Gempa Tak Miliki Gejala Alam

Kamis, 04 Juni 2015 - 08:47 WIB
Gempa Tak Miliki Gejala Alam
Gempa Tak Miliki Gejala Alam
A A A
YOGYAKARTA - Munculnya banyak cacing dari dalam tanah yang belakangan terjadi di kawasan Kabupaten Bantul bukanlah penanda bakal terjadinya gempa dahsyat seperti pada 2006 lalu.

Fenomena tersebut dinilai hanya fenomena alam biasa. Keluarnya cacing ke permukaan tanah lebih dikarenakan pergantian musim, bukan sebagai tanda-tanda akan datangnya gempa. “Salah satu kejadian saat gempa memang banyak cacing yang keluar dari tanah. Tapi keluarnya cacing ini juga bisa karena banyak hal lain. Untuk kali ini saya perkirakan karena pergantian musim saja,” ujar pakar kegempaan dari UII, Sarwidi, kemarin.

Kepada KORAN SINDO YOGYA Sarwidi menuturkan, fenomena serupa sebenarnya juga terjadi di wilayah utara Yogyakarta, seperti di lingkungan tempat tinggalnya. Menurut dia, musim yang telah memasuki kemarau tapi masih ada hujan bisa menyebabkan suhu di dalam tanah lebih tinggi dari permukaan. Hal itulah yang memicu cacing muncul ke permukaan.

“Dari prediksi saya, tampaknya belum akan muncul gempa lagi karena energi dari lempengan susur Opak belum terakumulasi besar untuk dapat menimbulkan gempa. Buktinya lagi, gempa tahun 2006 lalu terjadi setelah 150 tahun dari gempa terakhir di Yogyakarta,” katanya menganalisis. Pendapat yang sama dikemukakan Kasi Observasi Stasiun Geofisika, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Bambang Subagyo. Dia menegaskan selama ini bencana gempa belum ada yang bisa memprediksi gejala awalnya.

“Sebenarnya tidak ada hubungannya langsung (antara cacing dan gempa). Gempa itu sulit diprediksi,” ungkap Bambang. Secara ilmiah, fenomena cacing keluar dari tanah dengan keterkaitan akan gempa sampai kini tidak ada kaitannya. “Kemungkinan karena kepanasan. Beberapa hari sebelumnya, sekitar 27 sampai 31 Mei beberapa titik di Bantul tidak hujan. Seperti di Pleret, Bantul, dan Imogiri. Baru kemudian tanggal 1 (Juni) hujan,” tambah Bambang berargumen. Bencana gempa memang berbeda dengan yang lainnya. Misalnya gunung akan mengalami erupsi maka di sekitarnya suhu udara ada perubahan. Lalu hewan-hewan pun biasanya akan turun.

“Tapi, kalau gempa belum bisa dibuktikan gejala awalnya cacing keluar dari tanah. Berbeda ketika bencana erupsi Merapi, misalnya. Ada hewan di sekitarnya turun, karena suhunya berubah,” ucapnya. Bambang pun meminta agar kabar mengenai fenomena cacing tersebut disikapi dengan bijak. Tidak perlu secara berlebihan, kemudian dikait-kaitkan dengan gempa.

“Tidak perlu berlebihan, kemudian dikaitkaitkan. Gempa belum bisa diprediksi, kapan dan di mana. Kalaupun nantinya terjadi gempa, itu memang sudah waktunya,” cetus Bambang. Dia mengakui gempa bumi masih mengancam wilayah DIY. Sebab, di wilayah Samudera Hindia terdapat lempengan di antara Australia dan Pulau Jawa. Kepala Badan Geologi Kementerian Sumber Daya Mineral, Surono, menganggap keluarnya cacing karena respons terhadap pergantian musim. Tidak ada hubungannya dengan gempa bumi, meskipun cacingcacing tersebut ke luar di wilayah rawan gempa bumi, yakni Bantul.

Karena itu warga diminta untuk tetap tenang. Laki-laki yang akrab dipanggil Mbah Rono ini mengungkapkan, meskipun Bantul pernah dilanda gempa dahsyat pada 1943 dan terulang lagi pada 2006, bukan berarti gempa akan terulang lagi. Dia beralasan gempa itu terjadi karena energi yang terkumpul selama puluhan tahun tersebut cukup besar. Dia justru menyangsikan apakah energi yang terkumpul selama sembilan tahun ini mampu membuat gempa besar seperti 2006. “Apakah mungkin energi yang terkumpul selama 9 tahun sama dengan gempa 2006? Saya rasa belum,” katanya.

Ditanggapi Beragam

Fenomena keluarnya cacing ke permukaan tanah dalam keadaan lemas ditanggapi beragam oleh warga Bantul. Ada yang khawatir kejadian gempa bumi2006laluterulangkembali. Namun, tak sedikit yang menganggapnya bukan hal aneh. Ahmad Yuliantoro, misalnya, warga Dusun Krapyak Wetan, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon ini menganggap keluarnya cacing dari dalam tanah merupakan fenomena biasa.

Apalagi terjadi ketika musim pancaroba saat ini. Kemungkinan besar perubahan suhu yang ekstrem belakangan ini mengakibatkan cacing juga tidak betah di dalam tanah. Bisa jadi cacing-cacing tersebut kepanasan sehingga memaksa untuk ke luar ke permukaan. “Biasa itu ketika musim pancaroba,” ucapnya kemarin. Di Sleman, fenomena keluarnya cacing sudah berlangsung sekitar dua pekan ini. Di daerah Sidokarto, Kecamatan Godean, Sleman, warga juga melihat hal yang serupa.

Menurut salah seorang warga Sidokarto, kejadian tersebut adalah hal biasa. “Kalau orang Sleman malah melihat fenomena bahwa cacing tanah mengalami kedinginan di dalam tanah, lalu mereka muncul ke permukaan untuk mencari udara hangat,” papar Zain, warga Godean.

Ratih keswara/ ridho hidayat/ erfanto linangkung
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6010 seconds (0.1#10.140)