Diundang Bawono, Pangeran Keraton Menolak Hadir
A
A
A
YOGYAKARTA - Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X merayakan tingalan jumenengan atau peringatan naik takhta ke-27 tahun tadi malam.
Namun acara yang diperingati setiap 29 Rajab dan dipusatkan di Kagungan Dalem Pagelaran, Keraton Yogyakarta ini tidak dihadiri mayoritas pangeran atau adik-adik sang raja. Hanya adik tertua Sri Sultan HB X, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, yang terlihat hadir. Sementara para pangeran yang lain tidak hadir, meski mereka mendapat undangan tersebut.
“Saya dapat undangan tapi tidak hadir karena bukan Sultan saya,” tulis Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo melalui SMS kepada wartawan tadi malam. Dalam undangan tersebut, Raja Keraton sudah memakai nama baru yang diubahnya melalui Sabdaraja pada 30 April lalu, yakni Sri Sultan Hamengku Bawano.
Namun di belakang nama tersebut tidak disertai angka X (kasepuluh) seperti dalam Sabdaraja. Dalam sambutannya, Sri Sultan HB X mengatakan, malam peringatan jumenangan dalam perhitungan tahun Jawa bertepatan dengan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Ini membErri pesan penuh makna, di mana Nabi Muhammad SAW mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menjalankan salat lima waktu.
Menurut Sultan HB X, peristiwa tersebut hanya bisa dimaknai dengan iman. Dengan memahami peristiwa itu, manusia akan mampu membangun hubungan horizontal dan vertikal dengan Tuhan Sang Pencipta. “Ini sesuai dengan filosofi Hamemayu Hayuning Bawanoyang mengandung kewajiban moral, tri satria brata yang diaktualisasi yang bermanfaat bagi masyarakat,” kata suami dari GKR Hemas itu.
Gubernur DIY ini menambahkan, sekarang waktunya membumikan nilai-nilai filosofi agar merasuk menjadi kaidah. Selain itu, sebagai penuntun perilaku dan tindakan warga yang berbudaya dalam kehidupan sehari- hari. Pria bernama lahir Herjuno Darpito ini menegaskan, sosok pemimpin tidak hanya berhenti pada pemaknaan gelar. Tetapi juga mengemban filosofi tidak hanya what this (apa ini), tetapi juga what for (untuk apa).
“Yakni terus dibaktikan dalam kehidupan nyata dalam menyejahterakan rakyat dan keagungan agama sebagai ageming aji ,” katanya. Sementara pada malam peringatan tingalan jumenengan tersebut disajikan tarian Lelangen Beksan Bedaya “Sang Amurwabumi”. Hadirin juga dihibur dengan pertunjukan wayang orang dengan lakon Suprabawati Boyong.
Putri tertua, GKR Mangkubumi, menjadi penari utama dalam tarian serta lakon wayang orang tersebut. Sejumlah tokoh yang hadir antara lain mantan Gubernur Jateng Mardiyanto, semua kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemda DIY, bupati/wali kota se- DIY, serta permaisuri dan sejumlah putrinya tampak di acara tersebut.
Ridwan anshori
Namun acara yang diperingati setiap 29 Rajab dan dipusatkan di Kagungan Dalem Pagelaran, Keraton Yogyakarta ini tidak dihadiri mayoritas pangeran atau adik-adik sang raja. Hanya adik tertua Sri Sultan HB X, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, yang terlihat hadir. Sementara para pangeran yang lain tidak hadir, meski mereka mendapat undangan tersebut.
“Saya dapat undangan tapi tidak hadir karena bukan Sultan saya,” tulis Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo melalui SMS kepada wartawan tadi malam. Dalam undangan tersebut, Raja Keraton sudah memakai nama baru yang diubahnya melalui Sabdaraja pada 30 April lalu, yakni Sri Sultan Hamengku Bawano.
Namun di belakang nama tersebut tidak disertai angka X (kasepuluh) seperti dalam Sabdaraja. Dalam sambutannya, Sri Sultan HB X mengatakan, malam peringatan jumenangan dalam perhitungan tahun Jawa bertepatan dengan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Ini membErri pesan penuh makna, di mana Nabi Muhammad SAW mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menjalankan salat lima waktu.
Menurut Sultan HB X, peristiwa tersebut hanya bisa dimaknai dengan iman. Dengan memahami peristiwa itu, manusia akan mampu membangun hubungan horizontal dan vertikal dengan Tuhan Sang Pencipta. “Ini sesuai dengan filosofi Hamemayu Hayuning Bawanoyang mengandung kewajiban moral, tri satria brata yang diaktualisasi yang bermanfaat bagi masyarakat,” kata suami dari GKR Hemas itu.
Gubernur DIY ini menambahkan, sekarang waktunya membumikan nilai-nilai filosofi agar merasuk menjadi kaidah. Selain itu, sebagai penuntun perilaku dan tindakan warga yang berbudaya dalam kehidupan sehari- hari. Pria bernama lahir Herjuno Darpito ini menegaskan, sosok pemimpin tidak hanya berhenti pada pemaknaan gelar. Tetapi juga mengemban filosofi tidak hanya what this (apa ini), tetapi juga what for (untuk apa).
“Yakni terus dibaktikan dalam kehidupan nyata dalam menyejahterakan rakyat dan keagungan agama sebagai ageming aji ,” katanya. Sementara pada malam peringatan tingalan jumenengan tersebut disajikan tarian Lelangen Beksan Bedaya “Sang Amurwabumi”. Hadirin juga dihibur dengan pertunjukan wayang orang dengan lakon Suprabawati Boyong.
Putri tertua, GKR Mangkubumi, menjadi penari utama dalam tarian serta lakon wayang orang tersebut. Sejumlah tokoh yang hadir antara lain mantan Gubernur Jateng Mardiyanto, semua kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemda DIY, bupati/wali kota se- DIY, serta permaisuri dan sejumlah putrinya tampak di acara tersebut.
Ridwan anshori
(bbg)