Menawar Rindu lewat Tiga Tarian
A
A
A
Sabtu (9/5) malam menjadi momen spesial bagi warga Yogyakarta di Jakarta. Tiga buah tarian yang disuguhkan Tim Kesenian Kota Yogyakarta berhasil memberikan kesan mendalam.
Tarian sanggup memukau dan mengobati kerinduan akan kampung halaman. Suguhan tarian seolah menyihir penonton yang hadir di anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ratusan penonton, termasuk di antaranya para duta besar negara sahabat dan Perkumpulan Warga Masyarakat Yogyakarta Jakarta enggan beranjak sebelum acara benar-benar tuntas.
Tiga tarian disuguhkan, yaitu Klana Topeng Sewandana Sembunglangu, Beksan Menak Putri Rengganis Widaninggar, dan Sendratari “Pinestihining Rimbiatmaja” yang ditampilkan seniman dari Yayasan Pamulangan Beksasmita Mardawa (YPBSM) Yogyakarta. Pergelaran ini dalam rangka Forum Pesona Budaya Nusantara 2015 yang diadakan di TMII, Jakarta Timur. Tepat pukul 20.00 WIB, tari Klana Topeng Sewandana Sembunglangu membuka acara.
Tarian mengisahkan Prabu Klana Sewandana dari Bantarangin yang sedang jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji dari Kediri. Sang Dewi selalu terbayang di benak Prabu Klana sehingga Sembunglangu, abdi setianya, dikira sebagai Dewi Sekartaji. Tari kedua Beksan Menak Putri Rengganis Widaninggar tak kalah menarik. Tari yang dicuplik dari serat Menak mengisahkan perseteruan antara Dewi Rengganis dan Dewi Widaninggar, seorang putri China yang ingin balas dendam atas kematian ibunya, Dewi Adaninggar.
Ibunya meninggal akibat perseteruan dengan Dewi Kelaswara. Perseteruan itu untuk memperjuangkan cintanya kepada Tiyang Agung Jayengrana. Perseteruan itu pun akhirnya membawa keduanya menjadi sahabat. Sedangkan, tari ketiga dari Sendratari “Pinesthining Rimbiatmaja:”.
Diambil dari epos Mahabarata tentang gugurnya Gatotkaca. Sendratari berdurasi sekitar 35 menit itu menjadi sajian penutup yang sangat memukau penonton. Menurut Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, tampilnya Tim Kesenian Kota Yogyakarta adalah kehormatan bagi warga Ibu Kota DIY. Forum Pesona Budaya Nusantara 2015 merupakan kesempatan berharga untuk memperkenalkan berbagai potensi yang dimiliki Kota Yogyakarta dari sisi seni, budaya, pariwisata, maupun industri kecil kepada masyarakat Indonesia dan dunia.
Dia berharap ini dapat mengobati kerinduan warga masyarakat Kota Yogyakarta dan DIY yang selama ini bermukim dan berkarya di Jakarta. “Mudah-mudahan semua terobati kerinduannya terhadap Yogyakarta,” ujarnya. Salah satu warga Yogyakarta, Nompok Sugino, mengaku kagum terhadap tarian yang dibawakan tim kesenian Yogyakarta. Pentas tarian itu membantu mengobati kerinduannya terhadap Yogyakarta.
“Luar biasa. Rasa kangen kami terhadap Yogyakarta sekeluarga terobati. Yogya harus tampil lagi,” ungkap pria berusia lebih dari 60 tahun yang datang bersama istri dan keluarganya itu.
Sodik
Jakarta
Tarian sanggup memukau dan mengobati kerinduan akan kampung halaman. Suguhan tarian seolah menyihir penonton yang hadir di anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ratusan penonton, termasuk di antaranya para duta besar negara sahabat dan Perkumpulan Warga Masyarakat Yogyakarta Jakarta enggan beranjak sebelum acara benar-benar tuntas.
Tiga tarian disuguhkan, yaitu Klana Topeng Sewandana Sembunglangu, Beksan Menak Putri Rengganis Widaninggar, dan Sendratari “Pinestihining Rimbiatmaja” yang ditampilkan seniman dari Yayasan Pamulangan Beksasmita Mardawa (YPBSM) Yogyakarta. Pergelaran ini dalam rangka Forum Pesona Budaya Nusantara 2015 yang diadakan di TMII, Jakarta Timur. Tepat pukul 20.00 WIB, tari Klana Topeng Sewandana Sembunglangu membuka acara.
Tarian mengisahkan Prabu Klana Sewandana dari Bantarangin yang sedang jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji dari Kediri. Sang Dewi selalu terbayang di benak Prabu Klana sehingga Sembunglangu, abdi setianya, dikira sebagai Dewi Sekartaji. Tari kedua Beksan Menak Putri Rengganis Widaninggar tak kalah menarik. Tari yang dicuplik dari serat Menak mengisahkan perseteruan antara Dewi Rengganis dan Dewi Widaninggar, seorang putri China yang ingin balas dendam atas kematian ibunya, Dewi Adaninggar.
Ibunya meninggal akibat perseteruan dengan Dewi Kelaswara. Perseteruan itu untuk memperjuangkan cintanya kepada Tiyang Agung Jayengrana. Perseteruan itu pun akhirnya membawa keduanya menjadi sahabat. Sedangkan, tari ketiga dari Sendratari “Pinesthining Rimbiatmaja:”.
Diambil dari epos Mahabarata tentang gugurnya Gatotkaca. Sendratari berdurasi sekitar 35 menit itu menjadi sajian penutup yang sangat memukau penonton. Menurut Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, tampilnya Tim Kesenian Kota Yogyakarta adalah kehormatan bagi warga Ibu Kota DIY. Forum Pesona Budaya Nusantara 2015 merupakan kesempatan berharga untuk memperkenalkan berbagai potensi yang dimiliki Kota Yogyakarta dari sisi seni, budaya, pariwisata, maupun industri kecil kepada masyarakat Indonesia dan dunia.
Dia berharap ini dapat mengobati kerinduan warga masyarakat Kota Yogyakarta dan DIY yang selama ini bermukim dan berkarya di Jakarta. “Mudah-mudahan semua terobati kerinduannya terhadap Yogyakarta,” ujarnya. Salah satu warga Yogyakarta, Nompok Sugino, mengaku kagum terhadap tarian yang dibawakan tim kesenian Yogyakarta. Pentas tarian itu membantu mengobati kerinduannya terhadap Yogyakarta.
“Luar biasa. Rasa kangen kami terhadap Yogyakarta sekeluarga terobati. Yogya harus tampil lagi,” ungkap pria berusia lebih dari 60 tahun yang datang bersama istri dan keluarganya itu.
Sodik
Jakarta
(ars)