Pengungsi Rohingya Minta Bantuan AS
A
A
A
MEDAN - Puluhan pengungsi Rohingya bersama sejumlah aktivis di Kota Medan, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Konsulat Jenderal (Konjen) Amerika Serikat (AS), Jalan MT Haryono, Gedung Uniland, Medan, kemarin.
Kedatangan mereka untuk meminta dukungan Pemerintah AS agar menindak Pemerintah Myanmar yang telah melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Muslim Rohingnya. Sebab, berdasarkan informasi dari sanak saudara mereka, hingga saat ini etnis Rohingya masih terus diperlakukan tidak manusiawi. Bahkan, banyak yang dibunuh, wanitanya diperkosa, disiksa, dan dipaksa ke luar dari wilayah Arakan.
“Kami meminta kepada AS, PBB, ASEAN, dan komunitas internasional lainnya untuk memberikan tekanan atau sanksi kepada Pemerintah Myanmar agar segera menghentikan segala bentuk kekerasan pemerintah terhadap etnis Rohingya,” ungkap Koordinator Aksi, Riki A Panyalai. Dengan membawa sejumlah poster tentang pembantaian yang mereka alami, Riki menceritakan jika rumah-rumah etnis Rohingya di Myanmar banyak yang sudah dibakar, anak-anak dibunuh, dan wanita diperkosa.
Dengan kondisi tersebut, memaksa warga melarikan diri ke negara-negara tetangga. “Beginilah kondisi warga etnis Rohingya di Myanmar. Rumah-rumah penduduk dibakar, wanita diperkosa, anak-anak dibunuh dan banyak yang disiksa,” kata Riki dengan menunjuk sejumlah poster yang mereka bawa.
Dalam orasinya, dia juga mengampanyekan #Save Muslim Rohingya, dengan mengajak masyarakat bersama-sama mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan Pemerintah Myanmar. Sejak 2012, sudah banyak warga Rohingya berlarian ke negara tetangga. Namun, anehnya sangat jarang media yang meliput konflik tersebut. Sementara itu, salah satu pengungsi Rohingya, Said Huseian, dalam orasinya mengakui sudah mengungsi ke Medan sejak 2012.
Meskipun mendapat bantuan dari organisasi dunia untuk biaya mereka mengungsi, dia tetap saja merasa cemas dengan kondisi keluarga yang masih berada di Myanmar dan terus mendapatkan penyiksaan. “Kami berterima kasih kepada Indonesia yang menerima kami di sini dengan baik. Tapi jauh dari dalam hati kami sangat cemas dengan kondisi keluarga di sana, dimana informasi yang kami terima mereka mendapatkan penyiksaan terus- menerus.
Bahkan, tidak tahu lagi ke mana mereka mengungsi, masih hidup, atau sudah mati. Beberapa hari lalu, sekitar 500 orang dari Rohingya ditemukan terdampar di pantai Aceh,” katanya saat orasi sambil meneteskan air mata. Aksi pengunjuk rasa hanya mendapat tanggapan dari Kepala Satpam Gedung Uniland, N Sembiring. Kepada pengunjuk rasa dia berjanji menyampaikan aspirasi mereka kepada Konjes AS Perwakilan Medan. “Kami akan sampaikan nanti,” katanya sambil meninggalkan pengunjuk rasa.
Irwan siregar
Kedatangan mereka untuk meminta dukungan Pemerintah AS agar menindak Pemerintah Myanmar yang telah melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Muslim Rohingnya. Sebab, berdasarkan informasi dari sanak saudara mereka, hingga saat ini etnis Rohingya masih terus diperlakukan tidak manusiawi. Bahkan, banyak yang dibunuh, wanitanya diperkosa, disiksa, dan dipaksa ke luar dari wilayah Arakan.
“Kami meminta kepada AS, PBB, ASEAN, dan komunitas internasional lainnya untuk memberikan tekanan atau sanksi kepada Pemerintah Myanmar agar segera menghentikan segala bentuk kekerasan pemerintah terhadap etnis Rohingya,” ungkap Koordinator Aksi, Riki A Panyalai. Dengan membawa sejumlah poster tentang pembantaian yang mereka alami, Riki menceritakan jika rumah-rumah etnis Rohingya di Myanmar banyak yang sudah dibakar, anak-anak dibunuh, dan wanita diperkosa.
Dengan kondisi tersebut, memaksa warga melarikan diri ke negara-negara tetangga. “Beginilah kondisi warga etnis Rohingya di Myanmar. Rumah-rumah penduduk dibakar, wanita diperkosa, anak-anak dibunuh dan banyak yang disiksa,” kata Riki dengan menunjuk sejumlah poster yang mereka bawa.
Dalam orasinya, dia juga mengampanyekan #Save Muslim Rohingya, dengan mengajak masyarakat bersama-sama mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan Pemerintah Myanmar. Sejak 2012, sudah banyak warga Rohingya berlarian ke negara tetangga. Namun, anehnya sangat jarang media yang meliput konflik tersebut. Sementara itu, salah satu pengungsi Rohingya, Said Huseian, dalam orasinya mengakui sudah mengungsi ke Medan sejak 2012.
Meskipun mendapat bantuan dari organisasi dunia untuk biaya mereka mengungsi, dia tetap saja merasa cemas dengan kondisi keluarga yang masih berada di Myanmar dan terus mendapatkan penyiksaan. “Kami berterima kasih kepada Indonesia yang menerima kami di sini dengan baik. Tapi jauh dari dalam hati kami sangat cemas dengan kondisi keluarga di sana, dimana informasi yang kami terima mereka mendapatkan penyiksaan terus- menerus.
Bahkan, tidak tahu lagi ke mana mereka mengungsi, masih hidup, atau sudah mati. Beberapa hari lalu, sekitar 500 orang dari Rohingya ditemukan terdampar di pantai Aceh,” katanya saat orasi sambil meneteskan air mata. Aksi pengunjuk rasa hanya mendapat tanggapan dari Kepala Satpam Gedung Uniland, N Sembiring. Kepada pengunjuk rasa dia berjanji menyampaikan aspirasi mereka kepada Konjes AS Perwakilan Medan. “Kami akan sampaikan nanti,” katanya sambil meninggalkan pengunjuk rasa.
Irwan siregar
(bbg)