Mendidik Siswa Sadar Lingkungan
A
A
A
Tak seperti sekitar sekolah yang nampak kering dan panas, ketika masuk di sekolah ini pepohonan banyak menyambut serta gemericik air seperti tetesan air terjun nampak ada di beberapa sisi. Hiasan pemandangan rumput nan hijau dan asri membuat suasana hati semakin sejuk hingga merasuk sukma.
Kilauan beragam ikan yang dipelihara di beberapa kolam tampak menari menghibur setiap mata yang memandang. Setiap sudut sekolah ini selalu diisi dengan beberapa jenis macam tong sampah yang ditulisi sesuai dengan sampah yang boleh dimasukkan. Di salah satu sudut sekolah tampak para siswa sedang sibuk sedang memilah sampah-sampah yang masuk.
Di antara mereka ada juga mengamati jarum timbangan yang menunjukkan berat sampah yang berhasil dikumpulkan masing-masing kelas. Tampak juga siswa yang memegang buku catatan lengkap dengan kalkulator, ia sepertinya menghitung total jumlah sampah yang berhasil dikumpulkan.
Di beberapa sudut lain, tampak sangat jelas para siswa berusaha membuat beragam bentuk kerajinan. Uniknya, kerajinan tersebut berasal dari barang-barang tak terpakai atau bisa dikatakan sampah yang berhasil dikumpulkan para siswa. Meski berasal dari barang bekas, jangan salah karena bentuknya tak kalah dengan kerajinan lainnya.
Di sudut tenggara sekolah yang bersebelahan dengan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul tampak beberapa orang siswa menggaruk-garuk sampah dedaunan yang dikumpulkan dari pohon-pohon yang jatuh di lingkungan sekolah tersebut. Dengan menggunakan kain penutup muka, siswa-siswa tersebut memasukkan dedaunan ke dalam mesin penggiling sampah.
“Mereka sedang mencacah dedaunan untuk membuat pupuk organik,” ujar Kepala Sekolah SMA 2 Bantul Isdarmoko. Ya, setelah berhasil merebut juara dua nasional kategori Sekolah Sehat, kini SMA 2 Bantul berupaya mewujudkan sekolah mereka menjadi sekolah Adiwiyata, yaitu sekolah yang mengedepankan kegiatan kepedulian terhadap lingkungan.
Menurut Isdarmoko, SMA 2 Bantul sudah mulai merintis sekolah Adiwiyata sejak angkatan 2013 lalu. Untuk mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan, beberapa kebijakan telah dibuat oleh sekolah yang termasuk favorit di Kabupaten Bantul ini. Pihak sekolah berupaya menciptakan kurikulum sekolah berbasis lingkungan.
Mereka mengintegrasikan wawasan tentang lingkungan hidup ke dalam pembelajaran. Beberapa pelajaran yang mereka gelar di kelas dipertajam lagi mengarah ke lingkungan hidup dengan program-program tematik. Selain itu, pihak sekolah juga berupaya menciptakan lingkungan di dalam sekolah benar-benar sehat dan terjaga keasrian ekosistem.
Bahkan, di beberapa titik sekolah ada ruang yang sengaja diciptakan untuk habitat hewan atau tumbuhan tertentu. “Di sini ada habitat untuk hidup ular namun yang tidak berbisa, ada juga habitat katak, dan beberapa binatang lainnya,”ungkapnya. Program ramah lingkungan SMA 2 Bantul ini dijabarkan ke dalam 11 divisi, di antaranya biopori, perikanan, kantin, tanaman sayur, tanaman buah, obat-obatan, dan pengelolaan sampah.
Pihak sekolah berupaya menciptakan sekolah menjadi sarana untuk melestarikan lingkungan. Tak jarang mereka juga berkampanye ke luar sekolah guna menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya lingkungan hidup. Memang cukup sulit mewujudkan sekolah Adiwiyata karena mengubah pola pikir (mindset) dan kebiasaan seluruh pihak yang berada di sekolah.
Salah satu yang paling sulit menyadarkan penghuni sekolah membuang sampah pada tempatnya dan sesuai dengan kategori sampah tersebut. Perlahan tapi pasti, budaya tersebut akhirnya bisa diciptakan. “Kini setiap kelas telah memiliki rekening di bank sampah yang dimiliki oleh sekolah ini,” ucapnya.
Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal (Dikmenof) Bantul Suherman mengungkapkan, pihaknya memang berupaya menciptakan setiap sekolah menjadi sekolah Adiwiyata yang berwawasan lingkungan. Saat ini sudah ada dua sekolah selain SMA 2 Bantul yang berkategori Adiwiyata, yaitu SMA 1 Banguntapan dan SMA 1 Jetis.
“Subsidinya lumayan besar, Rp 100 juta untuk masing-masing sekolah,” ujarnya. Selain menjaga lingkungan hidup di sekolahnya masingmasing, sekolah yang telah berpredikat Adiwiyata memiliki kewajiban terhadap sekolah lain.
Salah satunya mereka harus membimbing 10 sekolah lain, tak terbatas SMA tetapi bisa SMP ataupun SD untuk menjadi sekolah berwawasan lingkungan.
Erfanto Linangkung
Kilauan beragam ikan yang dipelihara di beberapa kolam tampak menari menghibur setiap mata yang memandang. Setiap sudut sekolah ini selalu diisi dengan beberapa jenis macam tong sampah yang ditulisi sesuai dengan sampah yang boleh dimasukkan. Di salah satu sudut sekolah tampak para siswa sedang sibuk sedang memilah sampah-sampah yang masuk.
Di antara mereka ada juga mengamati jarum timbangan yang menunjukkan berat sampah yang berhasil dikumpulkan masing-masing kelas. Tampak juga siswa yang memegang buku catatan lengkap dengan kalkulator, ia sepertinya menghitung total jumlah sampah yang berhasil dikumpulkan.
Di beberapa sudut lain, tampak sangat jelas para siswa berusaha membuat beragam bentuk kerajinan. Uniknya, kerajinan tersebut berasal dari barang-barang tak terpakai atau bisa dikatakan sampah yang berhasil dikumpulkan para siswa. Meski berasal dari barang bekas, jangan salah karena bentuknya tak kalah dengan kerajinan lainnya.
Di sudut tenggara sekolah yang bersebelahan dengan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul tampak beberapa orang siswa menggaruk-garuk sampah dedaunan yang dikumpulkan dari pohon-pohon yang jatuh di lingkungan sekolah tersebut. Dengan menggunakan kain penutup muka, siswa-siswa tersebut memasukkan dedaunan ke dalam mesin penggiling sampah.
“Mereka sedang mencacah dedaunan untuk membuat pupuk organik,” ujar Kepala Sekolah SMA 2 Bantul Isdarmoko. Ya, setelah berhasil merebut juara dua nasional kategori Sekolah Sehat, kini SMA 2 Bantul berupaya mewujudkan sekolah mereka menjadi sekolah Adiwiyata, yaitu sekolah yang mengedepankan kegiatan kepedulian terhadap lingkungan.
Menurut Isdarmoko, SMA 2 Bantul sudah mulai merintis sekolah Adiwiyata sejak angkatan 2013 lalu. Untuk mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan, beberapa kebijakan telah dibuat oleh sekolah yang termasuk favorit di Kabupaten Bantul ini. Pihak sekolah berupaya menciptakan kurikulum sekolah berbasis lingkungan.
Mereka mengintegrasikan wawasan tentang lingkungan hidup ke dalam pembelajaran. Beberapa pelajaran yang mereka gelar di kelas dipertajam lagi mengarah ke lingkungan hidup dengan program-program tematik. Selain itu, pihak sekolah juga berupaya menciptakan lingkungan di dalam sekolah benar-benar sehat dan terjaga keasrian ekosistem.
Bahkan, di beberapa titik sekolah ada ruang yang sengaja diciptakan untuk habitat hewan atau tumbuhan tertentu. “Di sini ada habitat untuk hidup ular namun yang tidak berbisa, ada juga habitat katak, dan beberapa binatang lainnya,”ungkapnya. Program ramah lingkungan SMA 2 Bantul ini dijabarkan ke dalam 11 divisi, di antaranya biopori, perikanan, kantin, tanaman sayur, tanaman buah, obat-obatan, dan pengelolaan sampah.
Pihak sekolah berupaya menciptakan sekolah menjadi sarana untuk melestarikan lingkungan. Tak jarang mereka juga berkampanye ke luar sekolah guna menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya lingkungan hidup. Memang cukup sulit mewujudkan sekolah Adiwiyata karena mengubah pola pikir (mindset) dan kebiasaan seluruh pihak yang berada di sekolah.
Salah satu yang paling sulit menyadarkan penghuni sekolah membuang sampah pada tempatnya dan sesuai dengan kategori sampah tersebut. Perlahan tapi pasti, budaya tersebut akhirnya bisa diciptakan. “Kini setiap kelas telah memiliki rekening di bank sampah yang dimiliki oleh sekolah ini,” ucapnya.
Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal (Dikmenof) Bantul Suherman mengungkapkan, pihaknya memang berupaya menciptakan setiap sekolah menjadi sekolah Adiwiyata yang berwawasan lingkungan. Saat ini sudah ada dua sekolah selain SMA 2 Bantul yang berkategori Adiwiyata, yaitu SMA 1 Banguntapan dan SMA 1 Jetis.
“Subsidinya lumayan besar, Rp 100 juta untuk masing-masing sekolah,” ujarnya. Selain menjaga lingkungan hidup di sekolahnya masingmasing, sekolah yang telah berpredikat Adiwiyata memiliki kewajiban terhadap sekolah lain.
Salah satunya mereka harus membimbing 10 sekolah lain, tak terbatas SMA tetapi bisa SMP ataupun SD untuk menjadi sekolah berwawasan lingkungan.
Erfanto Linangkung
(ftr)