2 Meriam Keramat Kerajaan Melayu Nyaris Terbenam Tanah
A
A
A
RANTAU PRAPAT - Sebanyak dua meriam peninggalan Kerajaan Melayu yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun nyaris terbenam akibat gerusan air pasang laut di Dusun I, Desa Sijawi-Jawi, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhanbatu.
Kedua meriam sepanjang sekitar 1,5 meter dan berdiamater sekitar 40 di bagian penyulutnya ini tak terurus. Namun dianggap keramat serta penuh mistis oleh sebahagian warga.
Posisinya terletak hampir terbenam di dalam tanah sedalam sekitar 10 cm dari badan kedua meriam tersebut.
Konon menurut warga, meriam-meriam dengan moncong mendongak menantang menghadap ke arah laut itu memiliki penunggu gaib, sehingga tidak boleh menganggapnya sebagai benda tak ada nilainya (sepele).
Berbagai cerita penuh mistis juga dianggap warga telah terjadi akibat ulah sebahagian orang yang menilai meriam itu tidak lagi penting dan hanya pesona hiburan rakyat di masa lalu dan kini sebagai besi tua peninggalan sejarah.
Salah seorang tetua di daerah itu, Bahruddin Rambe (63) menceritakan, pernah suatu ketika, ada tiga pemuda datang berkunjung bersama rombongan untuk menghadiri pesta perkawinan di Desa Sijawi-jawi.
Kemudian ketika pemuda itu melihat kedua meriam karbit itu terletak begitu saja diatas di tanah, mereka juga mengunjak-injaknya sambil menyatakan besi tua itu dapat dijual. Karena dapat ditampung oleh pengumpul besi tua menjadi rupiah.
Begitu ketiganya pulang bersama rombongan ke desa mereka, malam harinya tiba-tiba mengalami demam panas sambil menjerit-jerit.
Uniknya mereka bertiga sama-sama mengalami demam panas dan merasakan keanehan dengan cara melihat mereka didatangi oleh meriam tersebut.
Ketiga pemuda yang masih bertetangga itu kaget karena merasa diserang bertubi-bertubi oleh puluhan moncong meriam mirip seperti yang mereka injak-injak.
Akhirnya, keesokan harinya, utusan ketiga pemuda merupakan orang "pintar" itu datang ke lokasi dimana terletak kedua meriam.
Mereka sengaja membawa semacam sesajen dan kain kuning sebagai ucapan permintaan maaf.
Setelah itu, ketiganya baru sembuh dari demam panas dan penglihatan yang diserang puluhan mocong meriam.
"Kain kuning itu diikatkan utusan itu ke meriam. Jadi tidak boleh sesumbar atau sepele dengan meriam ini, karena diyakini nanti ada dampaknya," kata Bahruddin Rambe warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi meriam itu.
Peristiwa-peristiwa mistis tidak hanya dialami ketiga pemuda itu. Tetapi sudah banyak rentetan peristiwa yang kurang diterima akal sehat akibat orang yang menganggap sepele dengan keberadaan kedua meriam karbit itu.
Orang-orang yang berkunjung untuk melihat meriam itu juga sudah banyak datang ke lokasi. Mereka rata-rata ingin melihat keberadaan dua meriam yang diyakini memiliki penunggu tersebut.
Konon warga setempat juga pernah melihat sesosok laki-laki berpakaian putih
Tinggi tegap disamping kedua mariam itu. Sekitar lima bulan lalu, ada juga peristiwa aneh berupa sinar putih terbang di malam hari yang datang dari arah kedua meriam tersebut.
Selanjutnya masuk kerumah seorang warga yang hanya letaknya sekitar 6 meter dari kedua meriam itu.
"Yang punya rumah yang dimasuki sinar putih seperti keris itu ketakutan. Dia berlari memanggil warga. Tapi setelah warga berdatangan sinar itu menghilang," ungkap lelaki yang memiliki 14 cucu itu.
Menurut Baharuddin, darimana datangnya kedua meriam yang ada di desa mereka belum diketahui secara pasti.
Tetapi hampir sama jenisnya terdapat juga di kediaman Raja Melayu di Negeri Lama. Maka itu, warga meyakini kedua meriam itu merupakan milik seorang tokoh Melayu yang disegani ratusan tahun lalu di Desa Sijawi-Jawi yakni, almarhum Tengku Jaksa.
Namun seiring waktu, saat Baharuddin masih anak-anak dia mengingat meriam itu sempat juga dirawat oleh cucu dari Tengku Jaksa bernama, almarhum Mayor TNI Mustapa Kamal.
"Pernah meriam ini mau diangkat oleh cucu pemilik meriam almarhum Mayor Mustapa Kamal. Tapi kata dukunnya belum bersedia penunggu meriam itu dipindahkan," timpalnya.
Sesuai cerita yang diperolehnya, penunggu kedua meriam itu ada dua pihak. Satu diantaranya dari pihak daratan dan satu lagi dari pihak penjaga lautan.
"Dari daerah daratan sebenarnya sudah mengizinkan meriam itu dipindahkan, tetapi penunggu dari laut yang belum bersedia mengizinkan untuk pemindahan ke daerah lain, " kata Baharuddin.
Akibatnya, sampai hari ini kedua meriam itu dibiarkan terletak seperti tak terurus.
Dia mengatakan, pada zaman dulu meriam ini digunakan hanya sebagai pertanda menyambut hari besar telah tiba.
Dari Dentuman suaranya yang menggemuruh mampu mengguncangkan wilayah pesisir hingga sampai kedengaran jaraknya ratusan Km.
Meriam antar Kerajaan Melayu pun saling bersahutan setelah mendengar suara dentumah itu. Termasuk ketika menyambut bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Petugas KUA Kecamatan Panai Hulu Darwin (53) dan Syukur (60) warga Sijawi-Jawi juga mendengar cerita mistis dari kebaradaan kedua meriam tersbut.
Konon, kata keduanya sebahagian warga meyakini jika meriam itu diejek bisa menyebabkan sakit perut bagi orang yang mengejeknya.
Anehnya, meriam itu juga tidak berkeinginan dipuji, sehingga ketika orang datang ke lokasi hanya dibutuhkan tidak sesumbar serta berlaku sopan dan santun.
Darwin mengatakan, warga tidak mengetahui dari mana datangnya kedua meriam itu. Dan dia yakin bukanlah milik kerajaan, karena di semenanjung yang menjadi tempat kedua meriam itu tidak ada istana kerajaan.
Maka itu dia berkeyakinan kedua meriam itu dibawa oleh tokoh Melayu pada zaman dahulu ke lokasi tersebut.
Kini peninggalan sejarah itu, seharusnya sudah menjadi perhatian pemerintah daerah agar dapat memperbaiki tempatnya yang layak. Sangat disayangkan, Pemkab Labuhanbatu seakan telah menelantarkan kedua meriam ini.
Yang jelas kalau dibangun tempatnya dan tentu memiliki nilai pesona budaya sejarah yang menarik.
Budayaan dari Unimed Erond Damanik mengatakan, meriam tersebut masuk ke Kerajaan Melayu di Sumatera Timur terjadi sekitar abad ke 19 sebagai hadiah dari pihak Belanda. Meriam itu digunakan untuk menakuti perompak di pesisir pantai.
"Meriam seperti itu ada juga di Batubara, di Medan Deli dan Langkat. Jenisnya hampir sama. Masuk ke Kerajaan Melayu seperti di Sumatera Timur yang diberikan Belanda," ungkapnya.
Dia menambahkan, sejauh yang mereka amati belum ada kekeramatan dan kemistisan dari meriam karbit yang ada selama ini.
Sehingga dia menilai julukan keramat dan mistis pada meriam yang ada di Desa Sijawi-jawi hanya sebagai persepsi sebahagian warga.
"Pendapat orang bisa saja, sejauh yang kami amati itu belum ada keramat. Itu persepsi mereka saja," tandasnya.
Kedua meriam sepanjang sekitar 1,5 meter dan berdiamater sekitar 40 di bagian penyulutnya ini tak terurus. Namun dianggap keramat serta penuh mistis oleh sebahagian warga.
Posisinya terletak hampir terbenam di dalam tanah sedalam sekitar 10 cm dari badan kedua meriam tersebut.
Konon menurut warga, meriam-meriam dengan moncong mendongak menantang menghadap ke arah laut itu memiliki penunggu gaib, sehingga tidak boleh menganggapnya sebagai benda tak ada nilainya (sepele).
Berbagai cerita penuh mistis juga dianggap warga telah terjadi akibat ulah sebahagian orang yang menilai meriam itu tidak lagi penting dan hanya pesona hiburan rakyat di masa lalu dan kini sebagai besi tua peninggalan sejarah.
Salah seorang tetua di daerah itu, Bahruddin Rambe (63) menceritakan, pernah suatu ketika, ada tiga pemuda datang berkunjung bersama rombongan untuk menghadiri pesta perkawinan di Desa Sijawi-jawi.
Kemudian ketika pemuda itu melihat kedua meriam karbit itu terletak begitu saja diatas di tanah, mereka juga mengunjak-injaknya sambil menyatakan besi tua itu dapat dijual. Karena dapat ditampung oleh pengumpul besi tua menjadi rupiah.
Begitu ketiganya pulang bersama rombongan ke desa mereka, malam harinya tiba-tiba mengalami demam panas sambil menjerit-jerit.
Uniknya mereka bertiga sama-sama mengalami demam panas dan merasakan keanehan dengan cara melihat mereka didatangi oleh meriam tersebut.
Ketiga pemuda yang masih bertetangga itu kaget karena merasa diserang bertubi-bertubi oleh puluhan moncong meriam mirip seperti yang mereka injak-injak.
Akhirnya, keesokan harinya, utusan ketiga pemuda merupakan orang "pintar" itu datang ke lokasi dimana terletak kedua meriam.
Mereka sengaja membawa semacam sesajen dan kain kuning sebagai ucapan permintaan maaf.
Setelah itu, ketiganya baru sembuh dari demam panas dan penglihatan yang diserang puluhan mocong meriam.
"Kain kuning itu diikatkan utusan itu ke meriam. Jadi tidak boleh sesumbar atau sepele dengan meriam ini, karena diyakini nanti ada dampaknya," kata Bahruddin Rambe warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi meriam itu.
Peristiwa-peristiwa mistis tidak hanya dialami ketiga pemuda itu. Tetapi sudah banyak rentetan peristiwa yang kurang diterima akal sehat akibat orang yang menganggap sepele dengan keberadaan kedua meriam karbit itu.
Orang-orang yang berkunjung untuk melihat meriam itu juga sudah banyak datang ke lokasi. Mereka rata-rata ingin melihat keberadaan dua meriam yang diyakini memiliki penunggu tersebut.
Konon warga setempat juga pernah melihat sesosok laki-laki berpakaian putih
Tinggi tegap disamping kedua mariam itu. Sekitar lima bulan lalu, ada juga peristiwa aneh berupa sinar putih terbang di malam hari yang datang dari arah kedua meriam tersebut.
Selanjutnya masuk kerumah seorang warga yang hanya letaknya sekitar 6 meter dari kedua meriam itu.
"Yang punya rumah yang dimasuki sinar putih seperti keris itu ketakutan. Dia berlari memanggil warga. Tapi setelah warga berdatangan sinar itu menghilang," ungkap lelaki yang memiliki 14 cucu itu.
Menurut Baharuddin, darimana datangnya kedua meriam yang ada di desa mereka belum diketahui secara pasti.
Tetapi hampir sama jenisnya terdapat juga di kediaman Raja Melayu di Negeri Lama. Maka itu, warga meyakini kedua meriam itu merupakan milik seorang tokoh Melayu yang disegani ratusan tahun lalu di Desa Sijawi-Jawi yakni, almarhum Tengku Jaksa.
Namun seiring waktu, saat Baharuddin masih anak-anak dia mengingat meriam itu sempat juga dirawat oleh cucu dari Tengku Jaksa bernama, almarhum Mayor TNI Mustapa Kamal.
"Pernah meriam ini mau diangkat oleh cucu pemilik meriam almarhum Mayor Mustapa Kamal. Tapi kata dukunnya belum bersedia penunggu meriam itu dipindahkan," timpalnya.
Sesuai cerita yang diperolehnya, penunggu kedua meriam itu ada dua pihak. Satu diantaranya dari pihak daratan dan satu lagi dari pihak penjaga lautan.
"Dari daerah daratan sebenarnya sudah mengizinkan meriam itu dipindahkan, tetapi penunggu dari laut yang belum bersedia mengizinkan untuk pemindahan ke daerah lain, " kata Baharuddin.
Akibatnya, sampai hari ini kedua meriam itu dibiarkan terletak seperti tak terurus.
Dia mengatakan, pada zaman dulu meriam ini digunakan hanya sebagai pertanda menyambut hari besar telah tiba.
Dari Dentuman suaranya yang menggemuruh mampu mengguncangkan wilayah pesisir hingga sampai kedengaran jaraknya ratusan Km.
Meriam antar Kerajaan Melayu pun saling bersahutan setelah mendengar suara dentumah itu. Termasuk ketika menyambut bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Petugas KUA Kecamatan Panai Hulu Darwin (53) dan Syukur (60) warga Sijawi-Jawi juga mendengar cerita mistis dari kebaradaan kedua meriam tersbut.
Konon, kata keduanya sebahagian warga meyakini jika meriam itu diejek bisa menyebabkan sakit perut bagi orang yang mengejeknya.
Anehnya, meriam itu juga tidak berkeinginan dipuji, sehingga ketika orang datang ke lokasi hanya dibutuhkan tidak sesumbar serta berlaku sopan dan santun.
Darwin mengatakan, warga tidak mengetahui dari mana datangnya kedua meriam itu. Dan dia yakin bukanlah milik kerajaan, karena di semenanjung yang menjadi tempat kedua meriam itu tidak ada istana kerajaan.
Maka itu dia berkeyakinan kedua meriam itu dibawa oleh tokoh Melayu pada zaman dahulu ke lokasi tersebut.
Kini peninggalan sejarah itu, seharusnya sudah menjadi perhatian pemerintah daerah agar dapat memperbaiki tempatnya yang layak. Sangat disayangkan, Pemkab Labuhanbatu seakan telah menelantarkan kedua meriam ini.
Yang jelas kalau dibangun tempatnya dan tentu memiliki nilai pesona budaya sejarah yang menarik.
Budayaan dari Unimed Erond Damanik mengatakan, meriam tersebut masuk ke Kerajaan Melayu di Sumatera Timur terjadi sekitar abad ke 19 sebagai hadiah dari pihak Belanda. Meriam itu digunakan untuk menakuti perompak di pesisir pantai.
"Meriam seperti itu ada juga di Batubara, di Medan Deli dan Langkat. Jenisnya hampir sama. Masuk ke Kerajaan Melayu seperti di Sumatera Timur yang diberikan Belanda," ungkapnya.
Dia menambahkan, sejauh yang mereka amati belum ada kekeramatan dan kemistisan dari meriam karbit yang ada selama ini.
Sehingga dia menilai julukan keramat dan mistis pada meriam yang ada di Desa Sijawi-jawi hanya sebagai persepsi sebahagian warga.
"Pendapat orang bisa saja, sejauh yang kami amati itu belum ada keramat. Itu persepsi mereka saja," tandasnya.
(sms)