Transaksi Kopi Indonesia di Boston Tembus Rp360 Miliar

Kamis, 16 Mei 2019 - 15:11 WIB
Transaksi Kopi Indonesia di Boston Tembus Rp360 Miliar
Kopi Indonesia Merebut Perhatian Dunia. (Istimewa/ Dok. SINDOnews).
A A A
JAKARTA - Kopi asal Indonesia berhasil merebut perhatian dunia dengan transaksi bernilai ratusan miliar pada pameran yang berlangsung di Boston, Amerika Serikat (AS).

Kendati demikian, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan para pemangku kepentingan agar kopi Indonesia lebih berdaya saing di pasar global. Di antara tantangan yang muncul adalah masih lemahnya produktivitas lahan perkebunan kopi hingga pascapanen.

Di samping itu, yang perlu diperhatikan adalah branding produk kopi mengingat banyaknya daerah penghasil kopi di Nusantara. Ini merupakan faktor penting karena konsumen saat ini cenderung menyukai produk yang memiliki nilai tambah tinggi, baik dari sisi kemasan maupun “kisah” produknya.

Pada pameran kopi internasional Global Coffee Specialty Expo di Boston, AS, Indonesia melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil membukukan transaksi perdagangan senilai USD26,3 juta atau sekitar Rp360 miliar.

“Rangkaian (pameran) ini membawa Indonesia mencapai transaksi USD26,3 juta khusus untuk kopi spesial,” ujar Atase Pertanian Washington Hari Edi Soekirno dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/5).

Dalam pameran yang berlangsung selama tiga hari itu, ada sekitar 13.000 pengunjung dan 75 negara peserta. Indonesia membawa delegasi tujuh perwakilan, masing-masing dari CV Gayo Mandiri, Santiang Exports, Meukat Komoditi Gayo, PTPN XII, Gayo Bedetak Nusantara, Upnormal Coffee Roastery, dan Tentera Coffee Roasters.

"Indonesia juga mengikuti kejuaraan World Brewers Championship dan World Barista Championship," katanya.

Untuk diketahui, World Brewers Championship adalah kompetisi bergengsi yang memamerkan kerajinan dan keterampilan menyaring kopi dengan tangan. Para kontestan datang dari seluruh dunia. Adapun World Barista Championship adalah kejuaraan barista dunia yang diselenggarakan setiap tahun.

"Di sana atase kami beserta staf juga hadir dan berkolaborasi dengan pihak atase perdagangan dan konsulat jenderal. Kami melakukan berbagai kegiatan promosi komoditas kopi spesial kepada publik Amerika dan internasional," katanya.

Hari menjelaskan, secara global seluruh rangkaian acara ini fokus pada kepedulian penggunaan moneter pada isu lingkungan hidup dan perdagangan yang adil. Dalam pembahasannya dikemukakan bahwa semua pihak perlu berinvestasi pada infrastruktur untuk menumbuhkan sektor ekonomi dalam sebuah negara.

"Inilah yang dinamakan tingkat investasi publik. Langkah ini tentu sangat membantu perekonomian masyarakat secara proporsional serta mampu meningkatkan kemampuan teknologi," katanya.

Dia menambahkan, kebutuhan investasi juga tetap harus dipenuhi secara baik tanpa merusak kesinambungan fiskal. Lebih dari itu, kata Hari, langkah ini diperlukan untuk meningkatkan tata kelola investasi infrastruktur dan nilai mata uang.

"Untuk itu kami mengharapkan dukungan Kementan dan Bappenas dalam mengajukan proposal program FFPr (Food for Progress) senilai USD10 juta–12 juta melalui pihak ketiga baik lembaga nonpemerintah, universitas maupun asosiasi terkait bidang hortikultura untuk diserahkan kepada USDA paling lambat 15 Mei 2019," tandasnya.

Kiprah kopi Indonesia di ajang dunia sebelumnya juga tercatat saat meraih penghargaan dari Agency for the Valorization of the Agricultural Products (AVPA) di Paris, Prancis, tahun lalu. AVPA adalah organisasi di Prancis yang memiliki kepedulian membantu produsen produk pertanian dari seluruh dunia, utamanya untuk memasarkan produk mereka di Eropa.

Pada ajang itu sebanyak 23 jenis kopi dari 11 produsen berhasil mengungguli produk kopi lain dari berbagai negara penghasil kopi. Saat itu Indonesia hanya kalah dari Kolombia yang menyabet 25 penghargaan dari 14 produsen.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto mengatakan, pesatnya pertumbuhan industri kopi di Tanah Air turut berdampak pada lahirnya lebih banyak petani kopi, khususnya di kalangan generasi milenial.

"Bisa dilihat dari menjamurnya kedai kopi dan pusat penyangrai kopi mikro (micro coffee roastery) di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Tentunya diharapkan akan banyak anak muda yang beralih menjadi petani kopi," tutur Pranoto beberapa waktu lalu.

Kopi Indonesia punya nama yang mengkilat di industri kopi dunia. Indonesia merupakan produsen kopi terbesar keempat dunia setelah Kolombia, Vietnam, dan Brasil. Tak kalah penting, banyak kopi Indonesia yang diakui kualitasnya di seluruh dunia, di antaranya kopi Gayo, Toraja, dan Flores.

Pranoto melanjutkan, pihaknya menilai keterlibatan anak muda dalam mendorong perkembangan industri kopi menjadi faktor kunci dan turut mengapresiasi strategi pemerintah melalui Kementan dalam mendorong generasi muda untuk terjun di industri kopi, tak hanya sebagai penikmat tapi juga sebagai produsen.

Rekomendasi Sektor Hulu
Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Anton Apriyantono mengatakan, sudah saatnya mengembalikan kejayaan perkopian Indonesia yang kini disalip Vietnam. Selain itu yang menjadi perhatiannya adalah soal kesejahteraan petani di bidang perkopian.

Menteri Pertanian periode 2004–2009 itu menambahkan ada sejumlah rekomendasi yang dikeluarkan Dekopi untuk mengatasi sejumlah permasalahan industri kopi. Di antaranya, produktivitas perkebunan kopi rakyat yang rendah lantaran tanaman tua, pengadaan benih kopi berkualitas, dan pembenahan sistem perkebunan rakyat.

Selanjutnya, menurut Anton, pihaknya juga mengusulkan kepada pemerintah untuk adanya program nasional perbaikan pasca panen kopi rakyat. Melalui fasilitas pemerintah dengan memberikan pemberian kredit penyangga perkebunan kopi dalam rangka diversifikasi usaha tani. Tak kalah penting adalah terkait kejelasan produk kopi yang dijual di pasaran agar diawasi oleh pemerintah pusat dan daerah. Dan mengembangkan industri hilir kopi melalui sistem intensif dan disintensif promosi kopi Nusantara dan kopi olahan.

Sementara itu pemerhati marketing Gupta Sitorus mengungkapkan, fakta diterimanya kopi specialty asal Indonesia di pasar AS merupakan hal yang sangat positif. “Ini menunjukkan bahwa kopi lokal kita bisa masuk di pasar global. Apalagi AS merupakan negara kedua dalam urutan konsumen terbesar kopi dunia,” ujar Gupta.

Dari sisi branding, menurut dia, masih ada tantangan, yakni bagaimana membuat branding dengan kemasan menarik supaya kopi tidak semata-mata sebagai komodotas, tetapi sebagai produk yang memiliki nilai tambah. Apalagi, kata dia, pasar saat ini didominasi kaum milenial yang sangat menggantungkan keputusan berbelanja itu membeli produk berdasarkan cerita dari produk yang bersangkutan.

“Story of product ini mencakup dari mana asal produk, bagaimana produk ini dibuat, siapa yang membuat. Produk dengan brand story yang punya bobot sustainability dan etikal seperti fair trade, ramah lingkungan akan jauh lebih mudah diterima oleh market, apalagi market internasional,” ujarnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.5462 seconds (0.1#10.140)