Germo Saritem Curhat kepada Ridwan Kamil
A
A
A
BANDUNG - Mucikari Saritem curhat dalam pertemuan antara Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Angesta Romano Yoyol, dan penghuni Lokalisasi Saritem.
"Di antara warga di sini, saya sedikit beruntung. Pendidikan saya D3. Saya dulu kerja di BUMN, tepatnya di IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) dari 1987 sampai 1998," kata Cahyadi, Mucikari Saritem, Jumat (29/5/2015).
Ditambahkan dia, dirinya menjadi mucikari sejak 2008. Alasannya, kebutuhan ekonomi. Saat itu, dia merupakan salah seorang karyawan IPTN yang terkena PHK.
"Dari 1998 saya terus berusaha mencari nafkah untuk istri dan anak dengan berbagai cara. Saya pernah jadi PKL. Terakhir saya dengan sangat terpaksa menjadi mucikari," tuturnya.
Dia mengaku, punya tiga Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jadi anak buah. Dia pun mendapatkan uang untuk hidup dari hasil jualan anak buahnya itu. Tapi dia tidak menyebutkan berapa uang yang didapat itu.
"Cukup lah untuk makan saya sama empat anak. Kalau istri saya sudah meninggal beberapa tahun lalu," terang Cahyadi.
Sementara itu, karena ada penggerebekan pada pekan lalu, dia mengaku tiga anak buahnya kabur entah kemana. Ketiganya merupakan warga Palimanan.
Dia lalu mengatakan tidak antiterhadap penutupan tempat prostitusi Saritem. "Saya tidak anti. Tapi saya minta solusi. Tolong yang dikedepankan itu solusi," pintanya.
Cahyadi menambahkan, sebenarnya dia ingin memiliki pekerjaan yang layak dan halal. "Waktu kecil saya juga kalau ditanya guru cita-citanya mau jadi apa, saya tidak menjawab ingin germo," pungkasnya.
Baca juga:
Gerebek Saritem, Polisi Nyamar Penjual Nasi Goreng
"Di antara warga di sini, saya sedikit beruntung. Pendidikan saya D3. Saya dulu kerja di BUMN, tepatnya di IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) dari 1987 sampai 1998," kata Cahyadi, Mucikari Saritem, Jumat (29/5/2015).
Ditambahkan dia, dirinya menjadi mucikari sejak 2008. Alasannya, kebutuhan ekonomi. Saat itu, dia merupakan salah seorang karyawan IPTN yang terkena PHK.
"Dari 1998 saya terus berusaha mencari nafkah untuk istri dan anak dengan berbagai cara. Saya pernah jadi PKL. Terakhir saya dengan sangat terpaksa menjadi mucikari," tuturnya.
Dia mengaku, punya tiga Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jadi anak buah. Dia pun mendapatkan uang untuk hidup dari hasil jualan anak buahnya itu. Tapi dia tidak menyebutkan berapa uang yang didapat itu.
"Cukup lah untuk makan saya sama empat anak. Kalau istri saya sudah meninggal beberapa tahun lalu," terang Cahyadi.
Sementara itu, karena ada penggerebekan pada pekan lalu, dia mengaku tiga anak buahnya kabur entah kemana. Ketiganya merupakan warga Palimanan.
Dia lalu mengatakan tidak antiterhadap penutupan tempat prostitusi Saritem. "Saya tidak anti. Tapi saya minta solusi. Tolong yang dikedepankan itu solusi," pintanya.
Cahyadi menambahkan, sebenarnya dia ingin memiliki pekerjaan yang layak dan halal. "Waktu kecil saya juga kalau ditanya guru cita-citanya mau jadi apa, saya tidak menjawab ingin germo," pungkasnya.
Baca juga:
Gerebek Saritem, Polisi Nyamar Penjual Nasi Goreng
(san)