Kemenag Sulsel Tutup Layanan Nikah Hingga Covid-19 Mereda
A
A
A
MAKASSAR - Pandemi virus corona atau Covid-19 berimbas kepada hampir seluruh sektor tidak terkecuali dengan pernikahan. Seluruh Kantor Urusan Agama (KUA) diminta untuk sementara tidak melayani pernikahan hingga Covid-19 mereda.
Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel, Muhammad Nasir membenarkan itu. Kebijakan tersebut sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat No. P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 pada Area Publik yang ditetapkan oleh 2 April 2020.
“SE (surat edaran) ini berkaitan dengan pelaksanaan perkawinan selama masa pencegahan Covid-19. Jadi sudah tidak diperkenankan dilakukan pernikahan,” kata Nasir saat dihubungi KORAN SINDO lewat sambungan telepon, kemarin.
Kendati demikian, dia menyebut, bagi calon pengantin yang telah terdaftar jadwal pernikahannya sebelum 1 April atau tepat 1 April tetap dilayani oleh KUA. Namun dengan catatan, pernikahnnya dilakukan di KUA masing-masing kecamatan serta tidak boleh menggelar acara atau pesta setelah kembali ke rumah.
Selain itu, kata dia, pernikahan di KUA juga ada pembatasan saksi. Paling banyak melibatkan enam saksi. “Jadi bagi mereka yang mendaftar sebelum dan tepat pada tanggal 1 April kita tetap nikahkan tapi sudah tidak boleh di lokasi acara, melainkan harus di Kantor Urusan Agama masing-masing dan saksinya kita batasi hanya enam orang,” jelas Nasir.
Setiap KUA di tingkat kecamatan disebut telah menerima surat edaran dari Kemenag. Karena itu, kata dia, KUA tidak boleh lagi melayani pernihakan sampai pemerintah mencabut darurat Covid-19. Dia juga meminta masyarakat Sulsel dapat memahami kondisi tersebut.
Sedangkan pendaftaran perninakah disebut masih dilayani oleh Kemenag Sulsel. Namun pendaftarannya hanya boleh dilakukan secara daring atau online. Akan tetapi, jadwal waktu pernikahan tidak dapat ditetapkan. “Kita tetap melayani pendaftaran online tapi untuk waktunya tidak bisa kita tentukan, sebab harus menyesuaikan kondisi,” jelasnya.
Nasir tak menampik warga Sulsel biasanya menjadikan momentum jelang Ramadhan atau bulan puasa sebagai waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan. Tapi karena situasi tidak memungkinkan, dia berharap masyarakat Sulsel uang berniah melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat bisa bersabar hingga kondisi kembali membaik.
“Demi keamanan dan keselamatan kita semua sebaiknya pernikahan yang sudah direncanakan sebaiknya tidak dipaksakan untuk digelar, makanya kita juga sudah tidak memberikan waktu dan jadwal nikah, semua kita sesuaikan dengan kondisi,” pungkasnya.
Sementara, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah Sulsel, Prof Ghalib mengatakan, nikah saat ini boleh dilangsungkan dan sama sekali tidak ada larangan. Hanya saja, kata dia, walimatul atau resepsi memang harusnya tidak digelar dengan cara berkumpul lebih dari 10 orang dan sebisanya digelar hanya dengan dihadiri oleh saksi dan wali saja.
Menurut dia, sudah banyak masyarakat yang menggelar resepsi dengan mengumpulkan banyak orang namun dibubarkan oleh aparat. Hal itu karena memang untuk mencegah penularan.
"MUI saja meminta untuk beberapa Jumat agar tidak digelar berjamaah dan digantikan dengan Dzuhur di rumah, itu karena memang keadaan saat ini darurat. Maka dari itu, nikah yang hukumnya sunnah kiranya dapat digelar tanpa membuat orang berkumpul,” ujarnya.
Dia menilai surat edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama itu terlalu berlebihan jika ditafsirkan untuk pelarangan nikah. Sebab nikah bisa dilangsungkan jika wali dan saksi yang tidak lebih dari enam orang dapat dilakukan. “Intinya sekarang ini kita lebih baik menghindari, mencegah caranya memang masyarakat harus memahami dan tidak usah menggelar pesta,” pungkasnya.
Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel, Muhammad Nasir membenarkan itu. Kebijakan tersebut sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat No. P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 pada Area Publik yang ditetapkan oleh 2 April 2020.
“SE (surat edaran) ini berkaitan dengan pelaksanaan perkawinan selama masa pencegahan Covid-19. Jadi sudah tidak diperkenankan dilakukan pernikahan,” kata Nasir saat dihubungi KORAN SINDO lewat sambungan telepon, kemarin.
Kendati demikian, dia menyebut, bagi calon pengantin yang telah terdaftar jadwal pernikahannya sebelum 1 April atau tepat 1 April tetap dilayani oleh KUA. Namun dengan catatan, pernikahnnya dilakukan di KUA masing-masing kecamatan serta tidak boleh menggelar acara atau pesta setelah kembali ke rumah.
Selain itu, kata dia, pernikahan di KUA juga ada pembatasan saksi. Paling banyak melibatkan enam saksi. “Jadi bagi mereka yang mendaftar sebelum dan tepat pada tanggal 1 April kita tetap nikahkan tapi sudah tidak boleh di lokasi acara, melainkan harus di Kantor Urusan Agama masing-masing dan saksinya kita batasi hanya enam orang,” jelas Nasir.
Setiap KUA di tingkat kecamatan disebut telah menerima surat edaran dari Kemenag. Karena itu, kata dia, KUA tidak boleh lagi melayani pernihakan sampai pemerintah mencabut darurat Covid-19. Dia juga meminta masyarakat Sulsel dapat memahami kondisi tersebut.
Sedangkan pendaftaran perninakah disebut masih dilayani oleh Kemenag Sulsel. Namun pendaftarannya hanya boleh dilakukan secara daring atau online. Akan tetapi, jadwal waktu pernikahan tidak dapat ditetapkan. “Kita tetap melayani pendaftaran online tapi untuk waktunya tidak bisa kita tentukan, sebab harus menyesuaikan kondisi,” jelasnya.
Nasir tak menampik warga Sulsel biasanya menjadikan momentum jelang Ramadhan atau bulan puasa sebagai waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan. Tapi karena situasi tidak memungkinkan, dia berharap masyarakat Sulsel uang berniah melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat bisa bersabar hingga kondisi kembali membaik.
“Demi keamanan dan keselamatan kita semua sebaiknya pernikahan yang sudah direncanakan sebaiknya tidak dipaksakan untuk digelar, makanya kita juga sudah tidak memberikan waktu dan jadwal nikah, semua kita sesuaikan dengan kondisi,” pungkasnya.
Sementara, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah Sulsel, Prof Ghalib mengatakan, nikah saat ini boleh dilangsungkan dan sama sekali tidak ada larangan. Hanya saja, kata dia, walimatul atau resepsi memang harusnya tidak digelar dengan cara berkumpul lebih dari 10 orang dan sebisanya digelar hanya dengan dihadiri oleh saksi dan wali saja.
Menurut dia, sudah banyak masyarakat yang menggelar resepsi dengan mengumpulkan banyak orang namun dibubarkan oleh aparat. Hal itu karena memang untuk mencegah penularan.
"MUI saja meminta untuk beberapa Jumat agar tidak digelar berjamaah dan digantikan dengan Dzuhur di rumah, itu karena memang keadaan saat ini darurat. Maka dari itu, nikah yang hukumnya sunnah kiranya dapat digelar tanpa membuat orang berkumpul,” ujarnya.
Dia menilai surat edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama itu terlalu berlebihan jika ditafsirkan untuk pelarangan nikah. Sebab nikah bisa dilangsungkan jika wali dan saksi yang tidak lebih dari enam orang dapat dilakukan. “Intinya sekarang ini kita lebih baik menghindari, mencegah caranya memang masyarakat harus memahami dan tidak usah menggelar pesta,” pungkasnya.
(sss)