Kecolongan Lagi, Siswa Tetap Coret-Coret
A
A
A
PALEMBANG - Meski kelulusan SMP sudah diumumkan melalui sistem online kemarin, pelajar tetap saja merayakannya dengan melakukan konvoi liar di jalanan. Mereka bersuka cita dengan aksi coret-coret di be berapa pusat keramaian, seperti Kambang Iwak, Jembatan Ampera hingga Jakabaring.
Gaya bermotor ugal-ugalan ini mereka anggap sebagai luapan rasa gembira. Tidak hanya itu, atribut perayaan kelulusan juga mewarnai aksi mereka, seperti seragam yang sudah dicoret-coret dan lainnya. Sebagian ada yang terlihat kocar-kacir ketika didatangi anggota polisi yang memang siaga di titik ter tentu. Didapati semakin sore rombongan konvoi gabungan semakin banyak.
"Mereka kumpul di seputaran Kambang Iwak, tadinya di sekitar masjid, tapi saya usir karena cukup mengganggu," tutur Rahman, salah satu juru parkir Masjid Taqwa dibincangi kemarin. Menurutnya, konvoi para siswa pada saat kelulusan mestinya bisa ditekan pemerintah. Selain mengganggu pengguna jalan lainnya, aksi mereka dianggap banyak melanggar lalu lintas.
Hal itu dikhawatirkan bisa membahayakan diri mereka sendiri. "Mereka kebanyakan tidak pakai helm, pasti juga belum punya SIM, dan bonceng bertiga. Kalau sudah begitu, kecelakaan baru tahu dia. Itulah pada kelulusan SMA lalu saya sudah ingatkan anak saya untuk tidak ikut-ikutan," bebernya.
Sementara itu, penjaga SMP Negeri 1 Palembang Husnul me ngatakan, aksi konvoi maupun coret-coret memang mengganggu dan tidak bermanfaat sama sekali. Akan lebih bagus kalau siswa yang lulus memberikan seragamnya yang masih layak kepada orang lain. "Gem bira selesai menempuh pendidikan tentu sah saja, tapi kalau gembiranya seperti ini jelas tidak ada manfaatnya.
Inilah bukti pengawasan yang kurang," ujar dia. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Palembang Ahmad Zulinto menegaskan, setiap sekolah mestinya mencegah konvoi dan coret seragam. Misalnya, dengan melaksanakan pengumuman kelulusan online agar siswa tidak berkeliaran di luar.
Hal ini berdasarkan surat keputusan nomor 421.3/1189/26.8/PN/2015 yang ditujukan kepada kepala sekolah. "Sekolah harus melarang siswa melakukan perbuatan berlebihan, seperti konvoi liar dan coret seragam. Apabila masih terjadi, kita minta sekolah panggil siswa dan orang tua.
Lalu ijazahnya ditunda untuk dibagikan," ujarnya. Langkah tegas ini dilakukan karena sekolah maupun siswa sudah mengabaikan instruksi yang telah diberikan. "Setelah dipanggil mereka akan diberi sosialisasi dan membuat surat perjanjian. Barulah berhak mendapat ijazah," jelasnya.
Yulia savitri
Gaya bermotor ugal-ugalan ini mereka anggap sebagai luapan rasa gembira. Tidak hanya itu, atribut perayaan kelulusan juga mewarnai aksi mereka, seperti seragam yang sudah dicoret-coret dan lainnya. Sebagian ada yang terlihat kocar-kacir ketika didatangi anggota polisi yang memang siaga di titik ter tentu. Didapati semakin sore rombongan konvoi gabungan semakin banyak.
"Mereka kumpul di seputaran Kambang Iwak, tadinya di sekitar masjid, tapi saya usir karena cukup mengganggu," tutur Rahman, salah satu juru parkir Masjid Taqwa dibincangi kemarin. Menurutnya, konvoi para siswa pada saat kelulusan mestinya bisa ditekan pemerintah. Selain mengganggu pengguna jalan lainnya, aksi mereka dianggap banyak melanggar lalu lintas.
Hal itu dikhawatirkan bisa membahayakan diri mereka sendiri. "Mereka kebanyakan tidak pakai helm, pasti juga belum punya SIM, dan bonceng bertiga. Kalau sudah begitu, kecelakaan baru tahu dia. Itulah pada kelulusan SMA lalu saya sudah ingatkan anak saya untuk tidak ikut-ikutan," bebernya.
Sementara itu, penjaga SMP Negeri 1 Palembang Husnul me ngatakan, aksi konvoi maupun coret-coret memang mengganggu dan tidak bermanfaat sama sekali. Akan lebih bagus kalau siswa yang lulus memberikan seragamnya yang masih layak kepada orang lain. "Gem bira selesai menempuh pendidikan tentu sah saja, tapi kalau gembiranya seperti ini jelas tidak ada manfaatnya.
Inilah bukti pengawasan yang kurang," ujar dia. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Palembang Ahmad Zulinto menegaskan, setiap sekolah mestinya mencegah konvoi dan coret seragam. Misalnya, dengan melaksanakan pengumuman kelulusan online agar siswa tidak berkeliaran di luar.
Hal ini berdasarkan surat keputusan nomor 421.3/1189/26.8/PN/2015 yang ditujukan kepada kepala sekolah. "Sekolah harus melarang siswa melakukan perbuatan berlebihan, seperti konvoi liar dan coret seragam. Apabila masih terjadi, kita minta sekolah panggil siswa dan orang tua.
Lalu ijazahnya ditunda untuk dibagikan," ujarnya. Langkah tegas ini dilakukan karena sekolah maupun siswa sudah mengabaikan instruksi yang telah diberikan. "Setelah dipanggil mereka akan diberi sosialisasi dan membuat surat perjanjian. Barulah berhak mendapat ijazah," jelasnya.
Yulia savitri
(bbg)