Walhi Tolak Aktivitas Tambang
A
A
A
PALEMBANG - Peringatan hari Anti Tambang diperingati Walhi Sumsel saat car free day, kemarin. Dalam kampanyenya, Walhi menilai keberadaan tambang hanya akan menyebabkan masalah.
Mulai dari pencemaran, perubahan suhu, konflik sosial hingga korupsi. Dalam aksinya, Walhi dan sahabat Walhi mengumpulkan petisi dan tanda tangan dari warga yang menikmati care free day di kawasan Kambang Iwak Park. Humas Sahabat Walhi Sumsel Hairul Sobri mengatakan, permasalahan tambang diIndonesia sangat erat hubungannya dengan pencemaran dan permasalahan lingkungan.
Konflik dimulai saat tambang yang memiliki orientasi ka pital mengubah lingkungan dengan aksi penggalian hingga pembakaran. Bahkan, imbas lainnya meng akibatkan terganggunya eko sistem sungai, penyakit bagi manusia, dan kualitas air. “Contohnya di Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat, masyarakat memanfaatkan air bagi pertambangan batu bara di dataran tinggi, hingga merusak kualitas air dan berpotensi banjir bandang serta longsor,” ungkapnya.
Dalam aksi yang dominan diisi dengan poster dan teatrikal tambang berbahaya itu, Walhi juga mengajak masyarakat untuk menolak aktivitas tambang, karena lebih banyak meng akibatkan dampak negatif. DiSumsel misalnya, potensi kerusakan lingkungan terbesar disebabkan tambang batu bara.
Tercatat sekitar 30% atau sekitar 2,7 juta hektare (ha) dari 8,7 juta ha luas Sumsel merupakan luasan dengan status izin usaha tambang baik eksplorasi maupun sudah menjadi lahan operasi. Puluhan tanda tangan petisi yang ditandatangani masyarakat Sumsel akan dikumpulkan terpusat di Walhi Jakarta, sebagai bentuk penolakan bersama terhadap tambang di Republik Indonesia.
Peringatan hari Anti Tambang yang diperingati setiap 29 Mei berawal dari bencana ekologi yang disebabkan kasus lumpur Lapindo pada tahun 2006. Dengan kesadaran lingkungan itulah, lalu masyarakat sipil membentuk dan terus mengampayekan hari Anti Tambang. “Konflik di kawasan pertambangan ini ibarat bom waktu, pertambangan mengubah sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di lokasi tambang.
Mu lai terjadinya kerusakan infrastuktur, jalanan rusak akibat trans portasi batu bara, dan tentu terjadi kemiskinan, yang menjadi konflik sosial,” ucap nya. Selain itu, bahaya tambang, ditambahkan Kordinator Aksi, Kevin Adrian Islan, juga menjadi lapangan korupsi.
KPK mencatat terdapat 12 izin tambang di Sumsel yang tumpang tindih de ngan kawasan hutan konservasi, dan 21 izin perusahaan tam bang juga tumpang tindik dengan kawasan hutan lindung. Karena itu, Walhi menuntut agar perusahaan tambang yang merusak lingkungan dapat dipidanakan dan menghentikan izin tambang baru di Sumsel.
“Segera cabut Perda Provinsi Sumsel Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Mineral dan Batu Bara, termasuk tolak SK penetapan SK Menteri penetapan wilayah tambang Sumsel,” ungkapnya.
Tasmalinda
Mulai dari pencemaran, perubahan suhu, konflik sosial hingga korupsi. Dalam aksinya, Walhi dan sahabat Walhi mengumpulkan petisi dan tanda tangan dari warga yang menikmati care free day di kawasan Kambang Iwak Park. Humas Sahabat Walhi Sumsel Hairul Sobri mengatakan, permasalahan tambang diIndonesia sangat erat hubungannya dengan pencemaran dan permasalahan lingkungan.
Konflik dimulai saat tambang yang memiliki orientasi ka pital mengubah lingkungan dengan aksi penggalian hingga pembakaran. Bahkan, imbas lainnya meng akibatkan terganggunya eko sistem sungai, penyakit bagi manusia, dan kualitas air. “Contohnya di Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat, masyarakat memanfaatkan air bagi pertambangan batu bara di dataran tinggi, hingga merusak kualitas air dan berpotensi banjir bandang serta longsor,” ungkapnya.
Dalam aksi yang dominan diisi dengan poster dan teatrikal tambang berbahaya itu, Walhi juga mengajak masyarakat untuk menolak aktivitas tambang, karena lebih banyak meng akibatkan dampak negatif. DiSumsel misalnya, potensi kerusakan lingkungan terbesar disebabkan tambang batu bara.
Tercatat sekitar 30% atau sekitar 2,7 juta hektare (ha) dari 8,7 juta ha luas Sumsel merupakan luasan dengan status izin usaha tambang baik eksplorasi maupun sudah menjadi lahan operasi. Puluhan tanda tangan petisi yang ditandatangani masyarakat Sumsel akan dikumpulkan terpusat di Walhi Jakarta, sebagai bentuk penolakan bersama terhadap tambang di Republik Indonesia.
Peringatan hari Anti Tambang yang diperingati setiap 29 Mei berawal dari bencana ekologi yang disebabkan kasus lumpur Lapindo pada tahun 2006. Dengan kesadaran lingkungan itulah, lalu masyarakat sipil membentuk dan terus mengampayekan hari Anti Tambang. “Konflik di kawasan pertambangan ini ibarat bom waktu, pertambangan mengubah sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di lokasi tambang.
Mu lai terjadinya kerusakan infrastuktur, jalanan rusak akibat trans portasi batu bara, dan tentu terjadi kemiskinan, yang menjadi konflik sosial,” ucap nya. Selain itu, bahaya tambang, ditambahkan Kordinator Aksi, Kevin Adrian Islan, juga menjadi lapangan korupsi.
KPK mencatat terdapat 12 izin tambang di Sumsel yang tumpang tindih de ngan kawasan hutan konservasi, dan 21 izin perusahaan tam bang juga tumpang tindik dengan kawasan hutan lindung. Karena itu, Walhi menuntut agar perusahaan tambang yang merusak lingkungan dapat dipidanakan dan menghentikan izin tambang baru di Sumsel.
“Segera cabut Perda Provinsi Sumsel Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Mineral dan Batu Bara, termasuk tolak SK penetapan SK Menteri penetapan wilayah tambang Sumsel,” ungkapnya.
Tasmalinda
(bbg)