnya dialami oleh anak usia balita.
Untuk mengurangi jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang di Tanah Air, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya. Di antaranya dengan gerakan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang sudah digalakkan sejak 1986 silam secara massal. Hingga saat ini pemerintah terus memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi menurunkan angka dari masalah tersebut dengan menggaet anggota masyarakat menjadi kader di posyandu.
Tugas kader melakukan pengukuran antropometri yang meliputi tinggi badan atau panjang badan, berat badan, lingkar kepala, serta lingkar lengan atas. Keempat pengukuran ini merupakan indikator penting dalam pendeteksian dini gizi buruk maupun gizi kurang. Sayangnya, praktik di lapangan belum sepenuhnya menunjukkan harapan.
Kurangnya pelatihan kepada kader serta keterbatasan fasilitas alat pengukuran antropometri menjadi penyebab utamanya. Tentu pengukuran dengan alat konvensional perlu dikaji ulang untuk menemukan solusi yang paling tepat. dasar itulah, lima orang mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, yakni Luthfi Rahman dari Teknik Elektro 2012, Bayu Seno AN dari Teknik Elektro 2012, M Alfin A Teknik Elektro 2013, Dhani Latifani dari Ilmu Gizi 2012, serta Ermawati Sundari dari Ilmu Gizi 2012 mengembangkan perangkat yang berfungsi sebagai detektor dini bagi anak bawah lima tahun (balita) yang terkena gizi buruk.
Perangkat yang mereka kembangkan itu diberi nama OTOTIM atau Otomatisasi Alat Antropometri dan Kartu Menuju Sehat (KMS) digital. OTOTIM yang merupakan peranti yang memiliki fungsi sebagai alat ukur berat badan dan tinggi badan digital bagi balita pada usia pertumbuhan emas.
Alat ukur itu juga terhubung dengan personal computer (PC) yang sudah dilengkapi dengan aplikasi KMS digital OTOTIM untuk mencatat hasil pengukuran yang dilakukan melalui peralatan tersebut. Luthfi Rahman selaku ketua tim mahasiswa itu menyebutkan alat tersebut memiliki kelebihan.
Di antaranya memberikan kemudahan bagi petugas atau lader di posyandu yang tengah bekerja melakukan pengukuran dan pencatatan. Melalui alat tersebut, data pengukuran dan pencatatan perkembangan anak menjadi lebih valid. Dengan begitu, kesalahan pengukuran dan pencatatan oleh kader posyandu dapat diminimalisasi.
“Melalui peralatan dan aplikasi ini, semua data pengukuran dan pencatatan dapat disimpan secara langsung ke dalam PC. Terutama data-data untuk KMS anak sejak pengukuran pertama hingga yang paling akhir dilakukan. Sangat memudahkan para petugas di posyandu jika ingin melihat kembali data anak secara perorangan ataupun keseluruhan pada awal pengukuran dilakukan,” katanya.
OTOTIM karya kelima mahasiswa itu kini tengah dalam proses mendapatkan paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor registrasi ES09201500040. “Pengerjaan OTOTIM saat ini telah mencapai 90% dan kami terus berusaha untuk mengembangkannya agar sempurna,” ujar Luthfi Rahman.
Beberapa pengujian sudah dilakukan pada alat karya mereka. Di antaranya 9 Juni lalu di posyandu Kasih Ibunda RW II Kelurahan Jangli Kota Semarang. Berdasarkan kuesioner yang diberikan didapatkan kesimpulan pengujian bahwa OTOTIM layak untuk dikembangkan dan digunakan di posyandu. “Setelah dicobakan, anak-anak tidak merasa takut lagi ketika ditimbang, mereka tidak lagi menangis,” kata Ermawati Sundari, salah satu anggota tim yang juga pemrakarsa alat tersebut.
Ke depan perangkat tersebut akan diprediksi lebih banyak sehingga dapat didistribusikan ke berbagai pelosok Tanah Air. “Dengan begitu, deteksi dini gizi buruk akan cepat ditemukan sehingga kejadian gizi buruk maupun gizi kurang dapat segera ditangani dengan cepat,” ungkapnya.
Susilo Himawan
(ftr)