Mark Up Bokong Semar 10 Kali Lipat
A
A
A
SEMARANG - Penggelembungan harga tanah dalam kasus dugaan korupsi tukar guling tanah Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal dengan CV Tri Daya Pratama (TDP) di daerah Bokong Semar diduga mencapai 10 kali lipat dari harga sebenarnya.
Mantan Wali Kota Tegal periode 1999-2009 Adi Winarso yang hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Wali Kota Ikmal Jaya mengatakan, dalam Detail Engineering Design (DED) yang disusun pada 2005 tertera harga tanah di daerah tersebut hanya Rp25.000 per meter persegi (m2).
Anggaran untuk proyek ini waktu itu ditetapkan Rp3,5 miliar. “Anggaran itu rencananya untuk pengadaan tanah di lokasi tersebut. Karena ada sekitar 13,5 hektare tanah yang dikuasai oleh pihak perseorangan,” kata Adi Winarso di hadapan ketua majelis hakim Torowa Daeli di Pengadilan Tipikor Semarang, kemarin. Untuk pembebasan lahan milik warga seluas 13,5 hektare tersebut, pihaknya sudah menghitung anggaran Rp2 miliar.
“Namun karena waktu tidak cukup, akhirnya proyek itu tidak dapat terlaksana saat kepemimpinan saya,” paparnya. Saksi lain, yakni mantan Camat Margadana Hartoto mengatakan proses tukar guling tanah Pemkot Tegal dengan pihak swasta itu dimulai dari adanya pengajuan pihak swasta. Saat itu pihak swasta menginginkan pertukaran tanah karena pengembangan mereka terganggu dengan adanya tanah bengkok milik Pemkot Tegal. Dia membenarkan adanya upaya menaikkan harga tanah di daerah tersebut.
Dia juga membenarkan ada kesengajaan dalam proses tersebut agar harga tanah seolah seimbang. “Iya, memang seperti itu. Itu memang benar keterangan saya saat diperiksa,” ucapnya. Terdakwa Ikmal Jaya membantah keterangan Adi Winarso. Menurut dia, harga tanah Bokong Semar Rp25.000 per M2 muncul sebelum tanah tersebut menjadi milik pemkot. “Tanah itu kan dulu ada sebagian yang milik Pemkab Brebes sehingga harga NJOP-nya memang Rp25.000 sesuai NJOP daerah Brebes. Namun setelah tanah ditukar dan menjadi tanah Pemerintah Kota Tegal tahun 2008, harganya tentu berbeda mengikuti harga tanah Pemkot Tegal,” ungkapnya.
Ikmal membantah adanya proses mark up dalam ruislag tersebut. Menurutnya, perhitungan NJOP sudah sesuai karena melibatkan tim ahli dan merupakan hasil kajian tim appraisal. “Jadi mana mungkin tanah di daerah itu tahun 2008 masih seharga Rp25.000. Soalnya, tanah untuk Jalan Lingkar Utara yang lokasinya tidak jauh dari daerah Bokong Semar harganya sudah Rp75.000 per meter,” ujar Ikmal.
Kasus ini diduga merugikan keuangan negara Rp35 miliar. Jaksa menjerat Ikmal dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2,3 dan 8 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kerugian itu berasal dari adanya penggelembungan harga yang dilakukan terdakwa yang saat itu menjabat sebagai penasihat tim pengarah pemindahtanganan tanah milik Pemkot Tegal.
Penggelembungan harga atau mark up tersebut dilakukan dengan menghitung lebih murah tanah milik Pemkot Tegal seluas 59.133m2danmenghitunglebih malah harga tanah milik swastadi kawasan Bokong Semar seluas 142.056 m2.
Andika prabowo
Mantan Wali Kota Tegal periode 1999-2009 Adi Winarso yang hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Wali Kota Ikmal Jaya mengatakan, dalam Detail Engineering Design (DED) yang disusun pada 2005 tertera harga tanah di daerah tersebut hanya Rp25.000 per meter persegi (m2).
Anggaran untuk proyek ini waktu itu ditetapkan Rp3,5 miliar. “Anggaran itu rencananya untuk pengadaan tanah di lokasi tersebut. Karena ada sekitar 13,5 hektare tanah yang dikuasai oleh pihak perseorangan,” kata Adi Winarso di hadapan ketua majelis hakim Torowa Daeli di Pengadilan Tipikor Semarang, kemarin. Untuk pembebasan lahan milik warga seluas 13,5 hektare tersebut, pihaknya sudah menghitung anggaran Rp2 miliar.
“Namun karena waktu tidak cukup, akhirnya proyek itu tidak dapat terlaksana saat kepemimpinan saya,” paparnya. Saksi lain, yakni mantan Camat Margadana Hartoto mengatakan proses tukar guling tanah Pemkot Tegal dengan pihak swasta itu dimulai dari adanya pengajuan pihak swasta. Saat itu pihak swasta menginginkan pertukaran tanah karena pengembangan mereka terganggu dengan adanya tanah bengkok milik Pemkot Tegal. Dia membenarkan adanya upaya menaikkan harga tanah di daerah tersebut.
Dia juga membenarkan ada kesengajaan dalam proses tersebut agar harga tanah seolah seimbang. “Iya, memang seperti itu. Itu memang benar keterangan saya saat diperiksa,” ucapnya. Terdakwa Ikmal Jaya membantah keterangan Adi Winarso. Menurut dia, harga tanah Bokong Semar Rp25.000 per M2 muncul sebelum tanah tersebut menjadi milik pemkot. “Tanah itu kan dulu ada sebagian yang milik Pemkab Brebes sehingga harga NJOP-nya memang Rp25.000 sesuai NJOP daerah Brebes. Namun setelah tanah ditukar dan menjadi tanah Pemerintah Kota Tegal tahun 2008, harganya tentu berbeda mengikuti harga tanah Pemkot Tegal,” ungkapnya.
Ikmal membantah adanya proses mark up dalam ruislag tersebut. Menurutnya, perhitungan NJOP sudah sesuai karena melibatkan tim ahli dan merupakan hasil kajian tim appraisal. “Jadi mana mungkin tanah di daerah itu tahun 2008 masih seharga Rp25.000. Soalnya, tanah untuk Jalan Lingkar Utara yang lokasinya tidak jauh dari daerah Bokong Semar harganya sudah Rp75.000 per meter,” ujar Ikmal.
Kasus ini diduga merugikan keuangan negara Rp35 miliar. Jaksa menjerat Ikmal dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2,3 dan 8 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kerugian itu berasal dari adanya penggelembungan harga yang dilakukan terdakwa yang saat itu menjabat sebagai penasihat tim pengarah pemindahtanganan tanah milik Pemkot Tegal.
Penggelembungan harga atau mark up tersebut dilakukan dengan menghitung lebih murah tanah milik Pemkot Tegal seluas 59.133m2danmenghitunglebih malah harga tanah milik swastadi kawasan Bokong Semar seluas 142.056 m2.
Andika prabowo
(ars)