Lagi, Anggota Geng Hello Kitty Divonis Masuk Panti Sosial
A
A
A
BANTUL - Anggota geng Hello Kitty berinisial RS, 16, yang menjadi terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap siswi sebuah SMA di Yogyakarta, LAA, akhirnya diputus harus menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Sleman selama satu tahun enam bulan.
Putusan tersebut jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum sebesar empat tahun penjara kurungan. Dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bantul Selasa (19/5) kemarin, Majelis Hakim yang dipimpin Intan Kumala Sari mengatakan, terdakwa RS telah terbukti benar-benar melakukan penyekapan atau menghilangkan kemerdekaan orang lain, melakukan penganiayaan serta penganiayaan bersamasama.
Terdakwa melanggar Pasal 333 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 351 ayat 1 juga Pasal 170 ayat 1. “Terdakwa secara sah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban LAA,” paparnya, kemarin. Dalam fakta persidangan yang muncul, terdakwa dengan sengaja melakukan penyekapan dan penganiayaan terhadap saksi korban LAA. Sehingga, karena terdakwa telah sadar me lakukan penyiksaan, maka terdakwa mengetahui risiko atas tindakannya tersebut akan berakibat fatal terhadap korban.
Dalam sidang tersebut terungkap fakta jika RS terbukti telah melakukan penganiayaan salah satunya dengan memasukkan botol bir bintang kedalam kemaluan korban. Selain itu, terdakwa juga berkata-kata ka sar serta mengancam korban. Sebelum memasukkan botol ke kemaluan korban, RS juga melumuri ujung botol dengan cairan lem.
“Perbuatan terdakwa menyebabkan trauma kepada korban,” ujarnya. Namun, karena terdakwa masih tergolong anak-anak, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak, maka yang dikedepankan adalah tindakan rehabilitasi bukan penjara. Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, maka majelis hakim memutus kan untuk merehabilitasi terdakwa karena undang-undang tersebut mengatakan pemidana ananak merupakan jalan terakhir.
Menurut hakim, semua tindakan tersebut merupakan pidana, tetapi karena anak-anak sesuai dengan UU Peradilan Anak yang mengedepankan rehabilitasi. Maka majelis hakim menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa anak dengan hukuman menjalani rehabilitasi selama 18 bulan di panti rehabilitasi khusus anak dan denda Rp5.000. “Usia terdakwa masih muda dan memiliki masa depan yang panjang,” tuturnya.
Kuasa hukum terdakwa dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Yogyakarta, Pranowo mengaku menerima putusan hakim yang mewajibkan RS untuk direhabilitasi. Selain karena ter dakwa tergolong masih mu da, orang tua terdakwa juga ber se dia membina ter dakwa menjadi anak baik. Putusan tersebut sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan selama ini. “Kami me ne rima dan tidak akan ban ding,” ujarnya. Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novi mengaku pikir-pikir dengan putusan majelis hakim.
Erfanto linangkung
Putusan tersebut jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum sebesar empat tahun penjara kurungan. Dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bantul Selasa (19/5) kemarin, Majelis Hakim yang dipimpin Intan Kumala Sari mengatakan, terdakwa RS telah terbukti benar-benar melakukan penyekapan atau menghilangkan kemerdekaan orang lain, melakukan penganiayaan serta penganiayaan bersamasama.
Terdakwa melanggar Pasal 333 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1, Pasal 351 ayat 1 juga Pasal 170 ayat 1. “Terdakwa secara sah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban LAA,” paparnya, kemarin. Dalam fakta persidangan yang muncul, terdakwa dengan sengaja melakukan penyekapan dan penganiayaan terhadap saksi korban LAA. Sehingga, karena terdakwa telah sadar me lakukan penyiksaan, maka terdakwa mengetahui risiko atas tindakannya tersebut akan berakibat fatal terhadap korban.
Dalam sidang tersebut terungkap fakta jika RS terbukti telah melakukan penganiayaan salah satunya dengan memasukkan botol bir bintang kedalam kemaluan korban. Selain itu, terdakwa juga berkata-kata ka sar serta mengancam korban. Sebelum memasukkan botol ke kemaluan korban, RS juga melumuri ujung botol dengan cairan lem.
“Perbuatan terdakwa menyebabkan trauma kepada korban,” ujarnya. Namun, karena terdakwa masih tergolong anak-anak, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak, maka yang dikedepankan adalah tindakan rehabilitasi bukan penjara. Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, maka majelis hakim memutus kan untuk merehabilitasi terdakwa karena undang-undang tersebut mengatakan pemidana ananak merupakan jalan terakhir.
Menurut hakim, semua tindakan tersebut merupakan pidana, tetapi karena anak-anak sesuai dengan UU Peradilan Anak yang mengedepankan rehabilitasi. Maka majelis hakim menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa anak dengan hukuman menjalani rehabilitasi selama 18 bulan di panti rehabilitasi khusus anak dan denda Rp5.000. “Usia terdakwa masih muda dan memiliki masa depan yang panjang,” tuturnya.
Kuasa hukum terdakwa dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Yogyakarta, Pranowo mengaku menerima putusan hakim yang mewajibkan RS untuk direhabilitasi. Selain karena ter dakwa tergolong masih mu da, orang tua terdakwa juga ber se dia membina ter dakwa menjadi anak baik. Putusan tersebut sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan selama ini. “Kami me ne rima dan tidak akan ban ding,” ujarnya. Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novi mengaku pikir-pikir dengan putusan majelis hakim.
Erfanto linangkung
(bbg)