Lima Komposer Muda akan Tampilkan Repertoar Karawitan
A
A
A
YOGYAKARTA - Sebanyak lima komposer muda asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bakal menampilkan repertoar karawitan dalam Gelar Karawitan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) 2015 di Concert Hall TBY pada 29 Mei 2015 mendatang.
Kelima komposer ini yakni Haryo Sumantri, Nanang Karbito, Rusbandi, Siswati, dan Tulus Ari Widodo. Kelima seniman muda ini berkesempatan mem bawakan lima notasi gendhing karya Ki Cokro Warsito, baik dalam bentuk notasi asli maupun garapan baru. Di antaranya yang berjudul Modernisasi Desa, Kui Opo Kui, Jaran Teji, Penghijauan, dan Sambang Galuh.
"Saya kejatah (notasi gendhing) Kui Opo Kui, yang saat itu bicara tentang korupsi. Tapi saya tidak akan bicara itu dan lebih ke ruang interpretasi saya sebagai perbedaan," ujar Tulus Ari Widodo kepada wartawan di Ruang Seminar TBY, kemarin. Bersama ke-25 pemain, pria asal Kulonprogo ini akan membawakan napas baru dalam repertoar karawitan nantinya, selain notasi gendhing klasik.
Yaitu dengan menambahkan instrumen musik diatonik kedalam musik karawitan yang didominasi oleh seperangkat gamelan. Seperti brass atau terompet, saxophone, trombon, dan tuba, yang notabene merupakan alat musik tiup. "Diharapkan (lewat) pergelaran ini mampu melahirkan komposer-komposer (karawitan) muda (baik laki-laki maupun perempuan).
Dengan meng garap gendhing-gendhing yang menjadi produk mutakhir karawitan Yogyakarta," kata Penggagas sekaligus Pendamping Komposer Muda Djaduk Ferianto. Untuk diketahui, pergelaran karawitan itu sendiri berangkat dari kegelisahan seniman karawitan dalam menyikapi berbagai perhelatan seni dan budaya.
Yang ternyata selama ini seni karawitan belum memiliki peran penting dalam kemandirian, sebagai salah satu pertunjukan seni yang mampu berdiri sebagai sebuah konser ataupun festival.
Siti estuningsih
Kelima komposer ini yakni Haryo Sumantri, Nanang Karbito, Rusbandi, Siswati, dan Tulus Ari Widodo. Kelima seniman muda ini berkesempatan mem bawakan lima notasi gendhing karya Ki Cokro Warsito, baik dalam bentuk notasi asli maupun garapan baru. Di antaranya yang berjudul Modernisasi Desa, Kui Opo Kui, Jaran Teji, Penghijauan, dan Sambang Galuh.
"Saya kejatah (notasi gendhing) Kui Opo Kui, yang saat itu bicara tentang korupsi. Tapi saya tidak akan bicara itu dan lebih ke ruang interpretasi saya sebagai perbedaan," ujar Tulus Ari Widodo kepada wartawan di Ruang Seminar TBY, kemarin. Bersama ke-25 pemain, pria asal Kulonprogo ini akan membawakan napas baru dalam repertoar karawitan nantinya, selain notasi gendhing klasik.
Yaitu dengan menambahkan instrumen musik diatonik kedalam musik karawitan yang didominasi oleh seperangkat gamelan. Seperti brass atau terompet, saxophone, trombon, dan tuba, yang notabene merupakan alat musik tiup. "Diharapkan (lewat) pergelaran ini mampu melahirkan komposer-komposer (karawitan) muda (baik laki-laki maupun perempuan).
Dengan meng garap gendhing-gendhing yang menjadi produk mutakhir karawitan Yogyakarta," kata Penggagas sekaligus Pendamping Komposer Muda Djaduk Ferianto. Untuk diketahui, pergelaran karawitan itu sendiri berangkat dari kegelisahan seniman karawitan dalam menyikapi berbagai perhelatan seni dan budaya.
Yang ternyata selama ini seni karawitan belum memiliki peran penting dalam kemandirian, sebagai salah satu pertunjukan seni yang mampu berdiri sebagai sebuah konser ataupun festival.
Siti estuningsih
(bbg)