Puncak Merapi Masih Berbahaya Bagi Pendaki
A
A
A
YOGYAKARTA - Pendakian ke Puncak Merapi dinyatakan masih berbahaya menyusul tergelincirnya Eri Yunanto seorang mahasiswa Atmajaya Yogyakarta ke kawah gunung api tersebut.
Hal ini disebabkan karena kondisi puncak Gunung Merapi yang telah berubah setelah erupsi pada 2010 silam.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Subandriyo mengatakan, pihaknya selalu mengimbau agar para pendaki Merapi tidak mengabaikan rekomendasinya.
"Cukup sampai Pasar Bubar saja, tidak perlu sampai puncak gunung. Karena sangat berbahaya," ungkap dia, Minggu (17/5/2015).
Saat ini, kata dia, tak ada lagi pematang yang cukup luas untuk beristirahat bagi pendaki.
"Kondisi di sekitar kawah Merapi, pematangnya sangat sempit. Berbeda saat sebelum 2010, banyak ruang atau tempat duduk untuk berkumpul. Jadi mudah tergelincir ke lereng atau kawah," ujarnya.
Menurut dia, tak hanya ketika tergelincir ke dalam kawah saja, ancaman bahayanya lainnya ketika di puncak juga bisa terjatuh ke lereng yang juga curam.
Tak hanya itu saja, aktivitas Merapi saat ini juga berbeda. Letusan-letusan minor seringkali terjadi, dan sulit untuk dideteksi gejalanya.
Ketika terjadi, bisa menyebabkan pendaki di sekitar puncak, panik. "Sangat susah untuk terdeteksi gejala awalnya," timpalnya.
Atas pertimbangan-pertimbangan ini, pihaknya pun berharap agar masyarakat mematuhi. Karena BPPTKG sendiri tidak mempunyai kewenangan, untuk melarang pendaki ke puncak.
"Kita hanya memberikan rekomendasi dengan pertimbangan teknis dari ancaman bahayanya. Yang bisa melarang, yang punya kewenangan kuasa. Pemerintah daerah setempat atau TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi)," ucapnya.
Pendakian ke puncak, menurutnya, hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman. Itu pun mempunyai maksud atau tujuan untuk riset atau penelitian. "Meski dengan status Merapi normal, rekomendasi kita seperti itu," kata Subandriyo.
Pendaki Merapi, yang tergelincir dan masuk ke kawah Merapi atas nama Eri Yunanto pada Sabtu 16 April kemarin, dinilai cukup kecil peluang selamatnya.
Selain dipastikan saat terjatuh berbenturan dengan dinding kawah, juga akumulasi gas di dalamnya sangat tinggi.
"Jatuhnya pendaki ke dalam kawah, tidak mempengaruhi sama sekali aktivitas Merapi. Jika tergelincir ke sana, selain berbahaya juga mematikan. Karena terkena benturan fisik. Kondisinya curam, serta dikhawatirkan di dalam (kawah) agak tertutup, jadi konsentrasi gasnya tinggi," tuturnya.
Pendaki asal Yogyakarta, Eri Yunanto, 21 yang jatuh di Kawah Gunung Merapi, sampai Minggu sore (17/5/2015), masih belum diketahui nasibnya. "Belum tahu (masih hidup atau tidak)," kata Humas Basarnas Semarang, Aris Triyono.
Korban yang diketahui warga Dusun Biru Tengah Rt 03/30, Trianggo, Gamping, Sleman tersebut, masih dalam pencarian oleh tim penyelamat. Baik dari warga setempat, Basarnas, maupun dari tim asal Yogyakarta.
Kepala Seksi Operasi Basarnas Kantor SAR Semarang Tri Joko Priyono mengatakan, kondisi korban juga masih belum bisa dipastikan.
"Untuk posisi korban kita hanya berdasarkan keterangan dari teman korban yang selamat," tandasnya.
Hal ini disebabkan karena kondisi puncak Gunung Merapi yang telah berubah setelah erupsi pada 2010 silam.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Subandriyo mengatakan, pihaknya selalu mengimbau agar para pendaki Merapi tidak mengabaikan rekomendasinya.
"Cukup sampai Pasar Bubar saja, tidak perlu sampai puncak gunung. Karena sangat berbahaya," ungkap dia, Minggu (17/5/2015).
Saat ini, kata dia, tak ada lagi pematang yang cukup luas untuk beristirahat bagi pendaki.
"Kondisi di sekitar kawah Merapi, pematangnya sangat sempit. Berbeda saat sebelum 2010, banyak ruang atau tempat duduk untuk berkumpul. Jadi mudah tergelincir ke lereng atau kawah," ujarnya.
Menurut dia, tak hanya ketika tergelincir ke dalam kawah saja, ancaman bahayanya lainnya ketika di puncak juga bisa terjatuh ke lereng yang juga curam.
Tak hanya itu saja, aktivitas Merapi saat ini juga berbeda. Letusan-letusan minor seringkali terjadi, dan sulit untuk dideteksi gejalanya.
Ketika terjadi, bisa menyebabkan pendaki di sekitar puncak, panik. "Sangat susah untuk terdeteksi gejala awalnya," timpalnya.
Atas pertimbangan-pertimbangan ini, pihaknya pun berharap agar masyarakat mematuhi. Karena BPPTKG sendiri tidak mempunyai kewenangan, untuk melarang pendaki ke puncak.
"Kita hanya memberikan rekomendasi dengan pertimbangan teknis dari ancaman bahayanya. Yang bisa melarang, yang punya kewenangan kuasa. Pemerintah daerah setempat atau TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi)," ucapnya.
Pendakian ke puncak, menurutnya, hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman. Itu pun mempunyai maksud atau tujuan untuk riset atau penelitian. "Meski dengan status Merapi normal, rekomendasi kita seperti itu," kata Subandriyo.
Pendaki Merapi, yang tergelincir dan masuk ke kawah Merapi atas nama Eri Yunanto pada Sabtu 16 April kemarin, dinilai cukup kecil peluang selamatnya.
Selain dipastikan saat terjatuh berbenturan dengan dinding kawah, juga akumulasi gas di dalamnya sangat tinggi.
"Jatuhnya pendaki ke dalam kawah, tidak mempengaruhi sama sekali aktivitas Merapi. Jika tergelincir ke sana, selain berbahaya juga mematikan. Karena terkena benturan fisik. Kondisinya curam, serta dikhawatirkan di dalam (kawah) agak tertutup, jadi konsentrasi gasnya tinggi," tuturnya.
Pendaki asal Yogyakarta, Eri Yunanto, 21 yang jatuh di Kawah Gunung Merapi, sampai Minggu sore (17/5/2015), masih belum diketahui nasibnya. "Belum tahu (masih hidup atau tidak)," kata Humas Basarnas Semarang, Aris Triyono.
Korban yang diketahui warga Dusun Biru Tengah Rt 03/30, Trianggo, Gamping, Sleman tersebut, masih dalam pencarian oleh tim penyelamat. Baik dari warga setempat, Basarnas, maupun dari tim asal Yogyakarta.
Kepala Seksi Operasi Basarnas Kantor SAR Semarang Tri Joko Priyono mengatakan, kondisi korban juga masih belum bisa dipastikan.
"Untuk posisi korban kita hanya berdasarkan keterangan dari teman korban yang selamat," tandasnya.
(sms)